Kalimantan Tengah pada masa lalu pernah menjadi sentra penanaman lada. Lada/peper ningrum pada masa lalu merupakan salah satu jenis rempah yang menjadi primadona pedagang asing terutama bangsa Eropa.
Tidak banyak catatan sejarah yang dijumpai mengenai perdagangan rempah-rempah di Kalimantan Tengah. Sedikit catatan mengenai Pulau Kalimantan dijumpai dari bangsa Portugis yang menyebutkan kondisi pelayaran dan perdagangan rempah di sekitar Borneo.
Catatan yang berasal dari Manuel Bernades Branco ditulis pada tahun 1879 yang berjudul Portugal e Os Estrangeiros memuat sejumlah petualang Portugis yang berlayar di kepulauan Maluku dari arah barat dan menyinggahi Pulau Borneo.
Laporan lain berjudul "Elementos da Historia: Tradizida da lingua franceza" oleh Pedro de Sousa, 1767 di Lisabon, memaparkan kondisi Kalimantan Barat saat kunjungannya serta menyebutkan rempah-rempah yang telah diperdagangkan di pulau itu.
Bangsa Portugis menyebutkan kondisi pelayaran dan perdagangan rempah di Pulau Kalimantan dari sisi geografis, terutama di Kalimantan Tengah dan Utara diduga memiliki hubungan dagang dengan pusat rempah-rempah di Maluku. Jalur sungai di wilayah Kalimantan Tengah menjadi jalur ekonomi yang terpengaruh oleh perdagangan global saat itu.
Walaupun bukti-bukti perkebunan rempah di Kalimantan belum ditemukan secara luas namun dalam catatan ensiklopedi yang ditulis tahun 1887 menyebutkan rempah-rempah seperti kayu manis, cengkih, jahe dan lada. Sementara gaharu yang menjadi satu di antara komoditi di hutan Kalimantan saat ini tidak disebutkan dalam catatan itu.
Perkebunan lada di Kalimantan Tengah yang masih berdiri hingga saat ini terdapat di Kabupaten Kotawaringin Barat yang merupakan daerah penghasil lada varietas bengkayang Salah satu daerah yang dijadikan wilayah penanaman lada adalah Pangkalan Lada. Pangkalan Lada merupakan satu daerah kecamatan di Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah.
Menurut informasi dari warga di sekitar Pangkalan Lada, hingga tahun 1990-an daerah Pangkalan Lada masih merupakan daerah perkebunan lada yang aktif dan besar. Masyarakat Pangkalan Lada pada saat itu menggantungkan hidup dari hasil panen lada. Akhir tahun 1990-an, perkebunan lada perlahan-lahan tergeser dengan hadirnya perkebunan sawit. Saat ini tidak banyak lagi dijumpai masyarakat yang menanam dan membudidayakan lada di Pangkalan Lada.
Keberadaan perkebunan sawit di Kalimantan Tengah telah menggeser popularitas tanaman lada yang dulu menjadi primadona dan incaran pedagang Eropa. Patut dikatakan jika sekarang lada di Kalimantan Tengah tidak lagi pedas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H