Lihat ke Halaman Asli

Aplikasi Teori Pembelajaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   11:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Belajar adalah proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu yang dipelajari. Belajar dapat dilakukan dimana saja dan kapan saja, namun belajar secara resmi dilakukan di sekolah sesuai dengan kurikulum yang ada.

Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat oleh setiap manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Dalam dunia pendidikan terdapat macam-macam teori belajar dan pembelajaran yang merupakan acuan pendidik dalam mengajar. Teori-teori tersebut meliputi: teori behavioristik, teori kognitif, teori konstruktivisme dan teori humanistik. Banyak para ahli mengemukakan pendapat dan definisi mengenai teori belajar. Thorndike, Watson, Clark Hull, Edwin Guthrie, Skinner mengemukakan pendapat mengenai teori behavioristik. Secara umum teori behavouristiklebih melihat sosok atau kualitas manusia dari aspek kinerja atau perilaku yang dapat dilihat secara empirik. Perilaku dalam pandangan behavioristik dijelaskan melalui pengalaman yang dapat diamati, bukan melalui proses mental. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Dalam teori ini belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus merupakan umpan yang diberikan oleh guru kepada siswa sedangkan respon merupakan tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan guru. Teori ini mengutamakan pengukuran karena pengukuran merupakan suatu hal yang penting untuk melihat terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku. Selain itu, dalam teori ini penguatan (reinforcement) juga dianggap penting karena bila penguatan ditambahkan maka respon akan semakin kuat dan sebaliknya. Teori belajar yang kedua yaitu teori kognitif yang dikemukakan oleh Piaget dan Bruner. Teori kognitif secara umum merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perseptual, yaitu proses untuk membangun atau membimbing siswa dalam melatih kemampuan mengoptimalkan proses pemahaman terhadap suatu objek. Jadi, teori ini lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk mengoptimalkan kemampuan dalam aspek rasional yang dimiliki seseorang. Selanjutnya yaitu teori konstruktivisme. Teori ini mengemukakan bahwa belajar merupakan proses membangun pengetahuan melalui pengalaman konkret. Disini guru hanya berperan sebagai fasilitator sehingga siswa harus berperan aktif, kreatif dan kritis. Teori yang terakhir yaitu teori humanistik. Para ahli yang berpendapat mengenai teori ini diantaranya Kolb, Honey dan Mumford, Habermas, Blomm dan Krathwohl, Arthur Combs, Maslow dan Carl Rogers. Dalam teori ini guru sebagai pembimbing memberi pengarahan agar siswa dapat mengaktualisasikan dirinya sendiri sebagai manusia yang unik untuk mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya sendiri. Dan siswa perlu melakukan sendiri berdasarkan inisisatif sendiri yang melibatkan pribadinya secara utuh (perasaan maupun intelektual) dalam proses belajar, agar dapat memperoleh hasil.

Masing-masing teori di atas memiliki kelebihan dan kekurangan dalam aktualisasinya terhadap pembelajaran. Kelebihan dan kekurangan tersebut dapat diolah sedemikian rupa sehingga dalam pembelajaran akan tetap terasa menyenangkan. Dalam teori behavioristik dijelaskan adanya penguatan dan hukuman dalam proses belajar mengajar. Bila penguatan ini diterapkan maka akan mempengaruhi semangat siswa dalam pembelajaran. Penguatan dapat diberikan guru dalam bentuk pujian, sedangkan hukuman dibuat agar siswa jera. Hal tersebut merupakan kelebihan teori behavioristik. Adanya pencapaian target tertentu dalam teori behavoristik membuat siswa juga tidak kreatif dan tidak produktif, inilah yang menjadi kelemahan teori tersebut. Dalam teori kognitif proses belajar sangat berpengaruh terhadap kemajuan intelektual siswa. Namun disisi lain perkembangan moral kepribadian siswa menjadi sangat miskin karena teori ini hanya mengoptimalkan kemampuan intelektual saja tanpa memperhatikan aspek moral. Seharusnya proses pembelajaran harus mampu menjaga keseimbangan antara peran kognisi dan afeksi sehingga lulusan pendidikan mempunyai keseimbangan antara intelektual dan moral kepribadian. Teori konstruktivisme memberikan kebebasan kepada peserta didik untuk belajar dimanapun dan kapanpun tidak harus di ruang kelas sehingga memberikan keleluasaan pada peserta didik dalam memperoleh pengetahuan yang lebih luas. Dalam hal ini siswa lebih aktif sehingga guru memberikan fasilitas yang lebih dalam pengajaran. Teori humanistik menekankan pada perkembangan kepribadian individu dalam membangun hal-hal yang positif yang berkaitan dengan emosi positif individu. Individu diajak untuk jujur, menghargai dan menghormati orang lain serta emosi positif lainnya. Selain itu siswa diajak untuk berimajinasi agar perkembangan otaknya lebih terlatih.

Sejalan dengan kemajuan IPTEK teori-teori pembelajaran juga mengalami pergeseran yang mengarah pada kemajuan pendidikan. Pada teori behavioristik lebih ditekankan pada pemberian stimulus oleh guru dan siswa merespon stimulus tersebut. Sehingga pembelajaran terkesan otoriter, siswa hanya bersifat pasif dan menerima apa yang dijelaskan guru. Disini hukuman juga berlaku sebagai efek dari kesalahan yang dilakukan siswa. Hal tersebut membawa dampak yang signifikan pada siswa, yaitu siswa merasa tertekan dan melakukan pemberontakan. Perilaku tersebut telah disadari oleh para pendidik sehingga untuk mengantisipasinya muncullah adanya pergeseran teori, misalnya model pembelajaran active learning yang dianggap lebih efektif dan efisien serta melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam mengeksplor perkembangan dirinya. Pada teori kognitif cenderung melakukan praktek sehingga kemampuan siswa dapat terasah dan kemampuan aspek rasional siswa dapat berjalan secara optimal. Teori belajar konstruktivisme menekankan pada pengembangan potensi siswa sehingga siswa dituntut untuk aktif, kreatif dan kritis sehingga guru hanya berperan sebagai fasilitator saja. Namun dalam kenyataannya teori ini kurang bagus diterapkan karena apabila ada siswa yang memiliki kemampuan yang lemah / motivasi rendah maka akan tertinggal oleh teman-teman lainnya. Perkembangan teknologi membawa pergeseran pada teori ini misalnya adanya internet siswa harus lebih mengembangkan dirinya untuk lebih aktif dalam mengakses informasi dan materi belajar secara mandiri. Sedangkan pada teori humanistik memiliki sifat yang ideal yaitu memanusiakan manusia.Teori ini lebih menitikberatkan pada siswa agar berfikir induktif dimana siswa lebih mengedepankan pengalaman dan siswa aktif dalam pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa teori konstruktivisme mendekati sama dengan teori humanistik, pergeserannya yaitu pada teori humanistik lebih mengedepankan terbentuknya manusia yang ideal yang mendekati sempurna.

Perkembangan IPTEK menuntut adanya inovasi dalam berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam dunia pendidikan. Teori-teori belajar tersebut dapat digunakan sebagai acuan dalam menciptakan inovasi. Kemauan guru untuk mencoba menemukan, menggali dan mencari berbagai terobosan, pendekatan, metode dan strategi pembelajaran merupakan salah satu penunjang akan munculnya berbagai inovasi-inovasi baru yang segar dan mencerahkan. Tanpa didukung kemauan dari guru untuk selalu berinovasi dalam pembelajarannya, maka pembelajaran akan menjenuhkan bagi siswa. Di samping itu, guru tidak dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Inovasi akhirnya menjadi sesuatu yang harus dicoba untuk dilakukan guna mencapai tujuan pembelajaran yang sesungguhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline