Jokowi penuh perhitungan. Piplres 2024 adalah pertempuran dahsyat. Salah sedikit, Jokowi akan terbuang. Jasanya akan dikubur dan impiannya akan sirna. Maka, detail-detail kekuatan dan kelemahan lawannya diperhitungkan dengan cermat sejak tahun 2020. Semua informasi A1 dianalisis dengan cermat. Hasilnya, Prabowo akan menjadi Presiden 2024-2029. Kesimpulan ini, diverifikasi Jokowi di akhir tahun 2022 berulang-ulang. Hasilnya tetap. Prabowolah yang akan menjadi Presiden 2024-2029.
Kini Jokowi harus bermain cerdas, cerdik dan lugas. Akankah Prabowo dirangkul atau ditendang? Jika dirangkul, maka Prabowo senang. Jokowi aman. Jika ditendang (dalam kabinet) berarti, figur Ganjar harus dipoles dengan susah payah. Tetapi hasilnya tetap kalah.
Jokowipun memutuskan, Prabowo harus dirangkul bersama dengan figur yang bersinar terang dari PDIP, Ganjar Pranowo. Jalan terbaik dan win-win solution-nya adalah menduetkan Prabowo-Ganjar atau Ganjar-prabowo. Bila kedua figur ini menyatu, maka Jokowi aman. Figur lawan mereka semacam Anies dengan mudah dikalahkan.
Usaha Jokowi untuk menduetkan Prabowo-Ganjar dilakukan secara kasat mata. Namun kedua pihak tidak ada yang mengalah. Prabowo hanya mau menjadi capres dan tidak mau menjadi cawapres. Demikian juga dari pihak Ganjar. Mega, tetap berdiri tegak. Ganjar harus menjadi capres dan bukan cawapres. Berbagai usaha dari Jokowi untuk membujuk Mega-PDIP agar Ganjar dijadikan cawapres Prabowo tetap menemui jalan terjal.
Sinyal-sinyal kuatpun terus dikirim Jokowi kepada PDIP agar melunak. Namun tetap tidak digubris. Pada akhirnya Jokowi mulai mengeluarkan tenaga dalam fase 1. Kesang direstui mengambil alih PSI dan akan merapat kepada prabowo. Ini sinyal kuat peringatan kepada Mega-PDIP agar berubah haluan. Ganjar perlu diduetkan sebagai cawapres Prabowo. Ini lebih aman dan pasti. Tetapi Mega tetap tak bergeming. Ganjar, tetap numero uno.
Melihat keras kepalanya Mega, Jokowi mengeluarkan tenaga dalam fase 2. Gibran diorbitkan sebagai cawapres Prabowo. Proses gugatan terkait umur cawapres dan capres sedang bergulir di MK. Ada tarik ulur soal keputusan di MK hingga detik-detik terakhir. Namun Mega-PDIP tetap bersikukuh. Ganjar tetap capres dan tidak boleh turun ke cawapres.
Akhirnya Jokowi mengeluarkan jurus tenaga dalam fase tiga. MK membuka ruang bagi Gibran sebagai cawapres atau capres. Tok, Gibran direstui dan maju sebagai cawapres. Prabowo langsung menerima dan jadilah Gibran cawapres resmi Prabowo. Hiruk pikuk politikpun ramai. Jokowi kemudian diserang secara membabi buta oleh pendukungnya sendiri.
Kini memasuki bulan Desember 2023 (bulan kampanye), posisi Prabowo-Gibran semakin meroket. Ganjar-Mahfud MD semakin meredup dan bahkan bersaing dengan pasangan Anies -- Muhaiman. Mengapa demikian? Ganjar-Mahfud serba salah. Jika Ganjar mengkritik pemerintahan Jokowi, hal itu sama saja bunuh diri. Itu berarti sama saja mengkritik PDIP yang berkuasa dan pendukung Jokowi. Jadi sampai saat ini, tidak ada yang dijual oleh Ganjar-Mahfud.
Lalu bagaimana dengan Anies? Anies bisa menjadikan jargon perubahan atau mengkritik pemerintahan Jokowi tanpa beban. Anies bisa merangkup pihak oposisi yang selama ini berseberangan dengan Jokowi. Jadi posisi Anis jelas. Di lain pihak, posisi Prabowo-Gibran semakin jelas dan terang. Sebagai penerus total semua kebijakan Jokowi. Jadi jelas dan terang benderang.
Sementara Ganjar-Mahfud terus berada di wilayah abu-abu, alias tidak jelas. Lebih celakanya lagi, para pendukung Ganjar hanya sibuk meramaikan politik dinasti Jokowi dan mencaci habis Gibran yang masih anak kemarin sore. Maka tak heran dari survei LSI dan Litbang Kompas, posisi Prabowo-Gibran semakin unggul. Sementara posisi Ganjar-Mahfud MD stagnan dan bahkan nyungsep.
Ternyata icon PDIP terletak pada Jokowi. Begitu Jokowi berpaling, sinar bintang cemerlang menjauhi PDIP. Dimana Jokowi pergi, di sanalah bintang terang. Jokowi keluarkan tenang dalam, bintang Prabowo-Gibran bersinar. Begitulah towi-towi.