Hari ini Rabu (13/7/2016), Jokowi melakukan konsolidasi strategis. Ia melantik Tito Karnavian menjadi Kapolri baru. Jelas, Tito adalah pilihan cerdas Jokowi. Ia menjungkir-balikkan dugaan banyak orang sebelumnya bahwa Budi Gunawan atau Budi Wasesolah yang akan menjadi Kapolri yang baru. Namun Jokowi berani mengabaikan tekanan PDIPnya Mega, setelah Golkar dan PAN merapat.
Penunjukkan Tito sebagai Kapolri baru membuat kekuatan inti Jokowi bertambah kuat. Sosok hebat Gatot Nurmantyo, Luhut Panjaitan dan disempurnakan oleh Tito Karnavian plus Gories Mere dan Diaz Hendropriyoni, akan menjadi kekuatan sempurna dalam mematikan kawan dan lawan politik Jokowi. Publik mungkin sudah mati rasa atau dinina bobokan bahwa lawan-lawan politik Jokowi pada akhir 2016 ini, sudah kocar-kacir. Namun itu adalah persepsi salah. Musuh Jokowi masih berjibun di berbagai lini.
Benar bahwa kawan politik Jokowi dari KIH dengan aktor PDIP dan lawan politiknya dari KMP sudah dikendalikan. Namun itu di permukaan saja. Ibarat gunung es di permukaan laut, PDIP dan Golkar akan sewaktu-waktu muncul meletup merongrong pemerintahan Jokowi. PDIP bisa berubah menjadi musuh dalam selimut dan Golkar bisa menjadi pengkhianat alias Brutus di pemerintahan dan DPR. Ini jelas berbahaya bagi pemerintahan Jokowi.
Selain itu, lawan-lawan politik mematikan Jokowi datang dari Bandar Narkoba. Gebrakan Budi Waseso yang membabat habis Bandar Narkoba telah membuat oknum-oknum militer dan polisi yang selama ini ikut bermain dengan Bandar Narkoba, semakin terdesak. Perintah Jokowi untuk menghabisi Bandar Narkoba (kalau ada dasar hukum maunya ditembak mati), telah membuat Bandar Narkoba menyusun kekuatan secara diam-diam.
Ada kemungkinan keterlibatan oknum Paspampres yang membeli 21 senjata illegal dari Amerika Serikat punya misi sangat rahasia. Bisa jadi, itu adalah pesanan para Bandar Narkoba, atau bisa terselip skenario khusus untuk melenyapkan Presiden Jokowi. Fakta sejarah mengingatkan kita bahwa para pengawal pribadi Presiden bisa berubah menjadi pengkhianat.
Jelas untuk meredam gejolak di masyarakat, Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, mencoba menetralisir situasi dengan mencoba mengecilkan kasus itu. Padahal sebetulnya Gatot diyakini amat terkejut dengan kasus itu yang mungkin hampir kecolongan. Ia dipastikan akan diam-diam menyeleksi amat ketat personil Paspampres dan mengubah formasi pengawalan Presiden Jokowi. Syukurlah bahwa kasus pembelian senjata illegal itu terkuak sebelum misi pembelian itu terjadi.
Lawan berikut Presiden Jokowi yang juga tidak kalah mematikan adalah para terorisme dan kelompok-kelompok radikal berbaju agama. Masuknya ISIS di Indonesia, gencarnya provokasi Abu Sayyaf yang terdesak oleh Presiden Duerte di Pihilipina, dan ingin menyeret Indonesia vs Philipina berkonflik telah membuat skala keriuhan dan gangguan keamanan baru masih riskan.
Jelas Jokowi sangat menginginkan untuk segera membubarkan ormas-ormas radikal dan menyikat habis bibit terorisme plus Bandar Narkoba. Untuk itu ia amat membutuhkan sosok Kapolri yang cerdas, bersih dan loyal. Di samping itu, Jokowi butuh pimpinan Polri yang bersih, berani dan mampu mewujudkan cita-cita Jokowi yakni revolusi mental.
Sosok yang dibutuhkan Jokowi itu ada dalam diri Tito Karnavian. Kinerja hebat Tito saat Kapolda Papua, Kapolda Metro Jaya dan kepala BNPT telah membuat Jokowi mengambil resiko kemungkinan adanya gejolak di internal Polri ketika Jokowi lebih memilih Tito. Tito diketahui melangkahi empat angkatan di kepolisian untuk melompat menjadi Kapolri.
Dengan pelantikan Tito hari ini, maka ke depan Jokowi akan (1) membukam mulut besar para elit PDIP, (2) mulut besar nan pongah Fadli Zon yang disokong Fahri Hamzah di DPR yang terus menggonggong, (3) menyikat para Bandar Narkoba sekaligus mendapat informasi lewat Goris Mere, yang sudah kenyang pengalaman di BNN dan BNPT, (4) merancang pembubaran ormas-ormas radikal berbaju agama, (5) menyikat para mafia pajak dan mensukseskan program Tax Amnesty, dan (6) mengamankan Ahok di DKI Jakarta dari rongrongan para politikus busuk di Pilkada 2017 mendatang.
Tentu saja penunjukkan khusus Goris Mere sebagai staf khusus bagian intelijen, adalah bagian dari strategi Jokowi untuk mengimbangi kinerja BIN-nya Sutiyoso yang semakin melemah dalam menyikat mafia Narkoba yang masih bercokol dan ormas-ormas ganas yang masih bersuara lantang. Namun Jokowi tidak sampai melengserkan Suityoso karena faktor balas jasa saat Pilpres 2014 lalu.