[caption caption="Saipul Jamil (Foto Okezone.com)"][/caption]Publik geger dengan ulah artis dangdut Saipul Jamil. Tidak puas dengan lawan jenis macam Dewi Persik, ia pun garap DS, bocah remaja 17 tahun. Mirisnya, bocah yang dia garap habis itu bukan cewek kinyis-kinyis, tetapi cowok mangkis-mangkis alias sesama jenisnya. Atas perbuatannya, Saipul Jamil yang telah mengakui tindakan asusila itu sendiri, ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi (Kamis, 18/2/2016).
Saipul Jamil yang terlihat alim bak ulama di program Indosiar D’Academy 3 itu rupanya punya daya tarik kepada sesama jenis. Gosip tentang kelainan seksual para artis kita dibuktikan sendiri oleh Saipul Jamil. Sebelumnya sudah ada laporan atas nama Indra Bekti tentang dugaan pencabulan kepada RP (23) yang juga sesama lelaki. Alamak. Apa enaknya dan dimana letak sensasinya ‘main’ kepada sesama jenis itu alias homo dengan homo itu? Bukankah hal itu sangat jijik bagi kaum lelaki yang normal? Saya terpaksa memutar kembali ingatan masa lalu begitu mendengar ‘main sesama jenis’ itu.
Pada tahun 1980-an, di kampung saya sendiri, ada gosip tersebar dan sama sekali tidak menarik perhatian kami yang masih anak-anak SD waktu itu. Ada seorang lelaki (sebut saja A), saat itu umurnya berkisar 30-an, belum menikah, suka mencuri dan pengangguran sangat sayang dan baik sekali kepada anak-anak remaja. Selidik punya selidik, rupanya lelaki ini doyan main belakang (maaf lewat anus) kepada remaja-remaja itu. Cukup dengan imbalan sebungkus Indomie plus telur kampung dan rokok, para remaja korbannya mau-mau saja.
Belakangan tindakan asusilanya itu tercium dan didengar orang-orang sekampung berkat pengakuan beberapa remaja itu. Anehnya, karena pada waktu itu belum ada TV di kampung, telepon, HP apalagi internet, orang-orang kampung yang buta hukum, sama sekali tidak ada yang melaporkannya kepada aparat penegak hukum. Entah sudah berapa banyak korbannya, sudah berapa lama perbuatan itu dilakukan, tak ada yang tahu. Sampai sekarang pun, pria A itu masih hidup, sudah beristeri dengan tiga orang anak, aman-aman saja. Yang saya catat di sini, si A itu normal, suka kepada lawan jenis, tetapi juga mau ‘main’ kepada sesama jenis.
Di tempat yang lain dengan waktu yang berbeda, teman saya yang pernah menjadi pengawas asrama laki-laki menuturkan. Ketika dia patroli berkeliling asrama tengah malam jam 12, dia sering memergoki anak-anak SMA ‘main’ bersama di kamar asrama. Satu kamar asrama rata-rata dihuni 6-12 orang. Ketika mereka dipergoki sedang main kuda-kudaan, mereka langsung berhenti dan bersujud menyembah kepada pengawas asramanya agar perbuatan mereka tidak dilaporkan kepada pemimpin asrama.
Anak-anak itu pun menyogok pengawas asramanya dengan mentraktirnya mie soup ayam selama seminggu non-stop setiap malam. Astaga. Anak SMA sudah belajar menyogok. Teman saya yang berperan sebagai pengawas asrama itu pun setuju. Jadilah kongkang-lingkong anak asrama dengan pengawasnya dengan imbalan mie soup ayam yang lezat itu. Praktek asusila anak-anak asrama di tengah malam pun berlangsung aman. Sekarang, anak-anak SMA itu sudah umur 40-an tahun, hampir semuanya menikah, punya anak dan menjalani hidup seperti biasa. Yang saya catat di sini adalah anak-anak SMA itu normal, namun juga suka sesama jenis.
Itu hanya dua kisah nyata yang saya beberkan di sini di antara ratusan bahkan ribuan kisah lainnya. Pertanyaannya, apakah Tuhan yang di atas sana mengijinkan lelaki main dengan sesama lelaki? Saya ingat Kitab Suci orang Kristen dan Islam tentang kisah Sodom dan Gomora. Orang-orang Sodom dan Gomora sudah punya isteri. Namun kaum lelaki di sana saat itu suka ‘main’ belakang (maaf anus) kepada isterinya dan juga kepada sesamanya lelaki. Tuhan pun marah besar dan menghancurkan Sodom dan Gomora dengan api dari langit.
Pertanyaan yang membuat saya penasaran adalah apa enaknya dan dimana sensasinya main sesama jenis lelaki lewat (maaf) dubur atau anus? Saya akhirnya dipaksa googling di google. Berikut penelusuran saya. Maaf kalau sedikit porno, namun saya hanya menyajikan informasi ilmiah yang mungkin berguna untuk menghindari perilaku seksual menyimpang itu.
Rupanya menurut mbak Google, main di belakang itu (bottom) merupakan sesuatu yang menyenangkan. Persyarafan yang mensyarafin daerah anus dan sekitarnya asalnya sama dengan syaraf yang mensyarafin daerah organ kelamin seperti penis dan vagina. Syaraf di sekitar anus sangat peka terhadap rangsangan sama dengan daerah penis. Jadi apabila mendapat rangsangan baik disentuh, diraba, ditekan atau dijilat akan memberikan sensasi sama seperti halnya rangsangan pada daerah penis.
Adanya rangsangan merenggang daerah lubang anus dan rasa penuh daerah rektum merupakan suatu rangsangan yang sangat disukai beberapa orang . Apabila rangsangan ini terjadi berulang ulang akan membuat seseorang bisa menjadi ejakulasi. Pada wanita yang menyukai anal sex rasa inilah yang sangat disukai. Ini yang terpenting pada saat penetrasi daerah anal, ujung penis pada posisi tertentu akan menyentuh daerah prostat. Rangsangan yang berulang ulang akan menimbulkan rangsangan seperti massage daerah prostat. Inilah yang sangat disukai semua orang. Prostat biasa dikenal dengan P-Spot , seperti G-Spot pada wanita.
Kembali kepada kasus Saipul Jamil, Indra Bekti dan dua pengalaman yang agak dekat dengan lingkup hidup saya di atas. Kisah Saipul Jamil adalah kisah lelaki normal namun suka dengan sesama jenisnya. Perilaku homo dengan homo itu kalau ditelusuri dalam sejarah, sudah ada sejak dulu, sejak masa para Nabi. Rasa kenikmatan duniawi tidak pernah memuaskan manusia itu sendiri. Manusia cenderung berimprovisasi, mencari terus jalan pemuasan dirinya dan tidak mengenal kata cukup. Manusia pun berlindung atas nama Hak Azasi, atas nama kodratnya, atas nama pembawaannya sejak lahir untuk melakukan penyimpangan seksual. Padahal sebetulnya manusia itu pada dasarnya cukup normal namun masih mau mencari pemuasan yang bervariasi, dan membiarkan dirinya tunduk kepada hawa nafsunya secara membabi buta. Itulah lanjutan zaman edan dari Sodom dan Gomora.