Peta politik di DPR kembali berubah pasca kemenangan Golkar kubu Aburizal Bakri (Ical) dan PPP Djan Farizd di MA (20/10/2015). Kemenangan dua partai anggota KMP itu dimaknai sebagai kemenangan KMP baru. Sejak dualisme kepengurusan partai Golkar dan PPP, Aburizal Bakri dan teman-temannya di KMP sibuk bertarung di pengadilan. Untuk menghemat energi, KMP yang dikomandoi oleh Aburizal memilih tiarap sementara waktu untuk menjegal pemerintahan Jokowi. Perlawanan yang semula digagas oleh KMP seperti usulan hak angket terkait kenaikan BBM, SK kontroversial Golkar Agung Menkumham Yasonna Laoly dan sumber dana tak jelas berbagai kartu sakti Jokowi terpaksa dibiarkan menguap begitu saja.
Sepuluh bulan sudah, KMP yang terus dilanda konflik internal, seolah-olah mati suri. Semula banyak pihak yang memprediksi bahwa KMP sudah tamat. Apalagi PAN yang menjadi rohnya KMP, sudah pindah haluan dan bergabung dengan pemerintahan Jokowi, maka lengkaplah penderitaan para elit-elit KMP. Namun episode mati surinya KMP itu hanya koma dan bukan mati tak bergerak. Kini pasca keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah memberikan kepengurusan Golkar dalam genggamannya, Aburizal Bakri mulai bangkit dari aksi tiarapnya dan mulai bermanufer.
KMP kemarin (20/10/2015) mulai melakukan pertemuan dengan mengundang SBY sebagai pemegang utama kendali partai Demokrat. Pertemuan itu berlangsung di The Dharmawangsa Hotel, Jakarta Selatan, secara tertutup. Para elit KMP yang hadir adalah Ketum Gerindra Prabowo Subianto, Ketum Golkar Aburizal Bakrie, Presiden PKS Sohibul Iman, Ketum PPP muktamar Jakarta, Djan Faridz, Ketum PAN Zulkifli Hasan, serta Ketum PBB Yusril Ihza Mahendra. SBY menjadi tamu khusus di pertemuan tersebut.
Agenda pertemuan itu bisa dinilai sebagai langkah awal untuk menyamakan persepsi dan tujuan lainnya untuk melobi SBY untuk mau bergabung kembali dengan KMP. KMP tentunya mulai lagi menghitung kekuatan. Bila mereka di atas angin, maka KMP memulai lagi manufer-manufer licik KMP untuk mengkadali KIH. Bisa diprediksi dengan berubahnya peta kekuatan poltik di DPR, maka KMP vs KIH jilid kedua kembali memanas. Namun tensi politik di DPR itu amat sangat dipengaruhi oleh permainan dua kaki partai Demokrat.
Kini, penentu siapa yang menang bila terjadi voting dalam menggolkan sebuah undang-undang antara KMP vs KIH ke depan adalah SBY sebagai pemegang kendali atas Partai Demokrat yang telah menyatakan dirinya sebagai partai penyeimbang. Bila dihitung kekuatan KMP di DPR sebelumnya terlihat bahwa KMP di DPR berkekuatan 258 kursi. Detailnya Golkar 91 kursi, Gerindra 73, PKS 40, PAN 48, dan PPP loyalis Djan Faridz 6. Sedangkan KIH hanya memiliki 241 kursi, dengan detail PDIP 109 kursi, PKB 47, NasDem 36, Hanura 16, PPP loyalis Romahurmuziy 33. Demokrat dengan 61 kursi tidak dihitung masuk ke kubu manapun.
Kemudian, PAN menyatakan dukungan ke pemerintahan Jokowi. Dengan demikian, KIH makin kuat. Total kekuatan KIH menjadi 289 kursi, unggul jauh dari KMP yang tinggal 210 kursi. Hanya saja, PAN yang menyatakan dukungan ke pemerintah masih tetap menghadiri acara-acara KMP. Dengan kedudukan tersebut, apabila Partai Demokrat yang menjadi penyeimbang merapat ke KMP, jumlah kekuatan koalisi pendukung Prabowo-Hatta itu hanya 271 kursi, masih kalah dibanding jumlah kursi KIH.
Namun dengan adanya putusan MA yang memenangkan PPP kubu Djan, kubu Romi dan Agung di DPR diprediksi tidak akan lagi bisa berkutik. Kasasi yang mungkin akan diajukan oleh kubu Romy dan Agung Laksono tidak bisa lagi diharapkan. Diprediksi suara 33 loyalis Romahurmuziy tak lagi bulat, bisa jadi ada yang menyeberang ke kubu Djan yang mengantongi putusan MA. Dengan demikian, KMP memiliki kekuatan 243 kursi sementara KIH mempunyai 256 kursi. Jelas perbedaan kekuatan KMP dan KIH makin tipis. Ujung-ujungnya, Partai Demokrat yang memiliki 61 kursi menjadi penentu.
Jika Demokrat merapat ke KMP, maka jumlah kursi KMP adalah sebanyak 304. Tentu saja ini akan membuat KIH gigit jari jika ada voting di DPR. Maka lobi-lobi KMP kepada SBY sangat penting untuk mengajak Partai Demokrat mendukung keputusan yang akan diambil di parlemen. Setelah MA memenangkan Golkar kubu Ical dan PPP kubu Djan, peta kekuatan KMP vs KIH berubah. Bila KMP berhasil membujuk Demokrat untuk mendukung keputusan-keputusan mereka, tentu saja akan lebih mudah gol di parlemen.
Situasi politik di parlemen yang sebelumnya telah cair, kemungkinan kembali berhadap-hadapan antara KMP-KIH, membuat posisi SBY sangat menentukan. Watak para pemimpin elit KMP yang masih belum melupakan kekalahan pada Pilpres lalu akan kembali bermanufer dengan mengkadali KIH dan Presiden Jokowi seperti yang mereka lakukan saat memilih pimpinan DPR dan MPR. Namun itu hanya bisa mereka lakukan kalau Demokrat berada di kubu mereka. Tentu saja SBY akan bermain dengan cerdik. SBY akan memakai rumus sederhana. Jika ada kebijakan DPR baik dari kubu KIH maupun dari KMP menguntungkan partainya, maka SBY akan mengarahkan dukungan partai Demokrat ke kubu yang dimaksud.
Bisa jadi, SBY akan memanfaatkan kesempatan untuk membalas Ical yang mengkadali dirinya terkait kasus Century. Bila ada situasi yang sangat krusial, maka Demokrat akan bermain api. Pada awalnya Demokrat mendukung KMP namun pada akhirnya dan berbalik haluan melawan KMP. Ical sendiri sudah merasakan tembakan langsung Demokrat terkait Pilkada lewat DPRD. Saat Munas Bali, Ical mengumumkan bahwa KMP termasuk Demokrat mendukung Pilkada lewat DPRD. Akibat pernyataan Ical itu, SBY langsung keluar dari KMP dan menyatakan partainya sebagai penyeimbang. Manufer SBY itu membuat Ical kelabakan yang pada akhirnya UU Pilkada lewat DPRD dibatalkan dan kembali kepada Pilkada langsung sesuai dengan Perpu yang telah dikeluarkan SBY sebelumnya.
Namun politik selalu berubah dalam hitungan menit, karena kepentingan masing-masing pihak. Untuk sementara, kemenangan Golkar Ical dan PPP Faridz di MA telah merubah kembali peta kekuatan politik di DPR. KMP kembali merajai parlemen dan akan memaksakan keinginan mereka kepada pemerintah. Para elit KMP akan melakukan berbagai manufer untuk menambah daya tawar mereka berhadapan dengan Presiden Jokowi dan KIH. Namun kunci manufer KMP itu amat teergantung kepada SBY sebagai pemegang kendali partai Demokrat. Apakah konflik KIH vs KMP jilid kedua, ketiga dan seterusnya akan kembali terulang? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.