Lihat ke Halaman Asli

Kisah-kisah Nyata, Tradisi Dug Deran di Kota Semarang

Diperbarui: 22 Juni 2024   17:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://menpan.go.id/site/berita-terkini/semarang-tandai-kehadiran-ramadan-dengan-tradisi-dugderanInput sumber gambar

Pada tahun 80-an hingga menjelang 2000-an, tradisi Dug Deran yang selalu diadakan menjelang bulan puasa di kota Semarang adalah momen yang sangat dinantikan oleh warga Semarang dan sekitarnya. Tradisi ini merupakan pasar tahunan yang penuh dengan penjual mainan, makanan, dan berbagai barang lainnya. "Mremo" itu istilah para pedagang di area dug deran. Suasana begitu meriah dengan warna-warni mainan yang tergantung di setiap sudut area, aroma makanan khas yang menggoda, dan tawa riang anak-anak yang berlarian ke sana kemari.

Di tengah keramaian itulah aku, yang masih duduk di kelas 2 SMP, ikut membantu tetanggaku " Mremo " ini pengalaman pertamaku berjualan dan dapat duit. Aku menjual mobil-mobilan kayu, mainan yang disukai anak-anak saat itu. Dilapak kecil, kutata berbaris mobil mobilan kayu daganganku, dan berharap bisa menarik perhatian banyak pengunjung, terutama kaum anak - anak.

Hari pertama, aku gugup. Setiap kali ada anak yang mampir dan memegang mainan yang kujual, hatiku berdebar-debar. Ketika ada yang membeli, aku merasa bangga dan bahagia. Aku ingat betul bagaimana senyuman anak-anak saat menerima mobil-mobilan mereka, dan bagaimana orang tua mereka mengangguk puas setelah membayar.

Selama seminggu penuh, aku menjual mobil-mobilan di pasar Dug Deran. Meski lelah berjualan, perasaan senang tak terkira. Setiap pualng aku segera stor hasil penjualan ke tetanggaku, aku menghitung uang hasil jualan dengan teliti. Pada akhir dugderan, total pendapatanku mencapai Rp 500. Bagi seorang anak seusiaku, jumlah itu sangat besar. Aku merasa seperti orang dewasa yang bisa menghasilkan uang sendiri. Kebahagiaan itu begitu sederhana namun sangat berarti.

Sayangnya, tradisi Dug Deran ini kini musnah ditelan zaman. Pasar tahunan yang dulu begitu meriah kini hanya tinggal kenangan. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi telah menggeser kebiasaan masyarakat. Namun, kenangan manis tentang seminggu penuh kebahagiaan itu tetap abadi dalam ingatanku.

Pengalaman pertama bekerja dan mendapatkan uang dari hasil keringat sendiri memberikan pelajaran berharga yang tak ternilai. Meski tradisi itu telah hilang, semangat dan kebahagiaan yang pernah kurasakan akan selalu menjadi bagian dari diriku.

Semoga segera diadakan lagi kegiatan seperti ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline