Oleh: Lofty Andjayani
Pandemi Covid-19 sudah berlangsung di Indonesia selama satu tahun terhitung dari tanggal 2 Maret 2020 sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya warga Indonesia yang positif terkena virus Corona.
Merebaknya kasus positif Corona yang kian hari kian bertambah ini, telah banyak mengubah gaya hidup dan kebiasaan masyarakat termasuk juga para pelajar dan mahasiswa. Baik mereka yang merantau ataupun yang menempuh pendidikan di kampung halaman sendiri.
Mereka dituntut untuk terbiasa dengan program baru dalam dunia pendidikan di masa Covid-19 yaitu Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang biasanya dilakukan dari rumah ataupun tempat indekos.
Kebijakan yang dikeluarkan sejak tanggal 23 Maret 2020 ini semakin menambah beban belajar para peserta didik, seiring dengan terbatasnya pemantauan guru dan juga dosen terhadap progress belajar mereka.
Hal ini berbanding lurus dengan bertambahnya jumlah tugas yang harus dikerjakan untuk mengimbangi jam belajar yang cenderung lebih santai dan waktu yang dinilai lebih fleksibel. Dibilang lebih santai sebab peserta didik tidak perlu persiapan khusus untuk tampil rapi ataupun berseragam seperti halnya pada saat pembelajaran offline, kemudian dikatakan fleksibel karena waktu pembelajaran bisa dimulai kapan saja sesuai kesepakatan bersama.
Namun dengan kemudahan ini, tidak sedikit pula dari para pelajar maupun mahasiswa yang merasa tidak senang. Pembelajaran online malah membuat kebanyakan dari mereka merasa stres. Belum cukup sampai di situ, kesabaran mereka pun diuji lagi dengan sulitnya akses internet di tempat mereka belajar. Selain itu, ada pula sebagian dari siswa dan juga mahasiswa ini yang tidak memiliki gawai, serta hambatan lain seperti perangkat yang digunakan tidak kompatibel atau tidak sesuai dengan spesifikasi untuk melakukan pembelajaran, misalnya seperti video conference.
Image belajar santai masa pandemi pun pudar seketika. Meskipun begitu, mereka tetap punya jalan keluarnya masing-masing untuk memeroleh kesenangan dibalik stres yang menimpa mereka. Di satu sisi, ada yang mengisi kegiatan di sela-sela daring ini dengan hal positif, seperti mencoba keahlian dalam membuat makanan ataupun minuman yang sedang viral di YouTube, mengikuti kompetisi online, dan lain sebagainya.
Akan tetapi, di sisi lainnya tidak sedikit juga di antara mereka yang melampiaskan stres ke makanan, menyetok makanan yang mengandung asupan tinggi gula, lemak, dan karbohidrat, yang dikenal sebagai makanan yang bisa menjadi penenang dikala situasi kurang menyenangkan. Kemudian mereka memakannya sewaktu-waktu jika merasa stres untuk menetralkan rasa penat. Alhasil hal yang tidak diinginkan pun terjadi, jarum timbangan bergeser ke kanan.
Setelah mendapati naiknya berat badan, stres ini terus meningkat hingga menyebabkan bertambahnya nafsu makan sebagai bagian dari pelampiasan naiknya berat badan. Berputar begitu seterusnya seperti membentuk siklus. Tentunya secara medis hal ini tidak baik untuk dilakukan secara terus menerus. Diperlukan usaha yang besar untuk memutus siklus ini. Apalagi di masa pandemi, terpenuhinya asupan gizi untuk membangun imun tubuh sangat diperlukan.