Lihat ke Halaman Asli

Masjid Paris Tempat Berlindung Warga Yahudi

Diperbarui: 11 Juni 2017   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi Pribadi

"Les Hommes Libres" (Free Man), karya Ismael Ferroukhi, merupakan film yang bercerita tentang seorang pemeluk Yahudi, Salem Halali, dan Si Kaddour Benghabrit, salah satu elit Muslim pertama yang berinisiatif untuk membangun Masjid Raya Paris. Diceritakan dalam kisah aslinya, Salem, seorang imigran dari Algeria yang bermukim di Paris mendapatkan perlindungan dari Si Kaddour dari ancaman Nazi Jerman ketika tragedi Holocaust. Konon, masjid ini, dahulunya, menjadi tempat berlindung bagi sekitar 500-1600 warga Yahudi ketika Perang Dunia II. Lebih dari itu, kisah di film ini juga menceritakan latar belakang kehidupan komunitas Muslim pertama di Perancis.  

Dari film inilah saya terinspirasi untuk melihat keberadaan masjid tertua di Paris yang turut mewarnai sejarah Holocaust lebih dekat. Di Berlin, Masjid Wilmersdorf atau biasa dikenal dengan Masjid Ahmadiyah Lahore dinyatakan sebagai salah satu masjid tertua di Berlin yang dibangun tahun 1924. Beberapa waktu lalu, saya sempat menilik bangunan tua ini dengan berbagai kisah, perkembangan, dan sikap komunitas muslim saat itu ketika Nazi mulai mengambil alih kekuasaan.

Grande Mosquee de Paris dibangun sebagai rasa hormat atas ribuan umat muslim yang turut berperang membela Perancis ketika Perang Dunia I. Mayoritas dari mereka berasal dari negara koloni, seperti Aljazair, Maroko, Tunisia, dan beberapa negara di Afrika Utara. Selain itu, masjid ini juga menjadi simbol atas kehadiran Islam, yang pada akhirnya turut mewarnai identitas masyarakat di tanah Paris hingga saat ini.

Masjid Bernuansa Maghreb

Tepat di belakang Jardine des Plantes, pintu kayu tebal menutup bangunan masjid yang dari luar tampak sederhana. Cat putih, dengan ornamen oriental yang sangat kental, dipadankan dengan menara putih menjulang bergaya Mudejar seakan ingin menyapa siapa pun yang hendak beribadah, dan mereka yang ingin mengenal komunitas Muslim di Perancis lebih dekat.

Tidak mudah untuk menemukan masjid ini, khususnya bagi kami yang hanya mengandalkan peta dan kunjungan kami ke Perancis untuk pertama kalinya. Beberapa kali bertanya kepada warga sekitar, dan hanya menemukan jalan buntu. Namun, hal itu terbayar ketika kami melihat ujung menara, juga sesekali suara adzan yang turut menjadi penunjuk arah untuk sampai ke salah satu masjid terbesar di negara Napoleon ini.

Tidak terlihat begitu ramai, hanya beberapa polisi Perancis tampak berjaga-jaga di sekitar area masjid. Sesekali terlihat berdiri tegak di depan pintu utama sembari memegang senapan panjang, lengkap dengan kacamata hitam. Paling tidak itulah pemandangan yang kami lihat saat pertama kali sampai di area ini.

Ciri khas utama yang saya perhatikan dari arsitektur masjid ini adalah menara. Model Mudejar, atau biasa disebut dengan Moorish Styles terlihat sangat kental, baik dari bentuk dan ornamen yang mengelilingi menara dengan ketinggian 33 meter. Pilar-pilar dengan mozaik khas Andalusia menghiasi beberapa sudut masjid, juga air mancur di tengah-tengah bangunan seperti memberi kesan lain di tengah situasi metropolitan Kota Paris.

Konon, ubin khusus yang menghiasi dinding masjid ini dibawa langsung dari Maroko. Biasanya disebut dengan Zellij, mozaik khas Andalusia bercorak geometri, yang awalnya hanya terdiri dari tiga warna utama, yaitu biru, hijau, kuning, dan merah. Tidak hanya dinding, ubin ini biasanya dipakai untuk menghiasi kolam, dinding, atap, juga meja. Memasuki masjid ini seolah memasuki dimensi lain, terlebih ketika melihat taman di dalam area masjid semakin menambah kesan teduh, nyaman, dan bercorak.

Masjid ini dibangun dengan berbagai tujuan, termasuk mengenalkan kepada masyarakat Perancis akan hadirnya komunitas muslim, termasuk ritual, tradisi, dan kultur yang lekat dengan identitas asli mereka, Arab. Tidak hanya tempat ibadah, di dalam area masjid ini juga terdapat Hammam (Turkish Bath), restoran dengan berbagai menu Mediterania, juga halaman utama yang dipenuhi dengan marbel biru dan taman yang kental dengan nuansa Moorish. Terlihat, beberapa pengunjung, baik turis lokal maupun asing, turut menikmati rangkaian arsitektur khas Maghreb di tengah maraknya bangunan modern Kota Paris.  

Membangun Islam di Perancis

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline