Lihat ke Halaman Asli

Al Hambra Istana Merah di Bukit Sabikha

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14176381381534026597

Al-Hamra, nama yang sering disebut-sebut oleh ratusan penyair, ilmuwan, seniman, bahkan oleh orang-orang di luar semenanjung Iberia beberapa abad silam. Kata ini berasal dari bahasa Arab, yang berarti 'merah'. Oleh lidah Spanyol, Al-Hamra sedikit bergeser menjadi Alhambra. Istana Alhambra merupakan salah satu peninggalan umat Muslim Andalusia yang masih utuh dan termasuk dalam naungan UNESCO. Romatisme masa lalu membuat saya seakan kembali hidup beberapa abad silam di negeri penuh legenda ini.

Istana Alhambra tak ubahnya sebuah simbol kegemilangan peradaban Islam yang dibangun selama hampir empat abad. Dimulai dari bangunan sederhana yang berupa benteng pada tahun 889, kemudian direnovasi menjadi istana megah nan mewah oleh Sultan Yusuf I tahun 1333. Ketika Dinasti Nasrid berkuasa, Alhambra mencapai puncak seni arsitektur yang populer di penjuru Eropa. Tidak hanya istana, Alhambra juga diibaratkan sebagai sebuah medina (kota) karena terdiri dari bangunan-bangunan umum, seperti masjid, hammam (pemandian Arab), madrasah, sekaligus komplek militer.

Taman Surga

Musim semi merupakan waktu yang tepat untuk berkunjung ke Alhambra. Warna-warni bunga mawar, udara yang segar, semilir angin dari puncak Gunung Sierra Nevada memberikan nuansa romantisme masa lalu yang kian menjadi-jadi. Belum lagi suara gemericik air yang tidak akan pernah berhenti mengaliri dan menghiasi fountain di tengah-tengah taman. Damai sekali rasanya.

Pada zaman ini, hampir segala bidang ilmu telah mencapai puncaknya. Baik matematika, filsafat, astronomi dll. Tak ayal, bangunan istana Alhambra tak luput dari pertimbangan matang para arsitekturnya. Dari segi pengairan dan irigasi misalnya. Mereka mengalirkan langsung air dari Sierra Nevada melalui dam-dam buatan, yang berjarak sekitar 10 kilometer dari istana. Airnya secara langsung dialirkan ke taman-taman sampai ke dalam istana bahkan sampai ke kamar sang sultan. Airnya pun jernih dan bersih.

Adalah Jennat Al-Arif, atau biasa disebut dengan Garden of the Architect, sebuah villa khusus sang Raja yang berada di ujung taman Alhambra. View Albayzin, perkampungan orang Arab terdahulu, membuat Raja dengan mudah melihat dan mengontrol keseharian rakyatnya. Stucco-stucco khas arsitektur Moor, begitu juga dengan hiasan Muqarnas, hampir menghiasi seluruh dinding dan sudut-sudut villa ini. Mereka seakan berhasil membangun miniatur ‘surga’ yang terlihat dari keindahan taman Alhambra. Begitu mempesona.

[caption id="" align="aligncenter" width="300" caption="Al Hambra"]

14176379151098451052

[/caption]

Misteri di Balik Tulisan Kaligrafi

Kuffic merupakan seni kaligrafi yang paling mendominasi di seluruh bangunan Alhambra. Apalagi di dalam istana Nasrid. Paling tidak, mata saya seakan tak berkesudahan menangkap rangkaian tulisan yang terpahat indah di dinding, pillar bahkan di atap istana ini. Rangkaian ayat-ayat Al-Quran dan motto kerajaan yang berbunyi “Wa La Ghaalib Ila Allah” berjejer rapi dan sejajar sekaligus memancarkan nuansa emas yang begitu mempesona.

Para pengunjung tak henti-hentinya memandang dan berdecak kagum sembari sesekali mengabadikan ornamen khas Andalusia dengan berbagai jenis kamera. Bapak security juga nampak sigap mengawasi kawanan turis yang sedang asyik memotret seluk-beluk bangunan. Tak ketinggalan, saya pun juga ikut mendokumentasikan bagian-bagian istana, tentunya yang paling menarik hati.

Misteri di balik beragamnya iconography di Istana Alhambra membuat saya harus berhenti dan membaca dengan teliti satu per satu. Rasanya seperti di film Da Vinci Code, yang mencoba menguak tabir tulisan di setiap sudut bangunan. Tentunya, selain yang terlihat jelas seperti motto kerajaan dan ayat suci Al-Qur’an. Sedikit menegangkan memang, namun mengasyikkan.

Puisi Sang Penyair

Adalah qasidah atau bait-bait puisi yang ditulis oleh seorang penyair kerajaan sekaligus negarawan Granada, Ibn Zamrak. Sebagai seorang wazir dan sekretaris pribadi, Ibn Zamrak mendapat tugas yang prestisius dari sang raja untuk menghiasi dinding istana merah ini. Saya sungguh terpikat dengan puisi ini. Bahkan ketika sebelum berangkat ke Granada terlebih dahulu saya mencari informasi terkait dengan puisi Ibn Zamrak. Lengkap.

Meskipun pesan yang disampaikan puisi tersebut berbeda satu dengan yang lain, paling tidak, bait-bait ini seakan menjadi saksi atas keindahan dan kegemilangan Alhambra. Bait-bait Ibn Zamrak tertuliskan beberapa bagian Istana Nasrid, yaitu The Court of the Lions, The Hall of Two Sister, Fountain of Daraxa’s Garden dan Daraxa’s Mirador.

Memang harus jeli melihat rangkaian kaligrafi yang memenuhi ruangan sang raja. Rangkaian panjang puisi Ibn Zamrak memenuhi hampir seluruh ruangan, dari yang menjuntai ke bawah sampai berbentuk horizontal. Ornamen dengan bentuk tumbuh-tumbuhan menjadi pelengkap atas keindahan puisi tersebut. Selain itu, dekorasi dengan landasan geometri yang begitu rumit membuat beberapa pengunjung saling adu argumen. Termasuk bule di samping saya.

Perkampungan Arab

Jalanan yang sempit, menanjak, dan berbatuan khas Maghribi menjadi keunikan Albayzin. Kata ini berasal dari segerombolan kawanan muslim yang berpindah dari Kota Baeza ketika pasukan Kristen berhasil mengambil alih beberapa daerah di Andalusia pada abad ke-13. Perkampungan ini berada di seberang Istana Alhambra, yang dipisahkan oleh Sungai Darro. Nuansa Timur Tengah seakan tak terelakkan. Eksotis.

Beberapa warganya juga masih menggunakan bahasa Arab, tentunya mereka adalah imigran dari Maroko. Penjaja suvenir beradu kepiawaian untuk menarik konsumen. Bermacam-macam, ada yang menawarkan keramik khas Andalusia, kain tenun Maroko sampai piring-piringan logam bertuliskan Alhambra. Yang paling banyak diminati turis, tentu, logo khas Alhambra bertuliskan ‘Wa La Ghalib Ila Allah’ yang terpahat apik di piring pajangan dengan background Istana Merah.

Hammam Al-Andalus

Tak jauh dari penjual suvenir, tepatnya di Jalan Carrera del Darro, terdapat public bath atau yang lebih populer dengan sebutan Hammam. Dahulu, dalam tradisi Arab Andalusia, public bath merupakan sarana yang digunakan tidak hanya untuk menyucikan diri, namun juga sebagai ruang publik. Isu-isu politik, sosial, dan agama tak jarang menjadi topik perbincangan masyarakat Andalusia ketika berada di Hammam. Masyarakat Granada menyebutnya dengan El Banuelo, atau “Axares” yang diambil dari nama jalan ketika bangunan ini didirikan.

El Banuelo, merupakan salah satu Hammam yang masih berdiri dan terpelihara dengan baik sampai sekarang. Dibangun pada abad 11 M, kesan kokoh masih terlihat dari batu-batu bata yang menjadi fondasi dasar El Banuelo. Ketika masuk, saya terkesima dengan pantulan cahaya yang berbentuk seperti bintang perlahan masuk menerangi area tertentu yang dahulunya digunakan sebagai kolam. Kontras sekali dengan sudut lain yang terlihat gelap dengan pilar-pilar tegak seolah menjadi sekat yang tersusun.

Memasuki El Banuelo, saya ditemani seorang penjaga yang sedikit over protektif. Seketika saya masuk, seketika itu juga saya diberondong segala macam aturan yang sesungguhnya sudah tertulis di pintu depan. “Don’t Touch, No Tripod, No Food, No Drink, No Smoking dll”! Sampai-sampai ketika mau berfoto, saya diawasi sampai tidak bisa bergaya dengan bebas. Keki juga seh! Walhasil saya putuskan untuk segera hengkang dari tempat ini, dan melanjutkan ke situs-situs bersejarah lainnya.

Memori yang Punah

Saya melihat distrik Albayzin ini merupakan ilustrasi Granada ratusan tahun yang lalu. Umat Muslim, Kristen dan Yahudi hidup berdampingan dengan damai tanpa ada pemaksaan satu dengan yang lain. Memakai bahasa yang sama, yaitu Arab, kultur, makanan, dan tradisi yang tidak berbeda. Sampai akhirnya, pasukan Kristen di bawah seruan Archbishop Talavera, mensterilkan seluruh wilayah Spanyol dari semua yang berbau Arab, Yahudi, dan Muslim pada tahun 1502.

Tapi sekarang, semua seolah berlalu. Distrik ini ingin memberikan kesan lain Granada yang baru, modern sekaligus eksotis. Tempat semua orang bisa duduk santai sembari menikmati Alhambra. Pemuda-pemuda Spanyol, Maroko (muslim) dan ribuan turis memadati jalan kecil nan sempit membawa romantismenya masing-masing. Suara kicauan burung, gemericik air Sungai Darro dan keheningan kampung ini membuat saya terbuai dengan suatu masa yang terasa berat sekali untuk dilupakan.

Apalagi, jika momen ini dinikmati sembari menikmati segelas kopi di pelataran Gereja Mirador de San Nicolas. Persis di seberang Alhambra, di puncak distrik Albayzin. Di sinilah, kemegahan dan keindahan Alhambra nampak sempurna. Senja sore seketika menyulap warna Alhambra menjadi merah merona. Dipadu dengan warna putih salju Pegunungan Sierra Nevada view Alhambra seakan tak terkalahkan. Begitu menawan.

Kota Malam

Agak jauh dari historical sites, sekitar 4-5 km, adalah pusat Kota Granada. Bangunan yang serbamodern, pusat perbelanjaan dengan segala merek terkenal Eropa nampak berjejer di sepanjang Plaza Nueva. Tak ketinggalan, bermacam-macam kafe juga turut andil meramaikan pusat Kota Granada. Dari yang menyajikan menu Tapas, makanan khas Spanyol, sampai kebab Turki.

Puncak keramaian pusat Kota Granada dimulai ketika sinar matahari sudah hilang dari peredaran. Penari-penari Flamenco yang akan menghibur pengunjung di bar-bar tertentu terlihat segar dengan baju warna-warni dan make-up mencolok. Tak hanya yang muda, penari yang sudah berumur juga nampak sliweran di depan mata. Sepertinya hendak menuju ke sebuah bar dan akan unjuk kebolehan. Belum lagi gadis-gadis Granada dan para pemudanya, mereka berkumpul dengan membawa alat musik sederhana seperti gitar atau oud, dan mulai memecah keheningan malam seakan ingin kembali memanggil siang.

Kebetulan tempat saya menginap berada di distrik ini. Ramainya bisa sampai Subuh. Biasanya, ketika saya kembali ke hotel pukul 23.00, para tamu yang menginap di hotel justru terlihat sangat rapi dan bersiap-siap untuk keluar. Beberapa restoran di sekitar hotel juga penuh, tak terkecuali anak-anak. Ada yang masih bermain, berlari-lari dengan menggenggam sebungkus es krim. Olala, rupanya masyarakat Granada terbiasa dengan kehidupan malam. Mungkin mereka menghindari kepadatan turis menjelang pagi sampai sore hari. Sehingga memilih untuk beraktivitas dan bersenang-senang ketika malam tiba. Terlebih ketika cuaca hangat mulai menyapa pusat-pusat Kota Granada.

Tips

1.Hindari pergi ke Granada ketika bulan Juli-Agustus, karena cuaca sangat panas dan terik.

2.Pesanlah tiket masuk Alhambra paling lambat satu bulan sebelumnya, karena sangat memungkinkan Anda akan kehabisan tiket jika terlambat booking.

3.Jika tidak ingin kelelahan berjalan, Anda bisa naik bis nomer 31 untuk sampai di pelataran gereja Mirador de San Nicolas untuk menikmati view Alhambra ketika senja.

4.Transportasi di Granada cukup mudah, terintegrasi, dan mudah dijangkau dengan harga 1,20 Euro sekali jalan. Dari terminal bus, Anda cukup naik bis nomer 3, 10 atau 33 untuk sampai ke city center.

5.Usahakan untuk mengenakan sepatu yang nyaman, agar tidak mengganggu perjalanan karena situasi kota yang agak menanjak.

14176380141003757911

14176380762012598879

14176382181924522461





BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline