Sebuah negara tentunya memerlukan modal uang untuk dapat berdiri sebagai negara sendiri. Layaknya sebuah rumah tangga yang memerlukan uang bulanan untuk tetap bertahan hidup. Namun bedanya, sebuah negara memerlukan uang yang jauh lebih banyak dengan kepentingan dan permasalahan yang jauh lebih banyak dan lebih kompleks. Dengan jumlah uang yang bukan hanya miliaran, belum tentu menjamin semua kepentingan dan permasalahan dalam sebuah negara dapat terselesaikan. Oleh karena itu, negara meminjam uang negara lain yang memiliki ekonomi lebih bagus demi menyelamatkan ekonomi negara sendiri. Hutang negara diperlukan untuk menutupi keterbatasan modal dalam negeri untuk tetap menggerakkan ekonomi negara. Lalu, apakah dengan hutang negara tersebut kesejahteraan rakyatnya dapat terjamin?
Dalam suatu entitas bisnis, sumber keuangan perusahaan selain modal adalah hutang. Hutang yang diperoleh akan diinvestasikan sebagian pada aktiva lancar sebagai modal kerja perusahaan dan sebagian ditanamkan pada pada aktiva tetap yang dibedakan atas aktiva tetap berwujud (tangible fixed assets) dan aktiva tetap tidak berwujud (intangible assets). Selanjutnya hasil investasi mengoperasikan aktiva digunakan untuk membayar hutang (bunga dan pokok) serta membagikan dividen kepada pemegang saham. Sebagian hasil investasi ditahan untuk pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Dengan demikian, utang diharapkan dapat lebih meningkatkan pertumbuhan asetnya. Demikian juga dengan pemerintah, dari hutang yang diterima diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. (1)
Nilai tukar merupakan salah satu indikator penting bagi perekonomian suatu negara. Pergerakan nilai tukar yang fluktuatif akan mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memegang uang dan juga mempengaruhi suatu negara dalam menstabilkan perekonomian negaranya. Dilansir dari Badan Pusat Statistik, pada tahun 1986 sebesar Rp. 1.641. Di tahun 1990 meningkat sebesar Rp. 1.901. Di tahun 1995 sebesar Rp. 2.308. Tahun 2000 sebesar Rp.9.595. Tahun 2005 sebesar Rp. 9.830. Tahun 2010 sebesar Rp.9.036, dan pada tahun 2015 sebesar Rp. 13.500. Nilai tukar uang yang fluktuatif serta adanya perubahan pada tingkat suku bunga LIBOR (Libor Inter Bank Offered Rate) sebagai suku bunga internasional menjadikan Indonesia sulit membiayai pengeluaran negara dan utang negara yang setiap tahunnya semakin bertambah. (2)
Dengan adanya nilai tukar yang fluktuatif tersebut, maka nilai hutang negara terutama hutang luar negeri juga akan bersifat fluktuatif. Ditambah dengan nilai bunga yang pastinya bertambah setiap tahunnya. Total utang pemerintah Indonesia berjumlah Rp2.422,87 triliun, di mana 71,6 persen merupakan SBN. Pinjaman (selain SBN) didominasi oleh pinjaman luar negeri yakni sebesar 28,4 persen, pinjaman dalam negeri hanya 0,1 persen. Posisi hutang negara dapat dikatakan aman, namun ada beberapa kelemahan dalam manajemen hutang di antaranya berkaitan dengan desain dan pelaksanaan kerangka kerja ekonomi makro dan strategi pengelolaan hutang negara. Pengelolaan dan penyaluran hutang negara yang belum diatur oleh aturan perundang-undangan secara komprehensif berpotensi menimbulkan risiko tidak terkendalinya jumlah hutang. Untuk menghindari fluktuasi nilai tukar uang, maka ketepatan waktu dalam menerbitkan utang perlu diperhitungkan secara lebih cermat. Oleh karena hal-hal tersebut, pemerintah tidak dapat memastikan pengalokasian hutang negara tepat guna. Sehingga efektivitas hutang tidak dapat ditentukan sebagai faktor leverage atau meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara.
Sumber :
Satya, Venti Eka (2015). Analisis Kebijakan Pengelolaan Utang Negara: Manajemen
Utang Pemerintah dan Permasalahannya, Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI.
https://dprexternal3.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/570
Fadillah AS, Neng Dilah Nur & Hady Sutjipto (2018). Analisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Utang Luar Negeri Indonesia, ,Serang: Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.