Diakhir tahun 2020, negara-negara di dunia dikejutkan dengan munculnya AUKUS Defence Agreement. Lebih khusus lagi, pada 15 September 2020, Amerika Serikat mengumumkan kesimpulan dari Perjanjian Pertahanan AUKUS.
AUKUS sendiri merupakan singkatan dari tiga negara pendiri AUKUS, yaitu. Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Ketiga negara sepakat menandatangani Perjanjian Pertahanan AUKUS untuk membatasi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.
Terbentuknya Perjanjian AUKUS yang diprakarsai oleh Amerika Serikat, Inggris Raya dan Australia menempatkan Indonesia pada persimpangan dua kekuatan besar.
Pengamat militer Ade Muhammad mengatakan Inggris telah menegaskan tidak akan menerima posisi netral. Artinya, negara sekutu seperti Indonesia harus mendukung atau menentangnya, karena sikap nonblok justru dipandang sebagai musuh. "Indonesia memang sudah saatnya mengakhiri politik non-blok yang utopis dan tidak realistis dalam kondisi dunia yang semakin kompleks serta dinamis," ujarnya kepada Katadata, Jumat (17/9).
Tujuan dari Perjanjian Pertahanan AUKUS adalah untuk memperdalam kerja sama yang dicapai melalui integrasi ilmu pengetahuan, teknologi, basis industri dan rantai pasokan dalam hal keamanan dan pertahanan. Ketiga negara mengumumkan bahwa inisiatif pertama dalam program pertahanan adalah komitmen Amerika Serikat dan Inggris Raya untuk menyediakan armada kapal selam nuklir (SSN) kepada Australia.
Menurut riset, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia menyatakan keprihatinannya atas pembentukan pakta pertahanan AUKUS. Hal ini karena pakta pertahanan AUKUS dinilai dapat meningkatkan ketegangan, proyeksi kekuatan, dan perlombaan senjata di kawasan Indo-pasifik.
Selain itu, kerja sama ini tidak hanya berarti pembangunan kapal selam nuklir, tetapi juga kerja sama pertahanan dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Kebangkitan China yang terus meningkat dipandang mampu meningkatkan ancaman regional, dan untuk menghentikan kekuatan China, Amerika Serikat membuat perjanjian pertahanan. Kesepakatan itu juga menandai pertama kalinya AS berbagi teknologi nuklir dengan sekutu selain Inggris.
Indonesia adalah negara di kawasan Indo-Pasifik. Dimana keberadaan AUKUS dianggap mengkhawatirkan dan dapat berimplikasi pada stabilitas keamanan Indonesia. Kecaman pertama datang langsung dari Presiden Joko Widodo pada KTT ASEAN-Australia 2021.
Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyampaikan keprihatinan atas persaingan yang semakin ketat di kawasan. Ia juga mendesak Australia untuk tetap terbuka terhadap ASEAN untuk menjaga stabilitas, perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik.
Kemudian Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsud juga menekan Australia untuk mematuhi NPT dan hukum internasional. Pada acara Asia Society 2021, Menlu Retno menyoroti permasalahan yang ditimbulkan oleh Perjanjian Pertahanan AUKUS, seperti proyek persenjataan dan pembangkit listrik, yang dapat mengganggu stabilitas keamanan di kawasan Indo-Pasifik.
Pengamat militer dan pertahanan Indonesia Connie Rahakundini berpendapat lebih luas tentang perjanjian pertahanan AUKUS. Ia menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan saat mendirikan AUKUS, misalnya kemungkinan bekerja sama dengan Five Eyes. Menurut laporan BBC, Five Eyes Alliance adalah kolaborasi yang memungkinkan lima negara demokrasi berbahasa Inggris, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, untuk berbagi informasi. Melalui Five Eyes Alliance, proses verifikasi, investigasi, inspeksi, dan deteksi terintegrasi langsung ke dalam sistem AUKUS.