Lihat ke Halaman Asli

Lady Hafidaty

lhrkautsar.blogspot.com

Masalah Seksi Soal Air

Diperbarui: 28 Mei 2017   10:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air. Dibutuhkan semua orang. Untuk hidup. Makhluk hidup seperti hewan dan tumbuhan pun juga membutuhkannya. Bahkan khusus untuk tumbuhan, media tanam apapun asal ada air, ia bisa tumbuh.

Masalah seksi tentang krisis air negara ini sudah pada zaman 1988. Namun, sebenarnya di era Belanda pun krisis air bersih tak terbantahkan mana kala orang-orang belanda mendapatkan air bersih dari tanah, dan orang-orang pribumi malah mendapatkan air dari sungai. Ya, sungai itu mereka melakukan segala kegiatannya bercampur-baur. Mandi, mencuci, minum dll. Agak mengerikan ya?

Masalah air ini menjadi info yang seksi lagi manakala kamu-kamu semua baru sadar kalau hidup kamu-kamu ketergantungan dengan air kemasan. Semakin seksi lagi manakala kamu tahu saat air-air kemasan ini mengorbankan penduduk di sekitarnya untuk menyedot air, dan kemudian airnya didistribusikan ke kota dan dibeli oleh kamu. 

Oh, kenapa kita ini tidak bergantung pada wilayah sendiri? Mandiri dengan sumberdaya air yang kita miliki? 

Ya, aku lupa bahwa studi-studi menyalahkan kebutuhan air kian mendesak itu selalu dihubungkan dengan bertambahnya jumlah penduduk. Tetapi tak pahamkah, bahwa jika kita pintar manajemennya (mengelolanya) tak ada masalah. Di luar negeri saja, seperti Eropa, dilakukan pembatasan penggunaan air untuk mandi dalam waktu sekian menit. Di Jepang, industri dilarang menggunakan air tanah untuk keperluan industri. 

Sekarang, mari fokus kita ke air yang ada di sekitar kita. Jadi, kamu sekarang mandi dengan air pipa olahan sungai, atau air tanah? Bagaimana kualitasnya? Kamu tahu kan, sungai kita itu keruh dan menjijikkan.. Tapi apa kamu tahu itu semua karena limbah-limbah domestik ikut andil, juga kadang karena kontribusi dari perumahan kumuh, juga karena kontribusi dari industri--bisa jadi industri tidak terdaftar, industri rumahan, maupun industri besar yang kadang-kadang (ternyata) milik para pejabat.

Ah, mau sumberdaya saja jadi takut-takut gini, ya? Cari aman saja, minum air kemasan. Pake air tanah terus. Tapi sampai kapan? Sampai kapan ini semua berlanjut.. Tidakkah kita tanya pada orang-orang yang mencemari air itu, apa bersedia bahu membahu membersihkan sungai dari pencemaran yang dibuat olehnya? Mana ada bapak pemilik industri yang rela nyebur ke sungai terus cidukin sampah-sampahnya.. 

"Peradaban suatu kota bisa kita lihat dari pengelolaannya terhadap daerah aliran sungainya".

Segala yang dilakukan pemerintah dan konsultan lebih suka pada assesment, tapi kurang memberikan solutif. Entah kenapa? Memang tiap orang pasti JIJIK kalo disuruh bersihin sungai. Udah bau, kotor, bikin gatel lagi! Mendingan bayar orang aja deh.. 

Secara gak langsung kita itu sudah diguritai oleh "kemanjaan" terhadap air tanah dan air kemasan. Air kemasan, yang berarti, kita suka pada privatisasi air. Privatisasi air yang berarti, kita setuju bahwa tanah-tanah dengan pegunungan sana dari airnya berasal dari aliran sungai, menjadi sawah tadah hujan...  implikasinya pada swasembada pangan. Keterkaitan erat dengan kurang ketahanan pangan. Lalu gimana ngatasinnya? Impor?

Ah, ironi. Mau pembangunan berkelanjutan kok, ya, fakta soal air aja masih melambai. Ada gak TEORI  kalo air tanah dan air kemasan bakalan habis stok, lalu kita semua disini bakalan perang memperebutkan air? 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline