[caption caption="Live interview Kabar Petang TV One (16/4) bersama Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang terkait kasus Sumber Waras."][/caption]Sebelum memanggil Gubernur DKI Ahok, KPK telah meminta keterangan dari 33 saksi soal pembelian lahan RS. Sumber Waras. Pemeriksaan penyidik KPK lantas mengerucut dan mengarah kepada orang nomor satu di Jakarta itu. Penantian publik pun terjawab dengan pemberkasan keterangan Ahok melalui BAP. Wajar jika KPK meningkatkan status penyelidikan.
Hal itu sejalan dengan audit investigatif yang diserahkan oleh BPK atas permintaan KPK. Berdasarkan audit tersebut, BPK mengungkap adanya kerugian negara. Sebelumnya, KPK juga meminta PPATK untuk menelisik aliran dana tak wajar pada pihak-pihak yang diduga terlibat. Baik BPK maupun PPATK merupakan lembaga resmi negara yang selalu mendukung KPK untuk menguak kasus-kasus korupsi di tanah air.
Meskipun sampai detik ini KPK belum melakukan gelar perkara dan mengabarkan siapa tersangka dalam kasus Sumber Waras, tidak berarti pengusutan mengalami jalan buntu. Pernyataan salah satu Komisioner KPK, Alexander Marwata menggambarkan pintu masuk perkara. Ia menegaskan penyidikan dimulai jika mens rea (niat jahat) ditemukan dan tidak semata-mata oleh kesalahan prosedur.
Pernyataan Alex menyiratkan KPK mendapati kesalahan prosedur dalam pembelian lahan Sumber Waras. Maka, penyidik memerlukan pendalaman lebih lanjut. Suatu kesalahan dapat dipidana jika mengandung unsur kesengajaan (colpus) yang memiliki sifat mengetahui (weten) dan menghendaki (willen). Ketika suatu kebijakan dirancang dengan mengabaikan hukum yang mengaturnya, niscaya terdapat niat jahat. Jangankan disengaja, kelalaian yang mengakibatkan kerugian negara saja dapat digolongkan korupsi jika menguntungkan pihak tertentu.
Contohnya, kasus yang menjerat tiga pejabat Dinas Kesehatan Jawa Barat. Ketiga terdakwa tersebut lalai dan menyalahi wewenang dalam kegiatan pengadaan alat kesehatan bagi rumah sakit dan puskesmas di seluruh Jawa Barat. Pengadaan barang yang menggunakan APBD Jawa Barat tahun 2012 itu terjadi kelebihan harga beli barang. Hal ini mengakibatkan tujuh perusahaan meraup keuntungan yang terbilang cukup besar.
Seperti saya ulas sebelumnya, indikasi korupsi dalam kasus Sumber Waras menyasar peristiwa hukum baik perdata, pidana, maupun tata administrasi. Jika kasus itu ditelusuri prosesnya, banyak hal terungkap dan terbagi dalam beberapa peristiwa antara lain:
Pertama, pertemuan antara Gubernur DKI dan pihak Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) terkait penawaran penjualan lahan RSSW.
Kedua, pembahasan Rancangan APBD Perubahan 2014 hingga persetujuan mendagri.
Ketiga, disposisi Gubernur DKI ke Bappeda agar SKPD Dinas Kesehatan mengadakan anggaran pembelian lahan RSSW.
Keempat, transaksi jual-beli antara Pemprov DKI dan YKSW serta pembuatan AKTA Pelepasan Hak atas tanah oleh notaris.
Kelima, pengambilalihan lahan RSSW atau penyerahan hasil.