Lihat ke Halaman Asli

Lactashare

Yayasan Donor ASI Indonesia

[Kisah Nyata] Menyusui Terpisah Kota

Diperbarui: 13 Juni 2024   11:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao


Perkenalkan, saya seorang ibu sekaligus mahasiswa. Tahun ini adalah tahun yang membanggakan sekaligus meresahkan. Bangga, karena saya nyaris mencapai titik akhir dari masa perkuliahan. Namun juga resah karena saya harus meninggalkan anak pertama saya di kampung halaman, padahal usianya baru 2 bulan. Tak lain karena saya harus mengerjakan tugas akhir yang menyita banyak waktu, tenaga dan pikiran.

Awalnya terbersit niat untuk mempekerjakan seorang pengasuh bayi, namun terbatasnya biaya dan minimnya kepercayaan masih jadi soal. Disisi lain, ibu saya sedang merawat ayah yang sakit, sehingga tak tega jika harus merawat bayi sekecil ini. Sementara suami sedang bekerja di luar pulau.

Pada akhirnya ada yang harus dikorbankan. Selama 2 semester saya cuti dan 1 semester sisanya saya jalani perkuliahan dengan pasif. Hingga pada titik dimana  kami memutuskan untuk menitipkan bayi di kampung bersama neneknya dan saudara. Berharap ini menjadi keputusan terbaik bagi semuanya.

Hubungan jarak jauh dengan bayi menimbulkan tantangan baru. Salah satunya adalah bayi mengalami bingung puting sehingga menggigit saat menyusu, dan mudah menolak untuk menyusu. Ini terjadi karena ia terbiasa minum memakai sedotan paska saya tinggal ke luar kota untuk bersekolah. 

Terlebih demi meningkatkan produksi ASI sekalipun terpisah kota dengan buah hati, diperlukan kedisiplinan dalam manajemen laktasi. Dan saya akui, tidak mudah menjalani semua ini. Pernah sampai ada di titik nyaris menyerah untuk memperjuangkan ASI. Tapi naluri ini berkecamuk, tugas saya sebagai ibu baru saja dimulai, bagaimana mungkin menyerah secepat ini?

Alhamdulillah, saya sangat bersyukur karena ada seorang kerabat mengusulkan saya untuk bergabung dalam program penerima ASI donor di Lactashare. Kondisi bayi saya yang weight faltering, alias kenaikan berat badan yang tidak optimal, ditambah kondisi bayi yang terpisah dari ibunya, membuat bayi saya dinyatakan indikasi medis mendapatkan ASI Donor.

Istimewanya lagi, sebagai resipien ASI Lactashare, saya dibimbing dalam konseling dan konsultasi laktasi agar saya berdaya kembali menyusui dan mengASIhi hingga 2 tahun nanti.

 Sepanjang konsultasi, penjelasan konselor laktasi tidak hanya membuat hati saya merasa lebih tenang di tengah kesedihan karena harus terpisah dari anak saya dan tidak dapat memenuhi kewajiban menyusui secara sempurna, tetapi juga memberikan saya bekal ilmu yang berharga untuk lebih siap dalam memberikan ASI kepada bayi dalam situasi tersulit sekalipun.

Penjelasan yang diberikan oleh konselor Lactashare sungguh membuat saya semakin memahami kebutuhan dan sifat alami bayi untuk merasa nyaman dengan kehadiran pengasuh utamanya. Hal ini membuka mata saya tentang pentingnya peran ibu dalam memberikan ASI serta kewajiban yang harus saya tunaikan pada masa 1000 HPK ini. 

Selain itu, berbagai tips dan terapi manajemen laktasi yang saya dapatkan juga sangat membantu saya dalam menjaga produksi ASI agar tetap optimal. Disinilah saya bau sadar bahwa keajaiban seorang ibu tidak hanya tercermin dari proses mengandung dan melahirkan, tetapi juga dalam setiap tetes ASI dalam proses mengASIhi.

Bersemangatlah wahai para Pejuang ASI! Kalian tidak sendiri. Segera cari bantuan jika merasa ada yang sulit teratasi. Lactashare sebagai satu-satunya Yayasan Donor ASI di Indonesia siap membantu dengan berbagai layanan donor ASI, konsultasi laktasi dan kelas edukasi Melek ASI Menyusui. Saya merasakan betul manfaat dari berbagai misi kemanusiaan Lactashare di tiap program-programnya. Terakhir, Selamat Pekan ASI Sedunia 2024, di Agustus nanti!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline