Lihat ke Halaman Asli

Panja Freeport Terbentuk: Detik-detik Penyelamatan Setya Novanto

Diperbarui: 3 Februari 2016   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbicara mengenai penyelamatan Setya Novanto membuat saya kembali ingin menjelaskan bagaimana berbagai isu-isu panas akhir-akhir ini justru berakhir pada kata “penyelamatan”. Pantaskah ia diselamatkan ? atau ia memang sudah dipastikan selamat ?

Pada 1 Februari lalu, Komisi III DPR RI sudah menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) penegakan hukum kasus Freeport dan mengangkat  wakil ketua Komisi III DPR Benny K Harman menjadi Ketua Panja.

Pada tulisan saya sebelumnya, sebenarnya saya sudah berupaya meyakinkan bahwa pembentukan Panja ini hanyalah akal-akalan dari kelompok Setnov untuk menyelamatkannya dan orang-orang yang lebih berkuasa darinya. Siapa mereka ? yap, Setnov sendiri merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR dan tentu saja yang berada di atasnya ialah JK dan Ical.

Ternyata memang bukan hanya saya yang berpikir demikian. Hal serupa, meski dengan kalimat berbeda pun dilontarkan oleh beberapa pakar hukum. Coba kita simak kalimat yang diucapkan oleh Alfitra, pakar hukum pidana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berikut:

“DPR‎ tidak perlu membentuk Panja Freeport karena lebih mengarah kepada kepentingan Golkar dengan Setnov-nya”

Dalam pernyataannya terdapat frasa “kepentingan Golkar” dan “dengan Setnov-nya”. Pada tulisan saya sebelumnya pun saya mengatakan bahwa kepercayadirian Setnov yang mengkir dari beberapa panggilan Kejagung  membuktikan bahwa ia yakin hasil akhir dari kasus ini sudah ditentukan. Kini hasil akhir tersebut kian nyata setelah terbentuknya Panja yang dialamatkan untuk menyeret kasus ‘papa minta saham ke ranah politik. Sementara perpolitikan negeri ini masih dikuasai oleh Golkar.

Pakar hukum lain yang berasal dari Universitas Trisaksi (Usakti) Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, juga mengatakan dengan jelas bahwa pembentukan Panja ini memang bertujuan untuk menyelamatkan Setnov dari kasus “papa minta saham”. Ia menyebutkan pula bahwa hal tersebut tidak lain tidak bukan demi kepentingan Golkar.

Komisi III tentunya sudah memiliki berbagai alasan murah mengapa sebaiknya Panja dibentuk. Salah satunya ialah mereka ingin menindak lanjut kasus “papa minta saham” karena Jaksa Agung terlalu lama memberikan sikap tegas. Menurut pendapat saya, lamanya Jaksa Agung dalam meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan itupun karena sudah ada deal politik yang berkaitan dengan Golkar. Memanfaatkan waktu tersebut, komisi III dengan cepat menyepakati pembentukan Panja.

Jika tujuannya ingin memperjelas siapa saja yang terlibat dalam kasus “papa minta saham”, maka bukan Panja lah yang sebiknya dibentuk, jusru Panitia Khusus (Pansus) lah yang seharusnya dibentuk. Pansus memiliki kewenangan yang lebih tinggi bila diabndingkan dengan Panja karena penanggung jawab Pansus langsung dipimpin oleh DPR, sedangkan Panja hanya satu komisi.

Dengan terbentuknya Pansus, rumor mengenai kejanggalan-kejanggalan yang berkaitan dengan Freeport bisa diungkap dan dapat membuktikan siapa-siapa saja yang sedang bermain. Meskipun sudah jelas mereka ada “papa”-nya Golkar. Bahkan dengan dibentuknya Pansus, persekongkolan elit politik Golkar dengan Freeport yang terjadi sebelumnya pun dapat terungkap.

Pola kasus “papa minta saham” bukan lah yang pertama kali terjadi. Pada saat Soeharto berkuasa pun pernah terjadi dan pelakunya ialah salah satu “papa” dari Partai Golkar, Aburizal Bakrie. Hasil permainannya dengan Freeport berhasil membuat salah satu anak perusahaan Bakrie Grup mendapat saham Freeport dan menjualnya kembali pada dengan nilai yang fantastis. Golkar, Freeport dan saham. Pola ini mengarah pada satu titik, demi kepentingan Golkar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline