Lihat ke Halaman Asli

Uniknya Komune Manusia Bermata Biru di Buton

Diperbarui: 18 Maret 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

doc pribadi

SEORANG bocah yang dibanyak hari telah menghirup udara dan hembuskan napasnya di kedamaian pesisir pantai Barat pulau Buton, di naungan bayangan bebukitan Lambelu dan juntaian semilir bayu kudus gunung Siontapina, yang tidak jauh dari geguguran dedaunan hutan lindung Lambusango yang percikan tirtanya temukan Teluk Kapontori yang tenang sebelum menjulur ke Selat Buton yang menyerong pulau Muna yang terberkati.

Ia adalah serpihan gen dari orang-orang Wolio yang terpinggirkan di masa silam karena suatu dalih yang sublim nan rumit sebagaimana Ariska yang berpupil mata biru di Selatan pulau Buton, dan entah berapa lagi yang terpencar dari kluster seasal dan sejenis mereka di penjuru Nusantara.(dikutip dari Edy Ismail Aizavie)

***

MEREKA tersisih dalam kontestasi kuasa di pusat kuasa, lalu keluar terusir sebagai pengelana di negeri-negeri tarjauh. Dalam perjalanan keluar itu mereka membawa pula stigma sebagai manusia terkutuk yang tidak bisa dipercaya.

Mereka memikul stigma buruk sebagai manusia terkutuk dan tidak bisa dipercaya itu terus-terus dalam sepanjang kehidupan mereka, menyebabkan lahirnya generasi mereka dengan sakit mental yang akut: introver, inferior, minderan, rendah diri, bahkan telah avoidan: semacam gangguan kepribadian akut yang menjadikan pengidapnya enggan masuk dalam interaksi sosial dalam selamanya hidupnya.

Padahal sesungguhnya mereka itu adalah klan aristokrat yang berderajat kelas satu di Buton, mereka adalah klan Kaomu yang karena sebab pertentangan Belanda—Portugis yang berebut pengaruh di kesultanan Buton mereka ikut pula terkenai getir getahnya.

Dalam palagan panas kontestasi itu, Belanda sukses memenangkan pertarungannya dengan Portugis setelah negeri asal VOC itu bisa mengambil hati Sultan Buton, dan sejak itu mereka berhasil mengambil pengaruh di Buton.

Portugis tersisih dan Belanda memulai menaiki anak tangga untuk ikut menggandeng dalam “ikut” berkuasa. Pengukuhannnya kemudian diundangkan agar memiliki legalitas yang absah sebagai yang kemudian kita kenal dalam slogan “sekutu abadi”

Nampaknya peristiwa itu dimanfaatkan dengan cerdik oleh para bangsawan lokal untuk juga melakukan manuver “menyingkirkan” kelompok para mata biru sebagai yang berpotensi menjadi lawan saingan dalam jalan mencapai kuasa.

Dengan dibantu Belanda yang berakal bulus dan memang menyimpan dendam kepada segala yang terkait Portugis, dibuatlah satu propaganda licik yang menyebut bahwa semua yang terkait Portugis harus keluar dari keraton, bahkanpun juga sekalipun para bangsawan sendiri yang membangun hubungan marital kawin mawin dengan bangsa sebenuanya itu.

Tak cukup mempan propaganda itu, dilayangkanlah stigma menohok bahwa sesiapa saja yang bermata biru adalah termasuk dalam orang-orang yang “dikutuk” tuhan, kepada mereka tidak bisa dipikulkan amanah dan tanggung jawab, mereka adalah orang-orang yang tidak bisa dipercaya sehingga diharuskan keluar keraton.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline