Lihat ke Halaman Asli

LA2KP

Lembaga Analisis dan Advokasi Kebijakan Publik UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Pentingnya Hak Angket dalam Pengawasan Legislatif

Diperbarui: 2 April 2024   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Resta Sarah Bilqis Az-Zahra & Shofa Nurfauziah

Ketika rakyat dipaksa untuk melupakan janjinya, demokrasi telah mati. Sayangnya, kenyataan pahit ini sering terjadi di Indonesia, dimana tindak penyimpangan kekuasaan seolah menjadi hal yang lumrah. Kasus korupsi, nepotisme, dan pelanggaran hak asasi manusia terus terjadi, sementara pengawasan yang seharusnya dilakukan oleh lembaga legislatif seringkali terbukti tidak efektif.

Dalam sistem pemerintahan yang demokratis, lembaga legislatif memiliki peran penting sebagai penyeimbang kekuatan eksekutif. Namun, apa jadinya jika lembaga yang seharusnya mengawasi justru tunduk pada kekuatan kekuasaan eksekutif? Inilah masalah yang kerap terjadi di Indonesia, di mana banyak kasus penyelewengan kekuasaan dan korupsi tidak pernah terungkap karena minimnya pengawasan legislatif yang efektif. Kita menyaksikan betapa akuntabilitas pemerintah sering diabaikan, sementara kepentingan rakyat terabaikan.

Lemahnya pengawasan legislatif tidak hanya merugikan rakyat secara finansial, tetapi juga mengikis kepercayaan publik terhadap pemerintah dan lembaga-lembaga demokrasi. Ketika rakyat melihat bagaimana pejabat-pejabat yang korup lolos dari jeratan hukum, mereka akan semakin pesimis dengan janji-janji demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi keadilan dan kesetaraan. Akibatnya, apatisme politik meningkat, partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi menurun, dan iklim politik yang sehat menjadi sulit terwujud.

Salah satu solusi untuk memperkuat pengawasan legislatif adalah dengan mengoptimalkan penggunaan hak angket. Hak angket diatur dalam Pasal 79 ayat (3) dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), yang menjelaskan bahwa hak angket merupakan kewenangan DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang diduga merugikan kepentingan umum. Dengan hak angket, DPR dapat meminta keterangan dari pejabat pemerintah, mengumpulkan bukti-bukti, dan membongkar kasus-kasus penyimpangan kekuasaan. 

Namun, sayangnya, hak angket ini seringkali tidak dimanfaatkan secara maksimal oleh DPR, entah karena alasan politik atau ketidakmauan untuk mengusik kekuatan-kekuatan yang berkuasa. Disamping itu, penggunaan hak angket juga memiliki tantangan dan risiko signifikan, termasuk risiko menjadi alat politik dan kegaduhan politik, serta potensi keterlambatan dalam proses legislatif. Oleh karena itu, penting bagi DPR untuk memastikan bahwa penggunaan hak angket dilakukan secara proporsional dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan politik tertentu.

Contoh nyata dimana demokrasi di Indonesia tidak ditegakkan dengan baik dapat dilihat dari kasus korupsi besar yang melibatkan pejabat tinggi pemerintahan yang tidak pernah tuntas diusut, seperti kasus e-KTP, kasus Bank Century, dan skandal Jiwasraya. Selain itu, terdapat kasus lain yang menunjukkan kurangnya penegakan hukum secara adil, seperti dalam kasus penistaan agama oleh mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dimana banyak pihak menilai proses hukum cenderung dipolitisasi.

Selain itu, transparansi juga menjadi kunci dalam menegakkan demokrasi. Pemerintah harus terbuka dalam memberikan informasi kepada publik, sehingga masyarakat dapat mengawasi jalannya pemerintahan dengan baik. Keterbukaan informasi akan mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan dan membantu memperkuat akuntabilitas pemerintah. Sayangnya, kita masih sering menyaksikan bagaimana informasi publik yang seharusnya terbuka justru ditutupi oleh pemerintah dengan berbagai alasan, seperti alasan keamanan atau kepentingan nasional.

Solusi lain yang tidak kalah penting adalah penegakan hukum yang tegas dan konsisten. Penegakan hukum yang lemah hanya akan memberi celah bagi terjadinya penyimpangan kekuasaan dan korupsi. Oleh karena itu, lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan harus bekerja secara profesional dan independen, tanpa intervensi dari kekuatan-kekuatan politik manapun. Selain itu, sistem peradilan yang bersih dan adil juga menjadi prasyarat utama untuk menegakkan demokrasi yang sebenarnya.  

Selain daripada itu, kode etik memegang peranan penting dalam pengawasan legislatif karena berfungsi sebagai pedoman perilaku bagi anggota legislatif dalam menjalankan tugasnya. Kode etik ini membantu memastikan bahwa anggota legislatif bertindak dengan integritas dan transparansi, yang merupakan aspek kunci dari demokrasi yang sehat. Untuk memperkuat pengawasan legislatif, diperlukan kerjasama antara lembaga legislatif, lembaga pengawas eksternal, dan partisipasi aktif dari masyarakat sipil. Kode etik yang jelas dan mekanisme pengawasan yang efektif adalah kunci untuk memastikan bahwa legislatif dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi.

Pada akhirnya, menegakkan demokrasi bukanlah tugas yang mudah. Namun, dengan mengoptimalkan peran legislatif melalui hak angket, mendorong transparansi pemerintah, menegakkan hukum dan kode etik secara tegas dan konsisten, kita dapat menjaga keseimbangan kekuasaan dan memastikan bahwa kepentingan rakyat selalu menjadi prioritas utama. Hanya dengan demikian, Indonesia dapat menjadi negara yang benar-benar demokratis, di mana suara rakyat tidak hanya didengar, tetapi juga diperhitungkan dalam setiap keputusan penting. Tugas ini memang berat, tetapi demi masa depan bangsa yang lebih baik, kita harus terus berjuang untuk mewujudkannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline