Lihat ke Halaman Asli

Awas Bahaya Salah Pergaulan!

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12980985021297614256

Pada prinsipnya, sebagai orang tua saya selalu bilang sama anak-anak, “dalam bergaul jika mentalmu sudah kuat, silahkan bergaul dengan siapa saja, toh dunia ini luas dan banyak karakter manusia yang menempatinya. Tetapi jika mentalmu masih labil, sebaiknya seleksi baik-baik mana pergaulan yang membawa kepositipan untuk hidupmu mana pergaulan yang bisa membawa kamu dalam keterpurukan, itu harus benar-benar diseleksi.!” [caption id="attachment_90751" align="aligncenter" width="393" caption="ilustrasi diambil dari image google 129809850297614256"][/caption] Kita tidak bisa membatasi harus bergaul hanya dengan orang sukses dan menghindari bergaul dengan pecundang yang gagal, ada sisi baik yang bisa kita ambil dari bergaul dengan seorang yang sukses, yaitu kita akan bisa mendapat tip-tips kesuksesan jika kita mampu mengambilnya, dan kita juga bisa menghindari penyebab kegagalan seorang pecundang jika kita mampu mengetahuinya, hal ini bisa kita dapatkan hanya dengan bergaul akrab dengan mereka. Tetapi kita harus punya mental yang kuat untuk bergaul dengan orang yang punya kebiasaan negative, seperti merokok, jangan coba-coba bilang, Lha saya ini ngak bakal tertular ikut jadi perokok, jika mental kita belum kuat. Karena sesuatu yang buruk lebih cepat menular daripada yang baik, (maaf perokok, bukan maksud saya mengatakan, anda semua buruk, tapi memang dari segi kesehatan, kita tidak bisa menyangah, bahwa kebiasaan merokok itu buruk untuk kesehatan)  Saya merasa beruntung, ketiga anak saya tidak merokok, karena mereka melihat betapa sengsaranya akhir hidup sang ayah yang mantan perokok berat, menderita sesak nafas parah karena kerusakan paru-paru. Awas bahaya salah pergaulan! Hari ini saya lihat status Face book anak bungsu saya yang menulis "Mental & perilaku manusia 100% terbentuk dari lingkungan hidupnya... Bukan dari statusnya ataupun orangtuanya". Hahaaaa tanpa sadar saya tertawa, ternyata sibungsu bisa menuliskan hal ini, berarti ada hal positif yang dia sudah dapat dari pergaulannya. Saya ingat ketika dia duduk di kelas TK, baru beberapa minggu sekolah, tahu-tahu dia punya kebiasan baru yaitu memasukkan jari jempolnya kemulut dan asyik mengemutnya. Saya heran, Lhaaa kamu koq sekarang ngemut jempol, saya bertanya heran. Anak itu menjawab "iya, aku suka, enak sih kayak si Bembem temanku" Saya coba selidiki kesekolahan, ternyata yang dipangil si Bembem ini teman sebangkunya, dan anak tsb mempunyai kebiasaan, mengemut jempol sejak bayi dan terlihat ujung jempol tangannya sudah agak mengecil tanda betapa seringnya dia ngemut. Kita tidak mungkin meminta ibu guru mengeluarkan anak yang berpengaruh buruk pada anak kita, jalan sederhana yang minta hanya minta anak kita dipindahkan duduknya, tetapi jalan terbaik adalah, menghentikan anak kita melihat dan meniru kelakuan buruk temannya itu, dengan jalan pindah kelas atau sekalian pindah sekolah. Itu cerita anak TK, sekarang cerita orang dewasa, banyak dari kita jadi ikut-ikutan untuk meniru teman sepergaulan, ada teman hobi belanja, ya lama-lama karena tiap hari ikut nemanin maka lambat laun, satu atau banyak kita juga jadi sering belanja, bahkan hal yang tidak perlu, terkadang kita membelanjakan uang kita hanya untuk 'lapar mata' aja. Dalam dunia pergaulan jaman sekarang, ada pergaulan dunia maya, seperti kita semua sudah tahu dan menjadi warganya, sebagai contoh, dalam salah satu komunitas maya, kami (beberapa anggota) dibuat terheran-heran, ada anggota yang tadinya, tutur katanya selalu lembut, memakai kalimat sopan santun sebagai orang Jawa yang terkenal halus budi pekertinya, tiba-tiba menjadi penghujat berkata dalam bahasa ala preman, kasar dan diluar kontek, hal ini terjadi karena kita sebagai sesama warga, melihat dia setiap hari bergaul akrab dengan orang yang mendapat gelar 'pembuat onar' dari komunitas tsb. Mungkin ini yang dimaksud kalimat dalam status anak bungsu saya itu, 100% tidak lagi bisa ditawar, bahwa karakter kita dibentuk oleh pergaulan.! Jelas sebagai masyarakat, Dalam dunia pergaulan kita tidak boleh hanya menilai seseorang hanya berdasarkan sisi luar yang kita lihat. Tetapi satu hal yg harus dingat semua manusia itu ada sisi baik dan buruknya, kalau dia lagi jadi sahabat/teman kita sisi baiknya yang kita dapat, tapi begitu egonya menjadi tembok pemisah maka sisi buruknya yg kita dapat. Berdasarkan hal ini, sebaiknya kita tetap punya prinsif,  jaga kehati-hatian, jangan sembarangan membocorkan rahasia pribadi, agar tidak merugikan diakhir pertemanan. Manusia mudah berubah sifat, nanti dia baik, nanti dia jahat, maka hati-hatilah. teman saya memberi nasihat, walaupun kita punya sifat sennag jadi orang terbuka, tapi dalam pergaulan jaman sekarang, mending hati-hati. Tidak jarang seseorang yang tadinya baik, dia banyak memberi masukan sampai kita simpatik dengannya, dan menaruh kepercayaan untuk mencurahkan banyak hal pribadi padanya, Tetapi sejalan dengan waktu, dia berubah menjadi penyebar 'aib' yang berdasar dari file-file lama yang kita percayakan padanya. Walaupun kita tahu, 'aib' yang dia sebar bukanlah suatu perbuatan tercela kita, tetapi tetap saja itu merupakan 'cerita' yang seharusnya milik komunikasi antar dia dan kita, dan masyarakat luas tidak perlu tahu. Dalam dunia pergaulan ada kode etik tak tertulis, yaitu kesetiakawanan, yang mana tidak perlu kita harus jadi teman baik untuk menjadi 'setia' pada kode etik tersebut, cukup pernah sepergaulan saja dengan seseorang atau kelompok, tapi kita tau sedikit 'cerita' tentang seseorang atau kelompok tsb, kita sudah harus menjalankan kode etik 'kesetiakawanan', yaitu 'jangan membuka rahasia orang lain yang kita tahu' apalagi bergosip untuk memberi makan ego kita sendiri, merasa paling 'bersih', seolah sikap kita selama hidup tidak ada yang bercela. ini penyakit yang bisa siapa saja menjadi penderitanya, tak terkecuali orang beken, orang kere atau orang berpendidikan, bahkan anak-anak atau dewasa, bisa jadi penderita sindrom merasa jadi "orang paling......, paling....." tapi dikatakan sebagai orang paling  nyebelin/menyebelkan pasti ogah hahaaaaaaa Kode etik 'Kesetiakawanan' seorang teman bukan saja diwaktu kita bersama, tetapi ketika putus pertemananpun, sebagai mantan teman, lebih baik kita belajar, mendoakannya untuk selalu sehat, bahagia dan sukses.! Menurut saya apa salahnya kita mendoakan orang yang pernah mejadi teman bahkan sahabat kita.? walaupun sekarang sudah putus hubungan pertemanan karena satu, dua sebab.! bagaimana menurut pembaca.? Dunia ini akan lebih tentram harmonis, "Jika masing-masing dari kita sadar, bahwa diri ini tidak mampu berbuat kebaikan, Lhaa mending diam menonton aja orang lain berbuat baik, daripada beker beker menghujat dan mencemooh perbuatan orang,Nah jika kita mampu sadar untuk diam nonton, mungkin dunia bisa lebih tentram. sebagai catatan kata KITA yang dimaksud disini, "saya & kamu, kami & mereka", jadi kita semua tak terkecuali, termasuk penulis hahaaaaaaaaaa Saya pernah menulis tentang teman dan dunia pertemanan, silahkan baca lagi untuk pelengkap http://sosbud.kompasiana.com/2010/05/09/mau-banyak-banyakan-teman-atau-cukup-satu-aja/ Salam bahagia, semoga bermanfaat,  Tulisan ini tidak dimaksudkan menyindir orang/masyarakat umumnya, tapi jika ada yang merasa  tersindir, sebaiknya intropeksi diri, bukan menghujat.  karena seorang penulis punya hak menulis berdasarkan pengalaman dan realita yang terjadi dalam kehidupan ini.

12981082471080648464

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline