Lihat ke Halaman Asli

Kejiwaan dalam Penyaluran Kebutuhan Biologis

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Seks merupakan kebutuhan biologis mahluk hidup yang tidak bisa dihindari dan tidak bisa dihilangkan dari kehidupan itu sendiri, jelas sebagai manusia 'normal' kita membutuhkan hubungan intim ini, tapi sebagian besar masyarakat perkotaan, banyak yang menganut "seks tanpa syarat", yaitu alas berbuat tanpa mikir selanjutnya, mau jadi anak atau penyakitan juga ngak masalah yang penting nikmat beberapa menitbisa KKN (Kejang-Kejang-Nikmat) sudah berasa jadi 'orang' hahaaa Kalimat "cinta tanpa syarat", pasti kita semua sudah pernah membacanya, dan mungkin sudah melaksanakannya. Tetapi bagaimana dengan fenomena "seks tanpa syarat"...?Jika membahas soal ini, pasti akan ramai dan banyak debat akan digerai, di mana ujungnya adalah makna kata "moral" yang jadi primadona untuk diketengahkan sebagai wasitnya. Membicarakan "seks tanpa syarat", selain terkaitnya makna kata "MORAL", yang tidak bisa kita lepaskan adalah makna kata "hak",yaitu HAK untuk menikmati apa yang kita mau, dan apa yang bisa kita dapat, tanpa menganggu orang lain. Sejak zaman purba, seks merupakan kebutuhan biologis mahluk hidup yang tidak bisa dihindari dan tidak bisa dihilangkan, yang ada adalah kesempatan untuk mengendalikan penyaluran keinginan biologis ini secara bijaksana, dan jangan lupa aman terkendali! Maka perlu ditegaskan bahwa kegiatan seks sebagai penyaluran kebutuhan biologis saja, sangat berbeda dengan seks yang bisa menghasilkan anak.!!!

http://health.detik.com/read/2010/09/18/110143/1442853/764/

Sayangnya, banyak anak muda melupakan dan melakukan kegiatan penyaluran kebutuhan biologisnya dengan tidak memperhatikan "keamanan", akhirnya menjadi polemik berkepanjangan jika sampai terjadi hamil! Kita melihat drama kehidupan yang memprihatinkan, di mana beberapa mahasiswi harus menjadi korban pembunuhan teman main seksnya, karena kepanikan dalam menangani masalah kehamilan di luar perhitungan ini. Tulisan ini bukan dimaksud untuk menilai benar atau salah, suci atau tidak suci seseorang melakukan hubungan seks di luar pernikahan. Tetapi lebih membahas bagaimana kita bisa berdiskusi tentang penyaluran kebutuhan biologis, terutama kaum wanita dan mendapat keadilan untuk mengaturnya, baik dalam melakukan maupun dalam penilaian istilah. Dikusi tentang hak wanita tentang penyaluran kebutuhan biologis seperti ini sudah berlangsung lama, seiring dengan kesadaran mengetengahkan hak emansipasi wanita atau kesetaraan gender. Bahkan di zaman purba, sejarah membukukan di mana ada wanita berkuasa yang menyalurkan kebutuhan biologisnya dengan kekuasaan dan menyiksa serta memperbudak kaum lelaki. Pada periode masa sebelum ditemukannya alat, cara atau obat untuk pencegahan kehamilan, wanita mengalami masa berat, betapa kejamnya zaman di mana belum ditemukannya obat, alat, atau cara untuk mengendalikan kehamilan, di mana wanita juga berhak menikmati seks tanpa harus menanggung akibatnya, yaitu hamil. Kita melihat pada zaman itu, seorang ibu bisa mempunyai atau melahirkan anak sampai belasan. Betapa sengsaranya wanita pada zaman itu, di mana pihak laki-laki bisa menikmati atau menyalurkan kebutuhan biologis sesukanya, semau yang dia bisa. Namun, wanita harus berpikir, hanya dengan satu kali saja melakukan hubungan seks, bisa menjadi hamil dan menjadi urusan panjang dalam kehidupan. Tidak heran, banyak yang menjabarkan kata "wanita" sebagai Wani-Ta, yaitu mahkluk yang harus ditata atau diatur.! Kata lain, wakil dunia pria melihat, gender wanita ini harus selalu siap diatur oleh laki-laki, sebagai wanita menjadi pihak yang pasif. Bandingkan jika kata Wani-Ta ini dijabarkan sebagai Wani menaTa, yaitu aktif mengatur dirinya sendiri. Dia harus aktif dan mempunyai keberanian mengungkapkan, kapan mau melakukan hubungan intim, kapan siap mental mempunyai keturunan, dan berapa orang anak yang direncanakan sebagai seorang ibu, seorang wanita yang berani menata hidupnya demi kesejahteraan lahir dan batin.

Malaysia selalu SELANGKAH LEBIH MAJU dari Indonesia, mereka sudah punya kasino dengan peraturan untuk menguras uang Turis bukan warganya.

Sekarang mungkin Menteri Peranan Wanitanya, sudah menganut paham seperti yang saya jabarkan diatas, yaitu WANITA = WAni menaTA, maka sekarang mereka berpikir lebih baik menundukkan ego untuk menerima gadis bulat perut, daripada mengiring mereka menjadi pembuang bayi atau jadi korban pembunuhan pacar yang dituntut menikahi. http://health.detik.com/read/2010/09/18/110143/1442853/764/sekolah-untuk-remaja-hamil

Bagaimana dgn Indonesia.? masih saja urusannya soal berebut hak tempat ibadah siapa yg boleh ada.! Daripada meributkan hal yang seharusnya tidak usah jadi keributan, mending berpikir, apa dan bagaimana generasi kita, penerus bangsa ini akan bertumbuh.? Apa beberapa puluh tahun kemudian, generasi Indonesia hanya berisi geenrasi pemulung, anak jalanan.? karena yang banyak memproduksi anak justru golongan ekonomi 'bawah' dibanding golongan ekonomi 'atas' yang kebanyakan hanya punya anak satu atau malah tidak punya sama sekali.bacaan terkait dengan hal ini : http://lifestyle.kompasiana.com/group/urban/2010/09/08/tahun-lalu-hamil-tahun-inipun-hamil-lagi/ Kita melihat Malaysia berani mendirikan Sekolah untuk Remaja Hamil, bukan berarti kita mencemooh mereka sudah melegalkan seks pranikah.! Tapi mereka sudah mampu berpikir, seperti yang saya kemukakan dimuka tulisan ini, bahwa Seks merupakan kebutuhan biologis mahluk hidup yang tidak bisa dihindari dan tidak bisa dihilangkan dari kehidupan itu sendiri, jelas sebagai manusia 'normal', maka daripada para remaja kita yang Khilaf itu melahirkan bayi-bayi yang ditelantarkan, atau menajdi generasi yang 'cacat' karena kurang gizi dan dikandung oleh ibu muda usia yang stress berat, mending berpikirlah untuk 'manusiawi' kepada yang Khilaf ini. kata Khilaf ini terinspirasi dengan tulisan Nonsy di FB yang berbunyi demikian : "Aku inget jaman tahun 90 awal pernah berdebat dng bapak (guru) soal kesempatan sekolah untuk anak sekolah yang hamil, menurutnya soal terapi kejut, menurutku tentang penghilangan masa depan anak yang pernah khilaf." Salam bahagia selalu, L.H

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline