Disana aku melihatnya duduk sendiri merenung. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu dengan penuh konsentrasi. Aku menghampirinya dan berkata, "Apakah ada yang duduk disini?", sambil menunjuk bangku kosong yang ada di sebelahnya. Ia pun terlihat kaget, sepertinya aku telah memutuskan apapun itu yang ia sedang pikirkan pada saat itu. Ia pun mengangguk dengan pelan. Aku duduk di sebelahnya dan mengulurkan tanganku, "Kenalin, aku Thena,". "Genesis," ia jawab dengan senyuman kecil sembari menjabat tanganku.
Anak baru ini terlihat cukup gundah, terbayang dalam benakku rasa kegelisahannya pertama kali masuk ke dalam sekolah yang serba unik. Iya, aku tidak bersekolah di sekolah biasa, sekolahku berdiri di daerah pegunungan dan bisa dikatakan semua murid di sekolah ini tidak semuanya manusia.
Aku sendiri adalah manusia keturunan elang putih, sayapku yang sangat megah dan besar selalu menarik perhatian semua orang. Sebenarnya aku cukup kaget melihat seorang murid baru yang sepertinya hanya seorang manusia. Terakhir kali sekolah kami menerima manusia....hmmmm mungkin aku ceritakan lain kali saja.
Di mataku, Genesis terlihat sebagai orang yang tertutup dan tidak memiliki kemauan untuk bersosialisasi dengan orang lain. Aku mengira ia takut akan kami semua, makhluk setengah manusia yang memiliki fisik unik, dan setiap dari kami berbentuk berbeda-beda. Namun, sepertinya bukan itu permasalahannya.
Semua orang selalu kaget akan sayapku, bahkan terkadang ada yang takut dengan sayapku karena begitu besar. Tapi setelah aku amati, ia bahkan tidak melirik ke arah sayapku, seakan-akan semua makhluk yang ia temui disini semuanya normal. Kalau dipikir-pikir, memang tidak seharusnya aku berasumsi Genesis akan kaget dengan suasana baru, tapi rata-rata dari kami yang memiliki keturunan manusia dan binatang saja biasanya takjub.
Musim kemarau pun telah lewat, ia masih sangat tertutup denganku ataupun dengan orang lain. Aku telah mengajaknya berbicara santai, pulang bersama, bermain saat istirahat, namun ia lebih memilih menyendiri. Saat aku mengajaknya berbicara, ia pun menjawab ku dengan kata-kata yang singkat.
Aku ingin mengetahui jika ia memiliki teman lain selain di sekolah, bagaimana cara ia tidak gila dengan tidak mempunyai teman atau tidak bersosialisasi sama sekali di sekolah? Aku memutuskan untuk mengikutinya pulang, diam-diam terbang mengikutinya jalan pulang.
Ternyata rumahnya tidak terlalu jauh dari sekolah, ia tinggal di sebuah rumah yang relatif kecil. Disana terlihat Ayahnya yang sedang memotong rumput tersenyum lebar saat Genesis pulang, ia masuk ke dalam rumah bersama Genesis. Aku mendarat di belakang rumah mereka dan mengintip ke dalam salah satu jendela yang menghadap ke arah dapur. Disana, Ibunda Genesis sedang memasak daging sapi dan merebus kentang.
Makanan yang dimasak terlihat sangat lezat hingga perutku berbunyi. "Jadi, menurut kamu waktu yang tepat untuk memusnahkan semua makhluk di sekolah mu kapan Ge? Kita bisa jatuh miskin kalau tidak ada pemasukan!" Ayah Genesis berbicara dengan lantang di meja makan. Aku pun terkejut, maksudnya memusnakan semua makhluk di sekolah bagaimana? "Sepertinya esok hari setelah pulang sekolah sudah bisa," jawab Genesis dengan datar.
Aku pun kaget dan langsung terbang ke arah rumah. Ingat saat kubilang terakhir kali ada manusia di sekolah kami, ada sesuatu yang terjadi? Sepertinya hal yang terjadi sebelumnya akan terulang kembali. Keeseokan harinya aku pergi ke sekolah, sudah menyiapkan mental terhadap apa yang akan terjadi nanti.
Aku duduk di sebelah Genesis dengan sangat diam, sepertinya ia menyadarinya. "Kamu gapapa Na? Apakah ada sesuatu yang terjadi di rumah?" tanya-nya kepadaku. Aku pun merapatkan bibirku, aku tidak mau berbicara. Jam sekolah sudah selesai, aku jalan ke arah luar sekolah, disana aku melihat Ayah Genesis membawa busur dan anak panah.