Berbagai pakar telah mengemukakan berbagai tipologi desa yang didasarkan kepada perspektif keilmuannya masing-masing, seperti tipologi desa berdasarkan pertumbuhan ekonomi, tipologi desa berdasarkan mata pencaharian masyarakat, tipologi desa berdasarkan lingkungan atau juga tipologi desa berdasarkan kedekatan ruang wilayah dengan perkotaan.
Desa wisata merupakan tipologi tersendiri yang mana desa dibagi ke dalam karakter-karakter berdasarkan potensi dan pola pengembangan pariwisata. Berdasarkan kepada desa wisata yang ada di Indonesia, maka setidaknya tipologi desa wisata dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bentuk, yaitu:
Pertama, desa wisata adat atau budaya yang mana dasar potensi dan pengembangan pariwisata berupa budaya atau adat istiadat. Bentuk adat atau budaya yang dikembangkan bisa berupa sistem kepercayaan (religi), sistem kesenian, sistem sosial, arsitektur tradisional maupun lainnya yang memiliki hubungan dengan budaya dan adat istiadat.
Kedua, desa wisata alam/konservasi alam yang mana dasar potensi dan pengembangan pariwisata berupa keindahan alam seperti alam pegunungan, air terjun dan lain sebagainya.
Konservasi alam merunut kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Indonesia, 1990) yang mana kawasan konservasi dibagi ke dalam dua jenis, yaitu Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, maka pengembangan dengan klasifikasi konservasi alam didasarkan kepada kedua jenis lingkungan konservasi tersebut.
Ketiga, desa wisata ekonomi kreatif yang mana dasar potensi dan pengembangan pariwisata berupa pengembangan ekonomi berbasis kreatifitas masyarakat lokal.
Masyarakat memproduksi berbagai produk yang menjadi minat wisatawan seperti kerajinan tangan dengan ciri atau khas lokal desa yang bersangkutan.
Praktiknya klasifikasi desa wisata tidak hanya memberikan perbedaan dari potensi dan pengembangan pariwisata saja, tetapi juga memiliki berbagai perbedaan antara satu dengan yang lainnya dalam banyak aspek.
Pada dasarnya adanya karakter yang berbeda-beda antara satu desa wisata dengan desa wisata lainnya tidak hanya mampu mengembangkan desa berdasarkan kepada potensi dan karakternya masing-masing, tetapi juga dapat memberikan diversifikasi objek wisata bagi wisatawan, sehingga terdapat berbagai alternatif objek wisata yang bisa menjadi pilihan sesuai dengan minatnya masing-masing.
Klasifikasi desa wisata dalam praktiknya juga tidak memiliki batas secara tegas dalam artian terdapat beberapa desa wisata yang menggabungkan potensi yang ada semisal desa wisata alam yang mana masyarakatnya turut membuat kerajinan sebagai cendera mata khas desanya. Meskipun demikian, akan ada potensi utama yang dikembangkan sebagai daya tarik pariwisata dan menjadi ciri khas dari desa yang bersangkutan.