Lihat ke Halaman Asli

LPI vs LTI, BBM Naik, Overload dan BBG

Diperbarui: 17 Juni 2015   23:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Dalam waktu kurang dari sebulan kita akan menyambut pemerintahan yang baru dan selamat untuk terpilihnya Bpk Joko Widodo dan Bpk Jusuf Kalla sebagai pemimpin tertinggi di republik ini. Tantangan kedepan tentunya akan semakin dahsyat dengan adanya MEA2015 tahun depan dan juga current account defit yang semakin parah akibat dari beban subsidi BBM yang semakin lama semakin banyak. Tahun 2014 tahun politik pertumbuhan tidak sebesar tahun lalu oleh karena itu level subsidi BBM masih bisa dimaintain. pertanyaanya ketika pertumbuhan kita di tahun depan semakin bagus (diharapkan), subsidi pasti akan jebol. mau tidak mau pertumbuhan ekonomi akan memerlukan energy. LPI (Logistik Performance Index) kita untuk saat ini pada level 53 di dunia vs singapur no 5.
Beberapa waktu yang lalu pada saat rapat koordinasi pembentukan APTRINDO (Asosiasi Pengusaha Truck Indonesia) timbul pertanyaan, Logistik Performance Index kita tinggi apa betul ini gara-gara pengusaha angkutan barang yang mencharge harga terlalu tinggi. Sebenarnya jika kita membandingkan dengan tarif pengangkutan di negara lain, tarif angkutan kita ini termasuk yang termurah. sebagai bench mark untuk angkutan 20ft container di singapur adalah SGD 150-180, untuk di Hongkong itu USD 150. Tarif angkutan kita masih lebih murah terima kasih kepada subsidi BBM dan gaji supir yang lebih rendah ditengah kemacetan yang parah. Pertanyaanya apakah kita bisa mempertahankan harga demikian terus jika harga BBM harus naik di bulan November isu-nya. Jangan dibandingkan pengangkutan truk dengan kapal, karena tidak apple to apple. banyak orang menganggap harga singapur-jkt (kapal) lebih murah dari jkt-sby (truk), tentunya hal tersebut tidak apple to apple. singapur ke jkt (kapal 3000TEU) vs Jkt ke pekan (300TEU, 1-2 minggu sekali) tentunya juga tidak apple to apple. Oleh karena itu kami simpulkan harus ada indikator baru dalam menilai biaya truck yakni Land Transportation Index (LTI) dimana harga pengangkutan dengan truk per km di sebuah negara dibandingkan harga angkutan menggunakan truk di negara lain kemudian dibuat rankingnya. dengan demikian bisa apple to apple.
Tujuan membuat ini adalah tentunya banyak faktor di dalam LPI yang membuat biaya Logistik kita mahal. Jangan nanti karena faktor yang lain seperti infrastruktur atau gudang atau etc. tapi yang dipersalahkan itu Truck gara gara BBM naik. Logistik cost juga dipengaruhi dengan GDP sebuah negara. di Singapur air putih itu 2 dollar di indonesia sekitar 2500rp. di singapur lebih mahal 8 kali lipat. ongkos transport mereka dengan kita lebih mahal mereka sedikit. misal kita itung komponen logistik 1000 per botol untuk pengirriman, tentunya 1000/20000 = 5% di singapur vs 1000/2500 = 40% di Indonesia. Jadi untuk menurunkan biaya logistik kesejahteraan rakyat harus ditingkatkan juga agar GDP kita semakin meningkat.
BBM naik didepan mata dan sudah tidak mungkin dihindari lagi. Logistik cost kita pasti akan melambung karena GDP kita tidak naik begitu banyak. Jika harga barang tidak bisa naik dan daya beli turun sedangkan ongkos transport naik maka LPI kita sudah barang tentu jeblok. Saya tidak ingin meratapi keadaan tetapi benarnya kita ini harus mencari solusi. BBM naik tetapi biaya pengangkutan per piece bisa tetap atau turun itu tantangannya. ditengah suasana yang sulit ini kita merasa tertantang dan banyak melakukan project kolaborasi dengan konsumen untuk mereduce waste di supply chain khususnya di transportasi barang. Beberapa project kita bisa meningkatkan volume pengiriman per delivery hampir 100% untuk sekali tarik tanpa ada penambahan cost, saving hampir 50%. jika ada kenaikan bbm 50% impact to business tidak akan signifikan. Hal hal kreatif seperti inilah yang diharapkan di pertransportasian di Indonesia. Cobalah tantang transporter anda sekalian gimana kita meng Improve operasional kita pada saat ini. karena sebenarnya transportasi mahal itu relatif dengan berapa harga yang kompetitor kita dapatkan di sebuah market.
OVERLOAD ini juga tantangan tersendiri karena pada dasarnya tidak ada orang yang mau overload. sebagai benchmark di negara lain ada kendaraan 8x2 dan 8x4. tapi kenapa di negara kita tidak ya. padahal segmen ini cocok sekali untuk angkutan cairan yang biasanya menggunakan wing box 6x2 dengan muatan 20-25 Ton. dengan truk 8x2 maka GVW nya adalah 33000 Kg. dengan berat kendaraan 11000, maka daya angkutnya adalah 22000. Saya harapkan dari rekan rekan ATPM mulai menyediakan truck truck seperti ini. truck 6x2 tinggal ditambah 1 lagi drive axle. berapa banyak muatan cairan kita yang overload. Saya berpikir positif saja mungkin karena terpaksa unitnya tidak ada bukan sengaja overload. Tidak hanya cairan truk2 untuk sektor kontruksi seperti ready mix, high blow, dump truck harusnya menggunakan truk2 8x2 atau 8x4 bukan menggunakan 6x2 atau 6x4 yang dipaksa. tapi saya harap jika sudah 8x2 atau 8x4 jangan dibuat overload lagi ya. Tantangan terberat lainnya itu trailer2 yang overload ini pendisiplininya gimana ya saya harap trailer juga masuk timbangan jangan pada ngeblong melulu atau jangan jangan timbangannya tidak mampu menimbang seberat itu. Trailer yang muat barang kontruksi khususnya itu bisa membawa muatan hingga 80 Ton seperti angkutan besi beton, wf, semen, dsb. 2 kali lipat dari GCW nya yang 40TON!!! bisa dibayangkan efek rusaknya.
Kebijaksanaan BBG ini kebijaksanaan setengah hati dari pemerintah. Saya rasa efek mafia migas itu begitu hebat di pemerintahan kita sehingga susah amat buat policy untuk BBG. Saya berbicara dengan ATPM yang mendatangkan truk BBG untuk dicoba di teluk lamong. karena susahnya dan lamanya perijinan, mereka frustasi dan akan mengexport balik Truknya, katanya percuma mendatangkan truck BBG udah mahal policynya tidak dibantu. Padahal di berita kita begitu antusias untuk mengalihkan dari BBM ke BBG tapi dari segi regulator tidak memfasilitasi.
http://www.facebook.com/kyatmajalookman
http://www.linkedin.com/in/kyatmaja
http://twitter.com/kyatmaja

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline