Mengundi nasib dengan anak panah adalah salah satu bentuk praktek ramalan yang dikenal dalam tradisi masyarakat Jahiliyyah sebelum datangnya Islam.
Praktek ini melibatkan penggunaan anak panah atau benda lain untuk menentukan keputusan atau nasib seseorang, seperti apakah suatu tindakan akan berhasil atau tidak, apakah perjalanan akan aman atau berbahaya, dan lain sebagainya. Dalam Islam, praktek seperti ini sangat dilarang karena bertentangan dengan prinsip tawakal (berserah diri) kepada Allah dan kepercayaan pada qadar (takdir) yang telah ditetapkan oleh-Nya.
Larangan dalam Al-Qur'an
Allah SWT secara tegas melarang praktek mengundi nasib dengan anak panah dalam Al-Qur'an. Firman Allah dalam Surah Al-Maidah ayat 90-91 menyebutkan:
"Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS. Al-Maidah: 90)
Ayat ini dengan jelas menyebutkan bahwa mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan, sehingga harus dijauhi oleh setiap Muslim.
Larangan dalam Hadits
Selain Al-Qur'an, larangan mengundi nasib dengan anak panah juga ditegaskan dalam berbagai hadits Nabi Muhammad SAW. Salah satu hadits yang relevan adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
"Barang siapa yang datang kepada dukun atau tukang ramal, lalu membenarkan apa yang dikatakannya, maka dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa mempercayai ramalan dan praktek mengundi nasib, termasuk dengan anak panah, adalah tindakan yang dapat membawa seseorang keluar dari iman.