Lihat ke Halaman Asli

Kakthir Putu Sali

Pecinta Literasi

Puisi ǀ Bak Kacang Lupa Kulitnya

Diperbarui: 14 Maret 2018   01:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Newatlas.com

Jika cahaya senja pulang ke peraduan,  saat itu pula semua pulang ke pondokan,  berkumpul bersama keluarga, ada kehangatan di meja makan

Namun itu dulu,  sekarang bak kacang lupa kulitnya,  telat pulang makan di luar,  hingga suasana meja sunyi nan sepi

Suara seruling gembala mendayu-dayu,  mengiringi hewan gembala dengan lagu,  ladang dan pesawahan hijau yang ditujuh, tanpa ragu rumput habis di siang itu.

Namun itu dulu,  bak kacang lupa kulitnya,  seruling indah di tukar gawai,  tuk memutar lagu kesenangan,  sawah dan ladang pun terkikis abis di sulap perumahan.

Semua berubah, lupa pada asal-usulnya,  teknologi jadi tuanya,  walau kadang terjadi tipu daya

Seperti kacang lupa kulitnya,  sejak bangun pagi buta,  bukan ibadah dulu yang utama,  namun gawai asmara di bukanya.

Jaman sudah berubah,  semua Serba ada,  lebih mudah menjangkaunya,  tak pedulikan nasib tukang beca

Kacang lupa kulitnya,  hanya gawai menjadi pegangannya,  suara orang tua kadang di bantahnya,  suara kekasih di utamakanya

"sudah makan belum sayang"

"jangan lupa minum obatnya"

Kata berbisa dari kekasih tercinta

Kata orang tua cukup di dengarkannya




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline