Lihat ke Halaman Asli

Kakthir Putu Sali

Pecinta Literasi

Kue Apem dan Tradisinya

Diperbarui: 6 November 2017   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kue apem kiriman tetangga di.poto dulu sebelum jadj santapan (doc pribadi)

Usai sholat magrib tadi, dikagetkan oleh ketukan pintu rumah, setelah di buka ternyata tetangga sebelah rumah sengaja datang untuk mengantarkan Kue Apem lumayan banyak, dan tak lupa saya juga ucapkan terima kasih atas kiriman kue apemnya. Memang di kampungku dan daerah Cirebon pada umumnya, tradisi saling mengantarkan kue apem ke tetangga maupun sanak saudara sudah terjalin lama sejak jaman Sunan Gunung Jati menempatkan Cirebon sebagai pusat penyebaran agama Islam di tanah Jawa ini.

Tradisi berbagi kue apem di Cirebon dilanjutkan oleh kalangan keraton-keraton di Cirebon, dan biasanya kerabat keraton Cirebon maupun masyarakat Cirebon membuat apem di bulan Safar, atau jelang peringatan Hari Kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang di tandai dengan maraknya acara Muludan atau Maulud Nabi Muhammad SAW, di   ketiga Keraton Cirebon seperti Pusat Muludan bertempat di Keraton Kasepuhan, keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan.

Menurut penuturan orang tuaku saat dulu sering membuat kue apem dan dibagikan kepada tetangga maupun kerabat, merupakan bentuk sodaqoh amaliyah dalam mengamalkan pesan Kanjeng Sunan Gunung Jati berupa "Insun titip pakir miskin lan tajug "(saya titipkan kaum fakir miskin dan masjid), maka menurut orang tua saya dulu pernah berkata bahwa membuat apem dan dibagikan kepada kaum miskin dan jamaah Masjid itu bagian dari tolak bala, takut akan ada apa-apa kalau amanat Kanjeng Sunan tidak di laksanakan.

Karena data sejarah tradisi pembuatan kue apem masih dangkal dan hanya cerita orang tua maka saya coba klik.Wikipedia. maka didapat informasi yang luar biasa bahwa Apem, atau dikenal juga dengan nama Appam di negeri asalanya India adalah penganan tradisional yang dibuat dari tepung beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam kemudian dibakar atau dikukus. Bentuknya mirip serabi namun lebih tebal.

Sejarah dan tradisi Kue Apem

Menurut legenda, kue ini dibawa Ki Ageng Gribig yang merupakan keturunan Prabu Brawijaya kembali dari perjalanannya dari tanah suci. Ia membawa oleh-oleh 3 buah makanan dari sana. Namun karena terlalu sedikit, kue apem ini dibuat ulang oleh istrinya. Setelah jadi, kue-kue ini kemudian disebarkan kepada penduduk setempat. Pada penduduk yang berebutan mendapatkannya Ki Ageng Gribig meneriakkan kata "yaqowiyu" yang artinya "Tuhan berilah kekuatan."

Makanan ini kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue apem, yakni berasal dari saduran bahasa arab "affan" yang bermakna ampunan. Tujuannya adalah agar masyarakat juga terdorong selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta. Lambat laun kebiasaan 'membagi-bagikan' kue apem ini berlanjut pada acara-acara selamatan menjelang Ramadhan.

Ternyata walaupun berbeda saat pembuatan dan waktunya namun makna simbolis dari pembuatan apem itu hampir sama, dan yang paling terpenting dari amalan ini adalah telah mengajarkan pada kita akan indahnya berbagi dan bersilaturahmi guna penyucian hati baik antar manusia maupun dengan Sang Pencipta

Yang jelas sore ini saya nikmati kue apem tepung beras plus kinca /air gula kelapa yang di rebus dan ditambah parutan kelapa, rasanya sungguh nikmat sembari nikmati malam yang penuh barokah ini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline