Lihat ke Halaman Asli

Kuya Fikri

Saya suka melawan arus, dan membuat arus saya sendiri

Warna-warni Pilkada

Diperbarui: 29 Juni 2018   19:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pilkada bukan hanya memilih pemimpin. Betul kisah tentang dinamika politik itu nyata, ataupun kongkalingkong yang ada di baliknya. Sudahlah, nyanyian tentang intrik politik selalu seperti itu-itu saja semenjak zaman ketumba. Paling hanya penyanyi dan gayanya yang sedikit berubah. Nada dan melodinga tetaplah itu-itu jua.

Membayangkan TPS seperti sebuah karnaval tentu hal yang tidak terlintas sama sekali dalam benak kita. Namun, sebuah TPS di Depok melakukannya. Mereka mendadani TPS dengan gerai tempat belanja, taman bermain untuk anak-anak kecil dan umbul-umbul berwarna-warni yang sedap dipandangi, -atau kadang lucu juga. 

Odong-odong tidak lupa dikerahkan untuk berkeliling komplek sebagai moda transportasi untuk menjemput para warga. Tetapi ini merupakan pembaharuan yang segar tentunya. Politik tidak lagi mereka pandang sebagai hal seperti yang sudah-sudah dan demokrasi dirayakan oleh semua orang.

"Demokrasi dirayakan oleh semua orang", kalimat benar telah kita rasakan bersama-sama baik secara sadar atau tidak sadar. Tetapi apa yang dilakukan oleh orang-orang di Depok ini sungguhlah unik. Wajar saja jika banyak yang tersenyum-senyum saat melihat TPS tak ubahnya seperti karnaval.

Hal-hal ini memang sekiranya perlu dilakukan, meskipun kurang lazim. Namun tampaknya tiada pula ide ini melanggar peraturan. Di situ tampak benar bahwa pesta demokrasi adalah.sebenar-benarnya pesta. Pesta bagi rakyat, pesta bagi pemimpin, pesta bagi mafia, pesta bagi cukong, pesta bagi semua orang.

Demokrasi benar-benar dirayakan, dan semua orang berbahagia. Sekeluarga datang ke TPS. Ayah, ibu, adik dan kakak, mereka mencoblos dan berfoto bersama sambil menujukan kelingking ungu ke kamera. Senyuman sumringah terpampang di wajah. 

Hal ini dilakukan bukan sebagai pencitraan, melainkan sebagai pancaran kebahagian terhadap harapan bagi masa depan lebih baik yang mereka tompangka pada para calon pemimpinnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline