Lihat ke Halaman Asli

Presidennya Pakai Koteka

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Orang ini adalah bagian dari bangsa kita, bukan manusia terbelakang tetapi manusia yang sama seperti kita tetapi belum terjamah oleh arti kemerdekaan. Bukan pilihan hidupnya, tetapi hidup yang tidak dibawa oleh cita2 kemerdekaan negeri ini. Hallo....hallo.... Pak Presiden, Pak Wakil Rakyat, Pak Gubernur, Pak Bupati ...... kami tak boleh menuntut, kami lebih senang hidup tanpa dipolitisir, mengapa tempat kami yang damai harus dijarah juga. Pohon2 itu pelindung kami, pelundung manusia kota yang merasa lebih pandai.  Ketika ekosistem bumi mulai rusak, kota diterjang banjir bandang, bapak2 hanya saling menyalahkan. Mungkin begitulah jalan pikiran bangsa kita yang belum merasakan arti kemerdekaan Indonesia. Di Senayan, ditengah hutan beton, para elit politik saling berceloteh soal duit century, cari kesalahan untuk mencoba memperkuat kedudukan politis, anda2 harus dengar kami, anda2 harus tunduk pada kami, semua berkata seperti itu, tidak ada yang saling mengalah. Pada akhirnya coletahan itu berujung pada sebuah kenyataan, kami ingin pemerintahan yang bersih, kami ingin koalisi ini menjadi solid sesuai kontrak politik yang telah kami tanda tangani. Lha kog muter lagi...?. Dasar "poli tikus", cari2 kesempatan saja untuk memperkuat diri, ujungnya menjilat SBY juga. Ibarat Presiden memakai koteka, koteka itu dikecam sebagai keterbelakangan dan kebodohan, berusaha mengganti mode dengan baju pocong dengan berbagai dalil. Ternayata baju pocong itu terasa panas, untuk makanpun mesti repot. Akhirnya koteka itu diterima juga dengan alasan lebih cocok digunakan. Koteka itu tidak dapat menyembunyikan apa2, semua terlihat jelas, rakyat dapat melihat secara jelas apa yang dibawanya. Mungkin, presidennya memang benar2 memakai koteka, pengikutnya memakai mode pocong untuk menyembunyikan kekayaan. Bermaksud mengambil hati rakyat, ketua pansus mulai membuka isi dikepalanya, kami ini ingin memperkuat koalisi agar tercipta pemerintahan yang bersih.  Mode pocong akan menimbulkan kecurigaan tempat menyembunyikan harta, kami ingin pemertintahan yang bersih, pemerintahan koteka.  Mode pocong itu semakin panas karena KPK sudah mulai menahan para penggemar mode pocong. Menjelang berakhirnya kerja Pansus DPR, aliran dana century yang mestinya menjadi pokok persoalan ternyata masih jauh dari hasil yang diinginkan, masih tidak jelas arahnya. Sebual permaianan politik mencari simpati rakyat, isu pemazgulan ternya berbalik sebagai pendukung SBY. Apa yang diinginkan...?. Mungkin jabatan Gubernur BI yang kosong itu menarik penggemar mode pocong lainnya. Uang menjadi penting untuk segala2nya,  tak perlu memikirkan bangsa ini yang masih belum merasakan arti kemerdekaan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline