Aku cukup pakai Ponds White Beauty sebelum tidur, dan sehabis mandi untuk pelembab. Mukaku jadi berseri, tampak lebih cerah dan bintik hitamnya berkurang. Cobain deh,” kata Ellin tanpa bermaksud promosi kepada teman se-genknya. Sebaliknya dengan Santi yang punya pengalaman kurang menyenangkan bercerita,” Kapok aku pakai sampho Tresemme, baru pakai seminggu rambut jadi kering kaya habis kena kaporit, mana kulit kepala jadi ketombean, giliran pakai Sunsilk rambutnya bagus banget kaya abis hair-mask di salon.”
Ilustrasi diatas, menunjukkan suatu percakapan yang terjadi diantara sekitaran kita sehari-hari, tanpa disadari mengandung makna mereferensikan suatu produk yang berkonotasi iklan gratis bagi suatu perusahaan. Referensi ini bias bercitra positif maupun bercitra negatif dari pengalaman pribadi yang dirasakan dalam mengkonsumsi suatu produk atau jasa. Selain itu, dari image yang tercipta dari percakapan yang tidak formal tersebut bisa membawa dampak yang besar bagi suatu produk atau jasa. Mengalahkan kekuatan dari iklan di televisi. Dampak yang ditimbulkan bisa menjadikan suatu produk atau jasa semakin diminati konsumen baru, tetapi bisa juga berdampak sebaliknya.
Hal inilah yang akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat, yaitu yang disebut dengan word-of-mouth (WOM), apakah kondisi ini sengaja diciptakan atau secara natural alamiah timbul, tanpa didesain perusahaan. Dalam dunia pemasaran, komunikasi memegang peranan penting dalam peningkatan penjualan. Dari sisi konsumen, komunikasi turut membantu mereka dalam membuat keputusan pembelian, karena tanpa memperoleh informasi yang memadai, seorang konsumen tentu sangat sulit untuk mengambil keputusan untuk melakukan pembelian akan suatu produk atau jasa. Salah satu strategi pemasaran yang cukup efektif dan banyak digunakan yaitu strategi pemasaran “word of mouth”, walaupun dianggap sebagai strategi pemasaran tradisional, namun cara ini cukup ampuh untuk meyakinkan para konsumen.
Fenomena word-of-mouth diyakini bisa mendorong pembelian oleh konsumen, bisa mempengaruhi komunitas, efisien karena tidak memerlukan budget yang besar (low cost), bisa menciptakan image positif bagi produk, dan bisa menyentuh emosi konsumen. Seperti pendapat Melva (2011), word-of-mouth tidak hanya melibatkan berita baik, namun juga berita buruk. Artinya, tidak mempedulikan seberapa banyak dan baik iklannya, maka jika ada pengalaman yang buruk mengenai merek tertentu, tentu akan menyebar dengan sangat cepat sehingga bisa mencederai penjualan dari merek tertentu.
Menurut Kotler & Keller (2007) mengemukakan bahwa Word of Mouth Communication (WOM) atau komunikasi dari mulut ke mulut merupakan proses komunikasi yang berupa pemberian rekomendasi baik secara individu maupun kelompok terhadap suatu produk atau jasa yang bertujuan untuk memberikan informasi secara personal. Strategi word-of-mouth (WOM) atau biasa kita sebut dengan strategi dari mulut ke mulut merupakan strategi tradisional yang betahun-tahun lalu sudah sering digunakan dan paling umum di kalangan masyarakat terutama pebisnis pemula.
Promosi mulut ke mulut ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu pertama, Organic Word of mouth. Organic Word of Mouth adalah WOM yang terjadi secara alami, orang yang merasa puas pada sebuah produk akan membagi antusiasme mereka. Kedua adalah Amplified Word of Mouth. Amplified Word of Mouth adalah Word of Mouth yang terjadi karena di desain oleh perusahaan. Amplified Word of Mouth dilakukan ketika perusahaan melakukan kampanye yang dirancang untuk mendorong atau mempercepat penyampaian word-of-mouth kepada konsumen. Perusahaan berusaha menginformasikan produknya kepada masyarakat sehingga masyarakat nantinya mengenal dan kemudian membeli produk perusahaan tersebut. Strategi pemasaran word-of-mouth (WOM) ini memang memberikan banyak kemudahan dalam membantu memasarkkan sebuah produk atau jasa. Dengan kekuatan rekomendasi pribadi dari rekan maupun orang terdekat, ternyata dapat meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap suatu produk. Tak heran lagi jika dengan adanya pemasaran dari mulut ke mulut, dapat meningkatkan penjualan sampai dua kali lipat.
Selain itu pemasaran dari mulut ke mulut juga tidak membutuhkan biaya, bisa dibilang ini adalah strategi pemasaran gratis yang sangat efektif. Terlebih lagi masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan suka bersosialisasi dan berkumpul hanya untuk sekedar berbagi cerita dan bergosip, sehingga word-of-mouth (WOM) yang berasal dari orang lain yang dipercaya oleh seorang pelanggan dapat menjadi “berkah” tersendiri bagi para marketer.
Hasna Fadilla