Tiga puluh Tiga orang turis asal Indonesia berfose di depan Photografer khusus yang menggunakan kamera SLR. Banyak diantara mereka mengenakan busana tradisonal. "Mementaskan" pakaian tradisional Jawa di Skywalk , Jembatan Kaca berbentuk Tapal Kuda di Grand Canyon, USA. Tampil beda dengan puluhan turis dunia yang antri menunggu giliran menapaki skywalk.
Merekapun memberi aplus dan apresiasi atas kekompakkan group turis asal Indonesia yang bangga membawa budayanya hingga ke Amerika. Apresiasi pengelola Skywalk Grand canyon berlanjut. Mereka memohon kesediaan kami agar hasil dokumen foto group kami dapat menjadi salah satu foto yang mempromosikan Skywalk Grand Canyon. Dan kamipun mengizinkannya. Sebagai bagian promosi pakaian tradisional Indonesia di tempat wisata dunia.
Berjalan antri diantara puluhan turis dunia, group tour kami yang berjumlah 33 orang dengan sabar mengikuti semua prosedur yang telah ditetapkan pengelola Skywalk, jembatan kaca berbentuk tapal kuda di Grand Canyon Barat, Ngarai Utama, dekat Eagle Point, Arizona, USA. Banyak diantara mereka menggenakan pakaian kebaya, kain, Jarik dan blangkon khas Jawa. Sebagian menggunakan batik yang menjadi ciri Indonesia.
Semua barang yang dibawa, termasuk Smartphone harus dimasukan ke dalam Locker yang telah disediakan. Sehingga tidak memungkinkan turis ber-selfie atau ber-wefie ria di Skywalk. Sepatu kami juga harus dipakaikan "sarung sepatu" agar tidak menggores kaca skywalk. Tertib sesuai urutan. Tanpa kecuali.
Sampai giliran kami. Saya memesan satu Photografer profesional yang disediakan pengelola untuk dapat mengabadikan group tour kami. Jumlah yang besar membuat pengambilan foto sulit dari dekat. Maka pengambilan dilakukan dari titik terjauh yang paling pas dihadapan group.
Dua...lima...mungkin lebih jepretan camera dilakukan. Namun sepertinya sang photographer tidak puas dengan angle nya. Ia memberi isyarat bahwa ia akan naik satu tingkat gedung yang berada persis di depan Skywalk. Di posisinya sekarang sang photografer berambut blonde ini mencoba mengambil beberapa jepretan dari kameranya. Lalu terlihat ia melihat hasilnya. Dan nampaknya ia belum puas. Lalu memberi isyarat lagi bawa ia akan naik ke puncak lantai gedung untuk mengambil angle yang lebih pas.
Dua...tiga...empat pun menit berlalu. Photografer bule cantik berambut blonde ini masih belum menampakkan dirinya di atas sana. Peserta tour yang jadi model foto pun mulai gelisah. "Jangan-jangan tadi kita salah menangkap isyaratnya". Itu mungkin yang ada dipikiran kami semua.
Kegelisahan terus berlangsung hingga lima menit berlalu. Tapi...akhirnya photografer cantik itu pun hadir, namun didampingi seorang pria besar. Mungkin manager "on duty" yang harus menemaninya. Memastikan sang photografer aman saat mengambil foto group kami di atas puncak gedung sana.
Maka ramailah suara teriakkan group kami memecahkan kegelisahan yang ada. Dan dengan gaya profesionalnya, Sang photografer cantik itu pun menyelesaikan tugasnya. Beberapa jepretan camera SLR telah diambil. Dia mengakhiri actionnya, dengan mengangkat tangan sambil melambaikannya. Mengisyaratkan bahwa foto session selasai dituntaskan.
Group kami pun bubar. Memberi kesempatan group lain yang menanti dengan sabar untuk diabadikan kenangannya oleh photografer lain yang sudah dipesannya. Beberapa peserta masih menikmati indahnya jurang dan ngarai terbesar di dunia ini dari lantai kaca yang ada.
Seorang peserta wanita mengekspresikan ketakutan berada di atas sana dengan menutup mata dari awal hingga akhir, sambil tetap duduk di kursi roda yang di dorong suaminya. Beberapa orang memandang ke depan saja, tanpa berani melihat kebawah. Bahkan ada yang berbicara keras-keras hanya sekedar mengusir rasa takut yang ada. Setiap orang punya cara tersendiri mengatasi ketakutan akan ketinggian yang terpampang jelas dari jalan kaca skywalk.