Lihat ke Halaman Asli

Generasi 11 September

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulutangkis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Vladislav Vasnetsov

Black September, begitu banyak orang menyebutnya. Ya, hari ini, tepat 10 tahun yang lalu, dunia digemparkan peristiwa pembajakan empat pesawat di New York, Washington dan Pennsylvania. Peristiwa itu berakhir dengan kematian sekitar 3.000 orang tak berdosa, ribuan lainnya terluka dan bahkan cacat seumur hidup.

Pada 11 September 2001 pagi, empat pesawat dibajak oleh kelompok Alqaeda. Keempat pesawat tersebut adalah American Airlines 11 dan United Airlines 175 yang ditabrakkan ke kedua Menara kembar World Trade Center, serta American Airlines 77 yang ditabrakkan ke Pentagon dan United Airlines 93 yang dijatuhkan ke area dekat Shanksville, Pennsylvania.

Masih lekat dalam ingatan, breaking news Metro TV menyiarkan tersebut peristiwa ini secara live dengan merelay siaran langsung dari CNN. Sangat mencengangkan dan dramatis, gedung WTC (World Trade Centre) yang begitu perkasa, runtuh perlahan, hancur lebur menjadi debu. Kepanikandan ketakutan mewarnai Amerika Serikat. Presiden George W. Bush segera mengumumkan kepada dunia, bahwa Amerika diserang teroris biadab.

Peristiwa ini tentu menciptakan kondisi traumatis yang mendalam, tidak hanya bagi masyarakat Amerika, akan tetapi juga masyarakat internasional. Telunjuk pun di arahkan pada Alqaeda sebagai pelakunya. Ya, Alqaeda dan Osama bin Laden telah secara terang mengaku bertanggung jawab atas aksi ini. Osama bin Laden, seorang muslim berkebangsaan Arab pun diburu dan tewas di sebuah tempat persembunyiannya di Pakistan.

Selanjutnya aksi teror pun menghentak tanah air, Bom Bali I dan II, Kuningan I dan II, Bom Kedubes Australia, dll. Sungguh mengejutkan bahwa aksi teror bukan lagi tontonan di belahan dunia lain, tetapi juga sudah merambah negara sendiri, sudah mengancam diri sendiri. Tempat-tempat umum bahkan pemukiman kini jadi ancaman keamanan. Teror tak lagi pilih-pilih tempat. Teroris bisa melakukan aksinya dimana saja dan kapan saja tanpa peduli siapa korbannya.

Luar biasanya lagi, jumlah korban yang begitu besar dan bersifat massal tersebut adalahorang-orang yang tidak tahu menahu dan tidak ambil peduli terhadap kebijakan politik negara yang menjadi sasaran utama para teroris. Para korban hanya diposisikan sebagai sasaran antara dari tujuan utama yang hendak dicapai para teroris.Jelas mereka adalah korban tak bersalah.

Sungguh biadab menjadikan orang tak berdosa sebagai target antara dari tujuan-tujuan absurd mereka. Hanya orang-orang gila dan keracunan ideologi sesat saja yang bisa membawa seseorang melakukan hal ini. Teroris adalah ancaman nyata kehidupan modern saat ini. Modusnya yang menargetkan korban yang bersifat massal dan acak inilah yang mengancam keamanan dan perdamaian umat manusia (human security).

Korban yang bersifat massal ditambah dengan modus operandi yang melampaui dari kejahatan-kejahatan konvensional ini, pantaslah jika orang mengkategorikan kejahatan terorisme sebagai “extra ordinary crime”, dan terorisme dianggap sebagai “hostes humanis generis” musuh umat manusia, sehingga diperlukan tindakan/langkah yang bersifat luar biasa juga (extra ordinary measures).

Saya adalah generasi yang menyaksikan secara langsung peristiwa 11 September 2001, Bom Bali I-II, Bom Kuningan I-II, dan rentetan teror lainnya yang begitu dalam membawa kecamuk rasa. Apalagi, ketika ada beberapa temen disebelah yang saat melihat berita peristiwa tersebut malah berjingkrak kegirangan, dan berteriak “Matilah kafir…!”.

Aneh, melihat ratusan orang tewas mengenaskan malah ada orang yang berteriak kegirangan. Pasti ada yang salah nih. Bisa jadi ini adalah tanda-tanda bahwa aroma kebencian dan bibit teror sudah menyeruak ke ruang-ruang tersembunyi di hati kita. Kita tidak lagi tau siapa dan bagaimana para teroris saling terjalin dan berkelindan di antara kita. Ya, mereka memang ada.

Sudah saatnya pemerintah melakukan langkah yang lebih tegas dalam menangani teroris. Malaysia dan Singapura cukup berhasil dalam menangani teroris dengan Internal Security Act-nya. Begitu pula dengan Saudi Arabia. Indonesia sudah waktunya melakukan tindakan yang sama. Butuh berapa korban orang tak berdosa lagi agar pemerintah bisa tegas dalam hal ini? 100, 500, atau 1000 orang tak berdosa? Ayolah, teoris terus merancang makar dan membuat kerusakan, bertindak tegaslah.

Saya setuju jika pemerintah mulai melarang sekolah-sekolah agama mengajarkan doktrin kebencian, melarang situs-situs provokatif semacam Arrahmah atau VOAI, atau mulai melakukan sertifikasi terhadap penceramah agama. Sebelum semuanya terlambat, pemerintah harus memberantas teroris sampai ke akar-akarnya. Termasuk pada para pendukung maupun oknum yang menyiapkan ‘bahan mentah’-nya.

Kerugian akibat aksi teroris sudah begitu besar bagi kehidupan kita bangsa Indonesia, baik moril maupun materil, salah satunya karena masih banyak pembiaran terhadap pendukung teroris, baik pendukung langsung maupun pendukung tidak langsung. Kuncinya: tumpas tuntas teroris di tanah air.

Panjang umur Indonesia!

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline