Lihat ke Halaman Asli

Dewasanya Polri, Liciknya Oknum KPK

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Saat Budi Gunawan (BG) ditetapkan tersangka oleh KPK, hampir semua pejabat POLRI mengatakan ‘menghormati proses hukum yang dilakukan KPK’, tak ada gerakan dan bahkan komentar perlawanan sedikit pun. Sebaliknya, saat Bambang Wijayanto (BW) ditetapkan sebagai tersangka, hampir semua pejabat KPK bereaksi keras. Seolah-olah dunia akan runtuh. Padahal yang dipermasalahkan adalah masalah pribadi anggota KPK, bukan KPK secara kelembagaan. Bukti-bukti kelicikan KPK lebih detail dijelaskan dalam poin-poin berikut ini.

Pertama, membawa-bawa lembaga dalam masalah hukum pribadi. Begitulah, urusan pribadi anggota KPK diangkat seolah-olah itu masalah yang akan menghambat dan menghancurkan lembaga KPK. Seolah-olah BW adalah KPK. Padahal, BW ya BW, KPK ya KPK. Harus dipisahkan antara keduanya. Lembaga yang baik adalah lembaga yang tidak bergantung pada orang-perorangan yang ada di dalamnya, tapi kepada sistem. Jika saat ini KPK bergantung pada orang perorangan para komisionernya.... wah sangat disayangkan. Lihat saja, anggota KPK datang dan pergi, tak sepantasnya menggantungkan kinerja pada orang per orang yang datang dan pergi. Gantungkanlah pada sistem lembaga, sehingga siapa pun yang ada di dalamnya, begitulah yang harus mereka lakukan.

Kedua, sinetronisasi kasus oleh media. Indikasi ini dapat dilihat dari di-blow up-nya tata cara penangkapan yang dianggapnya berlebihan. Isu-isu serangan pada kantor KPK, turunnya Kopassus, bahkan istrinya, dan anaknya juga main sebagai figuran. Lengkap sudah jalan ceritanya. Para pengamat bertanya-tanya seperti biasanya: Ini kan kasus lama? Kenapa begitu cepat ditersangkakan? Kenapa tidak ada koordinasi dengan KPK? Padahal mereka tidak bertanya hal yang sama kepada KPK ketika BG ditersangkakan. Sungguh standar ganda.

Ketiga, jurus dizhalimi. Kita menyaksikan Abraham Samad (AS) nangis, BW menolak makan di Bareskrim, BW yang jadi imam shalat, pengacara susah menemui BW, atau BW yang taat beribadah, shalatnya tak pernah lepas. Lha... apakah karena BW jidatnya item, berjenggot, pakai sarung, pakai kopiah haji.... lantas berarti ia jadi kebal hukum? Gak gitu doonk. Semua orang setara di hadapan hukum. Mau presiden, menteri, jenderal, prajurit, komisioner KPK, kyai, ustad, rakyat jelata... ya harusnya sama dihadapan hukum.

Keempat, berlindung di balik KPK untuk menyerang Jokowi. Ada agenda terselubung untuk melemahkan Jokowi dan mengadu-dombanya dengan Mega. Ini KPK Bung... Jangan hancurkan.... jangan jadikan KPK sebagai tameng dari ambisi dan masalah pribadi. Ini KPK Bung... tanpa BW dan AS, KPK akan tetap melakukan tupoksinya dalam pemberantasan korupsi. Ini KPK Bung, bukan orang per orang.

Ini KPK Bung....bukan LSM. Keberdaannya dijamin undang-undang. Bertingkahlah layaknya lembaga negara. Jangan cengeng. Jangan licik.

#ayo_kita_bikin_rame

#lagi_anti_mainstream




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline