Lihat ke Halaman Asli

Penguatan Praktik Mandiri Keperawatan Dalam Mengatasi Krisis Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

Diperbarui: 22 Desember 2019   20:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ringkasan Eksekutif
Kerugian BPJS hingga mencapai 32 T menjadi permasalahan yang tidak hanya dipandang sebagai masalah namun harus dicari peluang mengatasinya. Saat ini, di era Jaminan Kesehatan Nasional, pola pikir masyarakat mengenai pemeliharaan kesehatan telah bergeser. Masyarakat menganggap bahwa pemerintah memberikan jaminan ketika mereka jatuh dalam kondisi sakit, sehingga mereka hanya berfokus pada sector penyembuhan, bukan pada sector pemeliharaan. Peran perawat pada sector promotive dan preventif menjadi salah satu terobosan dalam mengubah pandangan masyarakat mengenai kesehatan dan jaminan kesehatan. Perawat memiliki kedekatan dengan masyarakat sehingga dinilai perlu dilakukan penguatan terhadap praktik mandiri perawat yang berpeluang menjadi fasilitas kesehatan pertama minim birokrasi bagi masyarakat upaya pencegahan dan pemeliharaan kesehatan agar tidak jatuh pada kondisi sakit.

Issue/Permasalahan
Program JKN-KIS menjadi program pemerintah yang paling dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Berdasarkan Survei Alvara Research Center berjudul Laporan Survei Pilpres 2019, Program JKN-KIS berada di urutan teratas dari 10 program pemerintah. Hal ini membuktikan bahwa kehadiran Program JKN-KIS telah mendapat tempat di hati masyarakat Indonesia karena besarnya manfaat yang diberikan. Sampai dengan 31 Desember 2018, terdapat 208.054.199 jiwa penduduk Indonesia yang telah terlindungi JKN-KIS.  Sebagai program jaminan kesehatan sosial dengan jumlah peserta terbesar di dunia, Program JKN-KIS telah mempermudah dan memperluas kesempatan masyarakat dalam mengakses pemanfaatan layanan kesehatan. Hingga 31 Desember 2018, BPJS Kesehatan telah bermitra dengan 23.298 Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), yang terdiri atas 9.933 Puskesmas, 5.475 Dokter Praktik Perorangan, 562 Klinik Polri, 660 Klinik TNI, 5.415 Klinik Pratama, 27 RS Kelas D, dan 1.226 Dokter Gigi. Sementara di tingkat lanjutan, BPJS Kesehatan juga telah bekerja sama dengan 2.455 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), yang terdiri atas 197 Rumah Sakit Pemerintah Pusat, 722 Rumah Sakit Pemerintah Daerah dan 1.536 Rumah Sakit Swasta, serta 3.964 Fasilitas Kesehatan Penunjang terdiri atas 2.903 Apotek dan 1.061 Optik. (bpjs, 2018)
 
Berdasarkan rencana strategis Kementerian Kesehatan 2015-2019, arah pembangunan kesehatan adalah Program Indonesia Sehat yang dilaksanakan dengan tiga pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan kesehatan nasional. Sasaran pokok kebijakan pembangunan kesehatan, terutama diarahkan pada: (1) peningkatan status kesehatan dan gizi ibu dan anak; (2) peningkatan pengendalian penyakit; (3) peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal dan perbatasan; (4) peningkatan cakupan pelayanan kesehatan universal melalui Kartu Indonesia Sehat dan kualitas pengeolaan SJSN kesehatan; (5) terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin; serta (6) peningkatan responsivitas sistem kesehatan.  Selain pencapaian tujuan pembangunan kesehatan tersebut, Indonesia juga menghadapi tantangan global dalam upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) untuk menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia. (Buku IPKM Nasional 2018.pdf, n.d.)
Program Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan oleh pemerintah melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menjadi jawaban dalam mengatasi masalah rakyat kecil yang sedang sakit dan memerlukan biaya pengobatan. Program ini dinilai pro rakyat terutama bagi rakyat tidak mampu yang menerima bantuan iuran peserta. Namun seiring berjalannya waktu sejak berdirinya dari tahun 2014-2019, BPJS mengalami kendala defisit yang menyebabkan tunggakan pembayaran ke Rumah Sakit yang bekerjasama. Defisit ini dinilai akan terus naik jika BPJS tidak segera berbenah. Kesadaran masyarakat untuk datang ke fasilitas kesehatan sangatlah kurang. Terutama untuk melakukan upaya pemeliharaan kesehatan. Saat jatuh dalam kondisi sakit dan tak berdaya, barulah mereka mendatangani fasilitas kesehatan untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Dengan demikian, biaya yang dikeluarkan untuk menangani penyakit tentulah lebih besar bila dibandingkan dengan upaya-upaya menjaga kesehatan. Tidak mulusnya kontinuitas pembayaran iuran BPJS oleh peserta semakin menambah panjang daftar penyebab defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Belum lagi issue adanya fraud yang dilakukan oleh Rumah Sakit semakin membuat BPJS mengalami kerugian hingga trilyunan rupiah.  Saat ini hanya sekitar 50% golongan PBPU yang membayarkan iurannya, sementara sisanya hanya mebayarkan iuran hanya jika membutuhkan layanan. Hal inilah yang menambah panjang daftar penyebab deficit BPJS.  

Kebijakan
Landasan Hukum BPJS Kesehatan:
1.Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
2.Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
3.Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Kepada Pemberi Kerja Selain Penyelenggara Negara dan Setiap Orang, Selain Pemberi Kerja, Pekerja, dan Penerima Bantuan Iuran dalam Penyelenggaraan Jaminan Sosial.
4.Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Kesehatan.
5.Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
6.Peraturan Presiden Nomor 108 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Isi Laporan Pengelolaan Program Jaminan Sosial

Alternatif Pemecahan Masalah
Mencegah lebih baik daripada mengobati, pernyataan inilah yang perlu kembali dikumandangkan ditengah-tengah lapisan masyarakat agar mereka menyadari perannya untuk memelihara kesehatan diri sendiri.  Praktik mandiri keperawatan yg telah disahkan didalam UU no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan dan Peraturan Menteri Kesehatan no 26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no 38 tahun 2014 dapat menjadi jawaban dalam mengatasi krisis JKN.
Praktik keperawatan mandiri telah dilindungi Undang-undang, yaitu UU No. 38 Tahun 2014.  Dalam UU disebutkan praktik keperawatan adalah pelayanan yang diselenggarakan perawat dalam bentuk asuhan keperawatan, dimana asuhan keperawatan merupakan rangkaian interaksi perawat dengan klien dan lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan kemandirian klien dalam merawat dirinya.  Dalam menyelenggarakan Praktik Keperawatan, Perawat bertugas sebagai pemberi Asuhan Keperawatan, penyuluh dan konselor bagi Klien, pengelola Pelayanan Keperawatan, peneliti Keperawatan, pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang, dan/ atau pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu. Peraturan Menteri Kesehatan no 26 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no 38 tahun 2014 tentang Keperawatan, Pasal 37 (1) juga menyebutkan bahwa Perawat yang menyelenggarakan Praktik Keperawatan mandiri memiliki wewenang menyelenggarakan Asuhan Keperawatan di bidang upaya kesehatan perorangan, menyelenggarakan penyuluhan dan konseling bagi klien dan melaksanakan tugas berdasarkan pelimpahan wewenang.  Pemerintah diharapkan mendorong penyelenggaraan praktik mandiri perawat sebagai upaya dalam pemberian asuhan keperawatan bagi perorangan/individu melalui upaya-upaya promotif dan preventif agar individu tidak jatuh dalam kondisi sakit. Saat ini jumlah praktik mandiri perawat masih belum banyak, bahkan masih tergolong sangat sedikit. Untuk mendorong terselenggaranya praktik mandiri keperawatan, organisasi profesi perawat (PPNI) telah menetapkan Pedoman Praktik Keperawatan Mandiri sebagai panduan bagi semua perawat dalam melakukan praktik keperawatan mandiri.

Ketika perawat diberi kesempatan praktek mandiri, selain dia bertugas di Rumah Sakit, Puskesmas, di Klinik atau dirumahnya, maka akan banyak cakupan-cakupan program kesehatan yang bisa diberikan. Hal ini tentu memberikan peluang bagi penyelesaian masalah-masalah dibidang kesehatan terutama mengatasi krisis JKN. Tidaklah mudah, namun mengingat jumlah perawat yang begitu besar, kita harus optimis bahwa perawat adalah lini terdepan didalam menyehatkan bangsa melalui pendekatan keluarga. Pasien tidak perlu jatuh dalam kondisi sakit dan memerlukan pengobatan, namun dapat mengakses rumah-rumah praktik mandiri perawat. Upaya promotif yang dapat dilakukan perawat yaitu melakukan penyuluhan atau pendidikan kesehatan, memberikan konseling keperawatan, dan ikut serta melaksanakan dan memonitor kegiatan PHBS. Upaya preventif yang dapat dilakukan yaitu mengidentifikasi keluarga rawan kesehatan/keluarga miskin dengan masalah kesehatan di masyarakat, dan mengidentifikasi faktor-faktor resiko terjadinya masalah kesehatan baik di kelompok khusus maupun di suatu daerah.

Penelitian mengenai praktik mandiri keperawatan dilakukan disuatu wilayah di Bali, hasil penelitian menunjukkan visi dan misi praktik mandiri adalah menuju pelayanan yang holistic. Pada semua tahapan manajemen diformulasikan untuk mendukung tercapainya visi dan misi. Pada tahap pelaksanaan formulasi strategi pelayanan meliputi kegiatan promotive, preventif dan pengobatan komplimenter. Pengenalan pelayanan paling efektif melalui marketing mulut ke mulut. Pada tahapan pengendalian mutu melalui peningkatan kompetensi dan perbaikan pelayanan. Pengembangan praktik direncanakan menjadi praktik bersama, rawat inap, pusat pelatihan praktik mandiri dan tempat praktik klinik bagi mahasiswa keperawatan. Saran: Perlu dikembangkan standar mutu pelayanan praktik mandiri keperawatan dan peningkatan keterlibatan organisasi profesi dalam pembinaan perawat yang membuka praktik mandiri.

Daftar Pustaka
(bpjs, 2018)
Undang-undang No. 34 tahun 2014 tentang keperawatan, (2014).
Buku Pedoman Praktik Mandiri Keperawatan, (2018)

Penulis
Kusuma wardhani, S.Kep.,Ners
( kusumawardhani.dwip@gmail.com )
 Mahasiswa Magister Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan
Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Depok

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline