Beberapa hari yang lalu, saya dan umat hindu lainnya, merayakan serangkaian hari suci galungan dan kuningan, nah, tepatnya pada rangkaian hari suci kuningan, saya berkumpul, dengan keluarga dan beberapa kerabat, saya membantu segala persiapan upakara yg diperlukan, tidak berselang lama, saya terbersit, sebuah pertanyaan, saya bertanya kepada mereka, kenapa setiap kuningan, kita selalu menggunakan endongan ?, kemudian kebanyakan dari mereka diam, dan akhirnya salah satu bibi saya menjawab, memang seperti itu katanya dari dulu atau jika istilah dalam bali mengatakan "nak mula keto", yang lainnya malah hanya mengiyakan statment tersebut.
Dalam kehidupan bermasyarakat di Bali tidak lepas halnya dengan aktivitas ngorta baik dengan keluarga, saudara, ataupun masyarakat yang ada di lingkungan sekitar.
Dimana dalam kegiatan tersebut tentunya banyak topik yang akan dibahas seperti halya kegiatan keseharian individu, kebudayaaan, aktivitas ritual keagamaan dan masih banyak lagi.
Hal tersebut sebagai salah satu bentuk keharmonisan sebagai sesama manusia dalam hal interaksi komunikasi, bahkan terkadang dalam aktivitas ngorta tersebut tidak dipungkiri juga membahas mengenai permasalahan-permasalahan yang kerap dialami dalam lingkungan bermasyarakat.
Jujur, hal tersebut tidak menjawab pertanyaan saya sebenarnya, dalam hati saya terheran, "kenapa mereka harus membuat persiapan upakara tersebut tanpa tau arti dan makna dari upakara itu", saya selalu mendengar jawaban nak mula keto, jawaban ini benar-benar sudah turun temurun menjadi jawaban ampuh ketika orang tua ditanya mengenai upakara atau upacara yang dilakukan tetapi tidak mengetahui makna sebenarnya
Kalimat memang begitu atau nak mula keto yang selalu menjadi jawaban ampuh mereka ini, sebenarnya tidak membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dari keingintahuan kaum yang lebih muda.
Dulu mungkin kaum muda, ketika menanyakan hal-hal seperti ini, mereka hanya mengiyakan saja, dalam benak mereka, mereka tanamkan, "memang seperti ini, yasudahlah, saya buat saja, toh memang begini", tapi dimasa sekarang ini, dimana kaum muda millenial kebanyakan dari mereka memiliki karakter yang kritis, ingin tahu, dan akan mencari tahu sampai mereka dapat jawaban yang tepat menurut mereka, sudah tidak bisa lagi para tetua hanya memberikan statment, memang begitu atau nak mula keto.
Ada baiknya, berikanlah jawaban yang sesuai dengan sastra yang ada, karna kita dibali menjalankan upacara ini dan menggunakan segala upakara yang ada, itu juga pastinya berdasarkan sastra, walaupun orang mengatakan ada desa, kala, patranya, kan dresta setiap daerah beda-beda, tetapi apa yang kita laksanakan inikan sebenarnya tercantum dalam sastra, tidak ada salahnya kita juga kembali menyusaikan dengan sastra, dan tidak ada salahnya untuk mencari tau setiap makna dari upacara dan upakara yang kita lakukan sebagai umat hindu.
Ini semua juga tujuannya untuk memberikan statment yang baik, yang tepat, dan memutus statment "nak mula keto". Agar rasa ingin tau dari generasi muda ikut terangsang akan budaya membaca dan ikut melestarikan sastra-sastra Hindu.
Saya sangat berharap sekali, baik itu kaum muda ataupun tetua, mari sama-sama ketahui makna dari setiap banten dan upacara yang kita lakukan, agar tidak selalu memberikan jawaban dengan istilah, nak mula keto uli pidan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H