Lihat ke Halaman Asli

Kusno Haryanto

Apoteker yang Merdeka

Reshuffle Kabinet, Apoteker menjadi Wakil Menteri Kesehatan?

Diperbarui: 27 Juli 2016   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gonjang ganjing rencana perombakan kabinet terus menguat seiring adanya seruan Presiden Jokowi kepada para Mentri untuk membatalkan seluruh agendanya diluar kota dan tidak meninggalkan Jakarta pada minggu ini. banyak yang mengartikan bahwa seruan itu mengisyaratkan seandainya mereka dipanggil ke istana maka mereka harus siap. 

Sinyal perombakan kabinet sebenarnya mulai terbaca walau masih samar – samar saat beberapa mentri diundang khusus untuk menghadap di istana, acara mengundang mentri yang dilakukan Presiden Jokowi sempat terhenti sejenak saat kasus vaksin palsu menguap di akhir Ramadhan. Saat itulah kita semua menyaksikan dilayar kaca bagaimana seorang Presiden sangat kerap tampil bersama dengan seorang mentrinya, yakni Mentri Kesehatan dalam kasus peredaran vaksin palsu yang belum terselesaikan ini.

Terungkapnya peredaran kasus vaksin palsu tentunya menjadikan Mentri Kesehatan tidak bisa tidur nyenyak, apalagi setelah beliau sendiri yang akhirnya mengungkapkan siapa – siapa saja yang “bermain” di kasus vaksin palsu ini, bagai harimau yang lapar disungguhkan nasi padang yang komplit semua media akhirnya berlarian menghampiri nasi padang itu. Diundanglah Mentri Kesehatan ini ke berbagai stasiun televisi untuk diper adu tanding kan dengan para orangtua korban yang terpapar vaksin palsu. 

Seperti tidak mempunyai juru bicara atau sekretaris, Mentri Kesehatan ini terus melayani permintaan beragam stasion televisi yang sebenarnya tersamar sedang mempermalukan sang Mentri, kita bisa melihat dilayar kaca bagaimana seorang Mentri dicaci, dibentak dan bahkan diperintah oleh perwakilan salah seorang korban vaksin palsu secara live tanpa disensor. Entah apa perasaan dari seorang Juru Bicara dan Sekretaris yang dimiliki oleh Mentri Kesehatan saat melihat tayangan itu ? Miriskah ? atau malah bersyukur hal itu tidak terjadi pada dirinya ?

Nina Moeloek, nama ini memang tidak asing didunia kesehatan. Pada Kabinet Indonesia bersatu jilid II dibawah kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beliau nyaris menduduki jabatan Mentri Kesehatan, akan tetapi dengan alasan yang tidak terungkap beliau batal dilantik meski sudah mengikuti proses seleksi  yang ketat. 

Sosok Nila Moeloek yang juga istri dari Mentri Kesehatan di era Presiden BJ Habibie ini dinilai banyak orang sebagai pribadi yang kaya akan pengalaman. Professor yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Dokter Ahli Mata yang juga masih aktif mengajar di Program Doktor Pasca sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini juga pernah dipercaya menjadi utusan Khusus Presiden RI untuk Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2009 – 2014, dengan segudang prestasinya itu benarlah bila kemudian penulis pun  menilai Mentri Kesehatan ini kaya akan pengalaman.

Mentri Kesehatan, adalah jabatan prestisius yang bergengsi yang sudah belasan kali sepertinya ditakdirkan untuk mereka yang berprofesi dokter. Meski banyak profesi kesehatan dinegeri ini tetapi setiap kali ada pembentukan kabinet maupun reshuffle kabinet selalu profesi itu dan itu saja yang menempati pos tertinggi di Kementrian Kesehatan yang dulu bernama Departemen Kesehatan. Apakah ini menunjukan bahwa tidak ada profesi lain yang mampu bekerja untuk memajukan kesehatan ditanah tercinta ini atau sudah sedemikian melekatkah profesi dokter untuk jabatan Mentri Kesehatan.

Melihat pada keluguan dan kepolosan  Mentri Kesehatan dilayar kaca yang disiarkan secara live di televise saat dimaki, dibentak dan bahkan diperintah oleh orang yang memiliki kasta dibawahnya penulis jadi teringat kepada komposisi personalia pada Kabinet Indonesi Bersatu jilid II, dimana pada pos Kementrian Kesehatan ditempatlkan seorang wakil mentri untuk membantu tugas dan kerja dari mentrinya. 

Adalah hal yang tidak lazim bila seorang pemimpin menggunakan konsep single fighter untuk menghadapi persoalan – persoalan yang dihadapinya. Pada kasus vaksin palsu jelas terlihat dan dapat disimpulkan bahwa Mentri Kesehatan bertarung sendiri untuk menghadapi media baik cetak maupun elektronik serta para orang tua korban vaksin palsu. Tidak ada seorang Sekretaris maupun Juru Bicara dari Kementrian Kesehatan yang pasang badan untuk BOSS nya itu.

Dengan ketiadaan peran dari seorang Sekretaris maupun Juru Bicara yang sesungguhnya sangat diperlukan dalam kondisi seperti itu ada baiknya Presiden Jokowi untuk menambahkan seorang pejabat di Kementrian Kesehatan yang berperan sebagai Wakil Mentri. Untuk mengantisipasi terulangnya kejadian vaksin palsu dan untuk memberantas peredaran obat – obat palsu yang sampai saat ini diduga masih marak tentunya posisi Wakil Mentri Kesehatan sangatlah cocok diberikan kepada profesi Apoteker, mengapa Apoteker? 

Alasan pertama karena Apoteker lah profesi medis yang tidak disebutkan oleh penyidik POLRI sebagai bagian dari tersangka kasus vaksin palsu, kedua dengan pengetahuannya yang luas tentang kefarmasian tentunya Apoteker dapat secara langsung menambahkan pengetahuan yang dimiliki oleh seorang Mentri Kesehatan tentang sediaan farmasi yang dipalsukan termasuk obat dan vaksin, ketiga, keempat, kelima dan seterusnya tentulah tidak cukup untuk menuliskan alasan mengapa Apoteker lah yang tepat untuk menduduki pos jabatan Wakil Mentri Kesehatan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline