Perang, kata yang sudah tidak asing lagi dalam lingkup Hubungan Internasional. Perang sudah menjadi puncak tertimggi dalam sebuah konflik. Perang tidak hanya berlaku pada zaman sekarang, akan tetapi perang sudah ada sejak zama Rasulullah. Perang zaman sekarang tentu berbeda dengan perang-perang yang telah dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat dulu. Baik dari segi strategi, senjata maupun tujuan. Jikalau sekarang tujuan dari sebuah perang untuk mengambil alih wilayah atau menguasai suatu daerah, akan tetapi perang zaman Rasulullah bertujuan untuk menyiarkan agama Allah SWT.
Seperti yang kita ketahui, perang yang terjadi sekarang tidak hanya menewaskan kombatan akan tetapi masyarakat sipil pun menjadi korbanya. Banyak dari kalangan sipil yang seharusnya terlindungi, harus menanggung akibat dari sebuah peperangan. Pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW, kita mengenal kisah nabi Sulaiman. Nabi yang selain memiliki rakyat dari kalangan manusia, juga menguasai bangsa jin, dan bangsa hewan beserta bahasa mereka sekalian.
Ada sebuha kisah, Pada suatu hari Nabi Sulaiman menghimpun pasukannya yang terdiri dari tentara manusia, jin dan hewan itu. Berbaris tertib menuju suatu tempat. Ketika melintasi sebuah lembah, seekor pemimpin semut berteriak kepada seluruh anak buahnya. Memerintahkan mereka masuk ke sarang-sarang di dalam tanah, agar tidak terinjak-injak oleh Nabi Sulaiman dan pasukannya.
Mendengar suara pemimpin semut itu, Nabi Sulaiman tersenyum. Ia merasa gembira telah mendapat karunia nikmat dari Allah SWT, berupa penguasaan bahasa semut dan binatang lain Ia langsung bersujud, memohon kepada Allah SWT akan diberi kesadaran untuk mensyukuri karua nia nikmat itu, kisah ini telah termaktub dalam al-qur'anul Karim (Quran, S.An Naml : 16-19).
Pada saat itu, Jika Sulaiman pongah, merasa sok kuasa, karena memiliki pasukan hebat, tentu seruan semut tak akan digubris. Hanya karena kerendahan hati sebagai sesama makhluk, Sulaiman mampu Menahan diri dan menghindarkan korban tak berdosa, walaupun hanya hewan sekecil semut.
Kisah Nabi Sulaiman tidak akan pernah lepas dengan kisah perundingan beliau dengan Bilqis, ratu kerajaan Saba, yang bersama rakyatnya menyembah matahari. Diceritakan, Ketika itu Nabi Sulaiman mengirim surat dakwah. Berisi ajakan agar menyembah Allah SWT, yang tak ada sembahan selain Dia. Setelah membaca surat itu, Ratu Bilqis berembuk dengan para pembesarnya. Bagaimana menentukan sikap terhadap surat Nabi Sulaiman. Para elit negara Saba mengatakan, mereka memiliki kekuatan besar dan keberanian berperang. Siap menempuh risiko terburuk apa pun. Namun semua tergantung kepada keputusan Ratu Balqis sebagai pemegang hak veto.
Ratu Balqis memilih jalan damai, dengan cara mengirim utusan dan hadiah-hadiah kepada Nabi Sulaiman. Sebab jika memilih jalan perang, akan merusak rakyat dan keutuhan wilayah. Para raja, jika menyerang suatu negeri, akan membinasakan dan menjadikan penduduknya sebagi sasaran tanpa belas kasihan. Kehidupan bangsa dan negara yang semula mulia, akan menjadi hina.
Akhirnya Ratu Balqis sendiri berangkat menghadap Nabi Sulaiman. Serta mengikrarkan diri, sebagai orang yang zalim kepada diri sendiri (karena berada dalam kesesatan menyembah selain Allah SWT) dan siap berserah diri Bersama Sulaiman, kepada Allah Penguasa Semesta Alam (Quran, S.An Naml : 20-44).
Dari kisah Nabi Sulaiman, kita dapat menyimpulakan, solusi dari sebuah pertikaian atau masalah tidak melulu peperangan. Akan tetapi bisa dilakukan secara damai yaitu dengan berdiplomasi. Seperti yang dilakukan oleh Nabi Sulaiman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H