Lihat ke Halaman Asli

Ini 3 Ustadz yang Membuat Menangis Jamaah Sulawesi

Diperbarui: 17 Juni 2015   20:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bismillahirrohmaanirrohiim

Ini 3 Ustadz yang Menangis

“Jika kalian berdua mencapai Masjidil Haram, beritahukanlah kepada Allah akan kerinduanku..," nafasnya mulai sesenggukan saat membacakan kalimat ini.

Ia berhenti sejenak, lalu mengulang kembali, “Jika kalian berdua mencapai Masjidil Haram, beritahukanlah kepada Allah akan kerinduanku berjumpa dengan-Nya. Mintalah kalian berdua kepada-Nya agar mengumpulkan Saya dan Ibuku bersama Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam,” tak kuasa ia melepaskan tangisan pada kalimat akhir ini. Nafasnya naik turun. Beliau tersedu-sedu.

Seluruh jamaah saat itu yang mendengarkan kisah ini, hampir tak ada yang tak menumpahkan air mata. Yah, itulah sosok al-Ustadz Dzulqarnain hafizhohulloh yang membacakan kisah perjalanan Syaikh Utsman Dabu rohimahulloh bersama 4 sahabatnya untuk berhaji dengan berjalan kaki. Yang mana, 3 orang dari mereka harus meninggal dalam perjalanan. Dan sebelum meninggalnya, ada yang memberikan wasiat kepada sahabatnya yang masih hidup. Kalimat di ataslah yang merupakan isi wasiat tersebut.

Beberapa pekan lalu, atau sebut saja momentum Idul Adha di Makassar, sungguh para asatidz memberikan pelajaran-pelajaran hikmah dan bernuansa sedih. Bayangkan saja, hari Jum'at (8 Dzulhijjah 1435 H), Ustadz Dzulqarnain dalam khutbahnya, beliau menangis mengisahkan kisah Syaikh Utsman Dabu.

Di tempat lain, di Masjid Nurul Bahri Makassar saat Idul Adha hari Ahad (10 Dzulhijjah 1435 H), Ustadz Khidir hafizhohulloh pun menangis dalam khutbahnya ketika memaparkan makna-makna ketakwaan.

Beberapa kilo dari Makassar, di Lapangan UD Sinar Alam Gowa tempat pelaksanaan sholat Idul Adha, Ustadz Sunusi Daris membuat para jamaah bersedih dalam khutbah beliau. Lantaran beliau memaparkan pelajaran berbakti pada orangtua dalam kisah Nabi Ibrohim alayhi salam.

Na'am, ini pelajaran mahal buat kita saat ini. Bahwa tangisan itu bukanlah tanda kelemahan, kekurangan, dan kepayahan. Namun, tangisan ialah tanda baik bagi seorang muslim yang mendengarkan kebaikan, teguran, dan nasehat. Mudah-mudahan itu merupakan sarana perubahan bagi yang mendengarkannya.

Lihatlah ini, sosok-sosok ustadz di atas, mereka pun menangis. Padahal kalau kita mau berfikir, mana mungkin ustadz menangis?

Inilah kewajaran. Inilah teladan bagi siapa yang mau memetik hikmah. Bahwa setiap orang berilmu, pasti punya hati yang lembut.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline