Lihat ke Halaman Asli

Menjadi Problem Solver? Siapa Takut!

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Membangun anak yang kritis, kreatif dan problem solver merupakan suatu dambaan bagi setiap guru. Maka untuk mencapai hal tersebut, seorang guru memerlukan pembaharuan strategi, metode dan teknik mengajarnya. Untuk menjadikan anak yang problem solver, dalam menyampaikan bahan pelajaran kita menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban oleh siswa. Problem solver sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena dengan adanya problem solver ini maka pembelajaran akan semakin hidup dan semakin menggairahkan.Jika siswa sudah menjadi anak yang problem solver maka ia tentunya juga anak yang kritis dan kreatif. Oleh karena itu untuk menuju suatu problem solver seorang anak harus memiliki pemikiran yang kritis.

Untuk menjadikan anak yang kritis juga memerlukan pembelajaran yang kritis dimana guru membantu mengenalkan dan megupas tuntas kehidupan yang nyata si anak secara kritis. Dalam proses ini semangat konsientisasi yang merupakan proses manusia dalam berpartisipasi secara kritis untuk menuju pada suatu perubahan sangat diperlukan. Peran pembelajaran itu sendiri ialah untuk mengarahkan siswa agar bisa mencapai pada kesadaran kritis. berpikir kritis merupakan sebuah proses penting, terarah, dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental yang meliputi proses merumuskan masalah, membuat keputusan dan mengidentifikasi hipotesis. Proses pembelajaran sebaiknya menempatkan anak sebagai subjek pembelajaran dimana pengalaman si anak digunakan sebagai patokan dalam pembelajaran. Pembelajaran harus menggugah kesadaran kritis anak dalam menghadapi berbagai permasalahan. Guru memberikan suatu bahan permasalahan untuk dikaji oleh siswa, kemudian siswa diberi kebebasan untuk berpendapat. Selanjutnya pendapat siswa dibandingkan dengan pendapat guru,sehingga akan terjadi konfirmasi antara guru dan siswa yang pada akhirnya akan diperoleh suatu penyelesaian masalah. Dengan begitu, masing-masing pihak akan saling menawarkan apa yang mereka mengerti dan ketahui, bukan menghafal.

Berbeda halnya dengan berpikir kritis, berpikir kreatif merupakan suatu aktifitas mental yang dilakukan guna memupuk ide-ide yang orisinil dan menciptakan suatu pemahaman yang baru. Untuk memacu anak menjadi kreatif, seorang guru bisa memberikan stimulus pada anak dan proses pembelajarannya pun harus memusat pada anak. Salah satu cara yang mampu mengembangkan kreativitas anak adalah dengan cara memberi kebebasan kepada anak untuk menuangkan imajinasinya. Misalnya memberi kebebasan terhadap anak dalam melakukan dan membentuk sesuatu dengan caranya sendiri dan memaparkan pengalamannya sesuai dengan stimulus yang telah diberikan guru. Bebaskan daya kreatif anak, jangan terlalu banyak melarang anak melakukan suatu hal yang baru.

Jadi seorang anak dapat dikatakan telah menjadi problem solver, jika anak tersebut telah berfikir kritis dan kreatif.Problem solver merupakan suatu proses mental yang memerlukan keterampilan lebih dalam menyelesaikan suatu masalah. Untuk menjadikan anak yang problem solver dapat dengan cara memberikan permasalahan yang harus diselesaikan, kemudian anak diberi kesempatan untuk memahami nilai yang terkandung didalamnya, selanjutnya siswa bekerjasama

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline