Lihat ke Halaman Asli

Perkembangan Sosial Serta Kepribadian Anak

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Perkembangan Sosial

Perkembangan social Dapat diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma–norma kelompok, moral dan tradisi; meleburkan diri menjadi suatu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama.

Perkembangan social anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik orang tua, sanak keluarga, orang dewasa lainnya atau teman sebayanya. Apabila lingkungan social tersebut memfasilitasi atau memberi peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosialnya secara matang. Namun, apabila lingkungan social itu kurang kondusif, seperti perlakuan orangtua yang kasar, sering memarahi, acuh tak acuh, tidak memberikan bimbingan, teladan, pengajaran atau pembiasaan terhadap anak dalam menerapkan norma-norma, baik agama maupun tatakrama/budi pekerti, cenderung menampilkan perilaku maladjustment, seperti bersifat minder, bersifat egois, senang menyendiri, kurang memiliki perasaan tenggang rasa dan kurang mempedulikan norma dalam berperilaku.

Perkembangan social anak juga sangat dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua terhadap anak dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan social, atau norma–norma kehidupan bermasyarakat serta mendorong dan memberikan contoh kepada anaknya bagaimana menerapkan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Proses bimbingan orangtua ini lazim disebut sosialisasi.

Ada beberapa bentuk mengenai tingkah laku social pada anak diantaranya yaitu:


  • Pembangkangan (negativisme), yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orangtua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
  • Agresi (aggression), yaitu perilaku menyerang baik secara fisik (nonverbal) maupun dengan kata (verbal). Agresi ini berwujud dalam perilaku menyerang, seperti : memukul, mencubit, menendang, menggigit, marah-marah dan lain sebagainya.
  • Menggoda (teasing), yaitu sebagai bentuk lain dari tingkah laku agresif. Menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan), sehingga menimbulkan reaksi marah pada orang yang diserangnya.
  • Persaingan (revarly), yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong (distimulasi) oleh orang lain.
  • Kerja sama (cooperation), yaitu sikap mau bekerja sama dengan kelompok.
  • Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior), yaitu sejenis tingkah laku untuk menguasai situasi social, mendominasi atau bersikap “bossiness”. Wujud dari tingkah laku ini, seperti : meminta, menyuruh, dan mengancam atau memaksa orang lain untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
  • Mementingkan dirinya sendiri (selfishness), yaitu sikap egosentris dalam memenui interest atau keinginannya. Apabila keinginan tersebut ditolak atau tidak dipenuhi, maka dia akan protes dengan menangis, menjerit, atau marah-marah.
  • Simpati (sympathy), yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain, mau mendekati atau bekerja sama dengannya.

Perkembangan Identitas Diri dan Gender Identity

Di dalam kehidupan, setiap individu pasti akan mengalami suatu keadaan yang krisis atau gawat. Apabila orang tersebut bisa melalui keadaan tersebut dengan baik, maka orang tersebut akan memperoleh kepribadian yang sehat dan mampu menguasai lingkungan. Namun, apabila orang tersebut tidak bisa melalui keadaan itu dengan baik, maka ia akan hanyut dalam arus kehidupan. Ia hanya mengikuti kemana arus itu bergerak.

Kesadaran identitas jenis kelamin adalah kesadaran anak tentang konsep peran pria dan wanita dalam kehidupan, tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh pria dan wanita.

Gender adalah pembagian peran kedudukan, fungsi, tanggung jawab dan tugas antara laki-laki dan perempuan ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat laki-laki dan perempuan yang dianggap pantas sesuai norma-norma, adat-istiadat, kepercayaan, atau kebiasaan masyarakat, dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman.

Jenis kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan yang menentukan perbedaan peran mereka dalam menyelenggarakan upaya meneruskan garis keturunan.

Jenis kelamin merupakan kodrat Tuhan. Oleh karena itu tidak dapat ditukar atau diubah. Ketentuan ini berlaku sejak dahulu kala, sekarang dan berlaku selamanya. Sedangkan gender bukanlah kodrat Tuhan. Oleh karena itu gender berkaitan dengan proses keyakinan bagaimana seharusnya laki-laki dan perempuan berperan dan bertindak sesuai dengan tata nilai yang terstruktur, ketentuan social dan budaya di tempat mereka berada.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan peran jenis kelamin yaitu:

a.Factor biologis, yaitu factor yang disebabkan oleh perbedaan psikologis (anatomis atau hormone) atau struktur genetic antara laki-laki dan perempuan.

b.Faktor Sosial, yaitu faktor peran jenis kelamin yang diketahui melalui interaksi dengan orang lain dan lingkungan.

c.Faktor Media Massa.

d.Pengaruh Perkembangan Kognitif. anak itu akan belajar memahami bagaimana dia harus berperilaku sesuai dengan peran jenis kelaminnya. Seiring dengan bertambahnya usia, anak akan semakin konsisten dalam melaksanakan tindakan sesuai dengan peran jenis kelaminnya.

Perkembangan Moral

Istilah moral mempunyai arti adat istiadat, kebiasaan, paraturan/nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Anak dalam hidupnya akan bertemu dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat.Norma-norma inilah yang biasanya dikaitkan dengan moral. Jadi moral adalah penilaian tentang perilaku seseorang dalam kehidupan baik buruknya sikap seseorang dan penilaian berdasarkan pada norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.Perkembangan moral menurut pandangan kognitif yang dipelopori oleh Piaget dan Kohlberg.

Perkembangan moral menurut Piaget

·Heteronimus: Pada tahap perkembangan moral ini,menganggap keadilan dan aturan sebagai sifat-sifat dunia yang tidak berubah danlepas dari kendali manusia. Dan biasanya tahap ini menjadi sudut pandang dari anak usia 4-7 tahun.

·Moralitas otonimus: Pada tahap ini anak sudah menyadari bahwa hukum dan aturan-aturan itu diciptakan oleh manusia bahwa menilai tindakan seseorang harus mempertimbangkan maksud si pelaku dan akibatnya.Anak mengalami fase ini pada usia 7-10 tahun.

Perkembangan Moral Menurut Lowrence Kohlberg

Menurut teori Kohlberg telah menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap.

Teori Perkembangan moral dalam psikologi umum menurut Kohlberg terdapat 3 tingkat dan 6 tahap pada masing-masing tingkat terdapat 2 tahap diantaranya sebagai berikut:

ØTingkat Satu : Penalaran Prakonvensional.
Pada tingkat ini, anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral- penalaran moral dikendalikan oleh imbalan (hadiah) dan hukuman eksternal.

ØTahap I. Orientasi hukuman dan ketaatan
Yaitu : tahap pertama yang mana pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas hukuman dan anak taat karena orang dewasa menuntut mereka untuk taat.

ØTahap II. Individualisme dan tujuan
Pada tahap ini penalaran moral didasarkan atas imbalan (hadiah)
dan kepentingan sendiri.

ØTingkat Dua : Penalaran Konvensional
Penalaran Konvensional merupakan suatu tingkat internalisasi individual menengah dimana seseorang tersebut menaati stándar-stándar (Internal)tertentu, tetapi mereka tidak menaati stándar-stándar orang lain (eksternal)seperti orang tua atau aturan-aturan masyarakat.

ØTahap III. Norma-norma Interpersonal
Yaitu : dimana seseorang menghargai kebenaran, keperdulian dan kesetiaan kepada orang lain sebagai landasan pertimbangan-pertimbangan moral. Seorang anak mengharapkan dihargai oleh orang tuanya sebagai yang terbaik.

ØTahap IV. Moralitas Sistem Sosial
Yaitu : suatu pertimbangan itu didasarkan atas pemahaman atuyran sosial, hukum-hukum, keadilan, dan kewajiban.

ØTingkat Tiga : Penalaran Pascakonvensional
Yaitu : Suatu pemikiran tingkat tinggi dimana moralitas benar-benar diinternalisasikan dan tidak didasarkan pada standar-standar orang lain.

ØTahap V. Hak-hak masyarakat versus hak-hak individual
Yaitu : nilai-nilai dan aturan-aturan adalah bersifat relatif dan bahwa standar dapat berbeda dari satu orang ke orang lain.

ØTahap VI. Prinsip-prinsip Etis Universal
Yaitu : seseorang telah mengembangkan suatu standar moral yang didasarkan pada hak-hak manusia universal.

Perkembangan moral seorang anak banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama orangtua. Dia belajar untuk mengenal nilai-nilai dan perilaku sosial yang sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, melalui pengajaran yang diberikan oleh orangtuanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline