Lihat ke Halaman Asli

Kadiman Kusmayanto

TERVERIFIKASI

Kalimat Hiperbolik: Jurus Pamungkas dalam Kampanye

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13400112641229783130

Ulang Tahun Joko Pinurbo ... Ya, hari ini saya ulang tahun ke-50 Tahun besok saya akan ulang tahun ke-49 Tahun lusa saya akan ulang tahun ke-48 Sekian tahun lagi usia saya genap 17 Kemudian saya akan mencapai usia 9 tahun. Pada hari ulang tahun saya yang ke-9 saya diajak ayah mengamen berkeliling kota. “Hari ini kita akan dapat duit banyak. Ayah mau kasih kamu sepatu baru” ... Joko Pinurbo atau populer dengan sapaan Jokpin adalah seniman yang kreatif dan terkadang nakal dalam bermain dengan kata-kata. Kalimat-kalimat hiperbolik dipermainkannya dengan cantik ... Menghamili Kata-kata Membuahi Makna -- Jokpin adalah segelintir dari pencipta puisi yang karyanya mudah dilantunkan dan dicerna tanpa musti mengerutkan dahi untuk memahaminya. Tidak perlu banyak interpretasi dalam memaknai puisinya Sering pengemarnya instan terpingkal karena kejenakaannya dalam merajut kata dan memberikan makna. Dalam penggalan puisinya diatas, Jokpin bermain dengan kata, keluar dari kelaziman dan berhitung mundur. Bukan hanya Jokpin saja yang suka melakukan eksploitasi kalimat hiperbolik. Masyarakat Jawa Tengah dan Timur, sering menggunakan sewu (baca seribu) kala dihadapkan pada jumlah yang banyak sekali. Tengok misalnya: Candi Sewu,  Lawang Sewu dan Gunung Sewu. Artis Didi Kempot juga memanfaatkan fenomena sewu saat merilis lagi Kuto Sewu. Masyarakat Sumatera seperti Bengkulu dan Sulit Air juga menggunakan istilah Tangga 1000 dan Janjang 1000. Tidak lepas, SBY-JK yang terimbas. Duo pemimpin itu meluncurkan program-program strategis dengan slogan berbau hiperbolik, eg. Pembangkit Listrik 10.000 MW, Pembangunan Jalan Toll 1000 km, Pembangunan Rusun 1000 Tower. Kita paham bahwa 1000 dan kelipatannya itu adalah sebuah dramatisasi untuk memberikan nuansa banyak, besar, tinggi dan panjang. Bukan hanya angka 1000 yang digunakan dalam ukuran panjang, luas dan volume dalam ungkapan hiperbolis. Ada juga angka-angka lain. Kita masih ingat lagu jadul dangdut populer “Lima Menit Lagi” yang dilantunkan dengan manja oleh Ine Synthya. Begitu pula dengan permainan kata hiperbolik yang sering digunakan dalam bahasa Inggris seperti: Give me a second, Please wait a minute sampai Love in million years. Dalam tata bahasa, kita mengenalnya sebagai hiperbolik kuantitatif. Dalam percakapan sehari-hari, kita banyak juga mendengar kalimat hiperbolik kualitatif bukan hanya dalam percakapan keseharaian a la waroeng kopi, juga dalam pidato resmi kenegaraan. Bukankah kita sering mendengar istilah Blue Energy, Green Energy, Blue Sky dalam pidato-pidato resmi pemimpin kita? Kaum kreatif dalam dunia promosi dan periklanan suka memanfaatkannya sebagai pemancing minat dan penarik perhatian. Jokowi : 1 Jam Di Kantor Dalam sebuah tayangan layar kaca Metro-TV, dua pasangan Cagub DKI berdiri dipanggung. Salah satu tokoh yang diundang untuk mengajukan pandangan, kritik dan pertanyaan adalah Dr. Chusnul Mar’iyah, yang disebutkan dalam acara itu sebagai seorang pakar komunikasi politik. Banyak masukan, kritik dan pertanyaan dilontarkannya untuk menunjukkan bahwa sejatinya iya seorang pakar komunikasi politik. Satu sesi yang menggelitik adalah saat Jokowi dicecar seputar pernyataan hiperboliknya -- 1 Jam Di Kantor. Bola tanggung dilemparkan mengambang diatas net dan tentu bola tanggung ini tidak disa-siakan sebagai bola enak dan mematikan untuk dipukul (baca smash). Walaupun nama matematikawan besar dari Itali, Pareto tidak langsung disebut oleh Jokowi, namun pemirsa apalagi pengagum dan pendukung Jokowi mengacungkan jempol dengan jawaban yang trengginas. Pareto mengungkapkan bahwa segala sesuatu baik di dunia akademik, birokrat, wirausaha (entrepreneur) maupun kemasyarakatan dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu Big Few dan Small Many yang kemudian dipopulerkan dengan prinsip 80 - 20. Dengan bahasa yang sederhana dan tegas Jokowi piawai melakukan eksploitasi atas fenomena Pareto itu dengan mengatakan bahwa urusan-urusan Gubernur itu hanya sebagian kecil saja yang menuntut kehadiran Gubernur di gubernuran, sebagian besar akan dihabiskan untuk urusan-urusan riil di lapangan mulai dari detil realisasi pembangunan infrastruktur sampai pada berbagai urun rembuk dengan masyarakat di jalan, di pasar, di bantaran sungai, di TPA, di sekolah, di puskesmas dll. Apalagi ada Wakil Gubernur yang tentunya akan menjadi penjaga gawang gubernuran. Tidak disebutnya bahwa itu filsafat matematika, tidak disitirnya nama besar Pareto dan tidak pula dikatakannya bahwa itu prinsip dasar kepemimpinan yang dekat dengan rakyat. Mahir Jokowi menerapkan prinsip simplex munditis (kesederhanaan yang elok) dan menjadikannya sebagai kesehariannya. Dari bagian kecil acara Uji Kompetensi itu hilanglah keraguan bahwa Dr Chusnul Mar’iyah memang seorang pakar komunikasi politik. Pandai iya memainkan lakon antagonis dan memilih kalimat hiperbolik -- 1 Jam Di kantor -- sebagai sasaran tembak dalam melempar bola tanggung. Interpretasi diatas bisa saja dinilai subjektif. Perkenankan saya sitir sebuah kalimat dalam dialog film The Bucket List, 2007 -- I’d love to be wrong. If I’m wrong I win. Dalam sejarah perpolitikan,kalimat hiperbolik memang pamungkas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline