Lihat ke Halaman Asli

Kadiman Kusmayanto

TERVERIFIKASI

ABG -- Asli Indonesia

Diperbarui: 26 Juni 2015   19:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah sejak awal terjadinya revolusi industri yang ditandai dengan invensi dan penggunaan mesin uap sebagai penggerak mula (prime mover) telah dirasakan pentingnya kerjasama harmonis antara kaum akademik (A = Academics), para pebisnis (B = Business) dan penentu kebijakan alias pemerintah (G = Government).  Sejak itu mulailah The Triple Helix dengan trio ABG menjadi tema sentral mulai dari ranah konsep sampai pada realisasi dalam keseharian. Kata helix diambil dari kata dalam bahasa Inggris yang menjelaskan bentuk geometri berupa rantai spiral berbentuk dua maupun tiga dimensi.  Pemilihan kata helix dalam trio ABG adalah inspirasi dari keharmonisan dalam The Double Helix Deoxyribo Nucleic Acid (DNA). Kita paham bahwa DNA adalah komponen dasar dan utama hampir setiap makhluk hidup. Wujud fisik dari DNA ini geometri tiga dimensi berupa helix kembar yang secara harmonis terhubung satu dengan yang lain dan membawa informasi genetika orisinil makhluk hidup. Trio ABG dipercaya akan memberi dampak positif jika dapat diarahkan membentuk sebuah trio helix yang menggambarkan keserasian masing-masing helix A, B dengan G, yaitu terajut (inter-twined) membentuk sebuah jejaring kuat.

Belajar Dari Anak Baru Gede

Sehari-hari kita lebih mengenal istilah ABG sebagai akronim dari Anak Baru Gede yaitu anak-anak dalam masa akil-balik (adolescent) yaitu yang berada pada masa transisi dari status anak-anak ke orang dewasa. Dalam perspektif psikologi individu dan organisasi, masa transisi ini selalu menjadi fokus pengamatan yang membutuhkan pengawalan ketat. Bahkan dalam strategi dan kiat mengelola masa perubahan (change management) diingatkan bahwa ini adalah perioda yang kritis karena berifat labil. Kondisi yang lama (the old comfort zone) belum lagi sepenuhnya ditinggalkan. Disisi lain, kondisi yang baru (the promised new comfort zone) belum dipahami apalagi dirasakan lebih nyaman ketimbang kondisi yang akan dan sedang ditinggalkan.

Banyak ciri khas bahkan sikap ABG yang menarik perhatian, diantaranya adalah

a. Lebih suka disebut orang dewasa muda ketimbang anak besar.

b. Tidak mudah diberitahu atau menerima usulan, kritik dan perintah dari generasi yang lebih tua termasuk dari or-tu.

c. Tampil beda bahkan tak jarang jadi trend-setter, eg pamer puser, celana mlorot

d. Berkelompok dan kompak

e. Senantiasa berbagi dan bertukar harta benda dengan sesama

Jangan cepat loncat pada kesimpulan bahwa keunikan kaum ABG itu lebih berpotensi bikin pusing ketimbang memberi manfaat. Apalagi jika kita memasukkan faktor generasi penerus dalam penilaian.

Dalam konteks The Triple Helix (THC),perilaku esa dari kaum ABG banyak memberi pelajaran. Tengok misalnya sifat berbagi dengan seksama. Ini yang dalam konsep manajemen organisasi modern dikenal dengan istilah resource sharing. Tanpa ada sikap ini, tidak akan terjadi pertukaran informasi diantara masing-masing helix. Lebih lanjut, cita rajut THC bagaikan jauh panggang dari api. Tanpa sifat ini akan tetap berdiri kokoh tembok-tembok tinggi yang ujung-ujungnya bukan membentuk THC melainkan tiga komponen A, B dan G yang saling eksklusif. Begitu juga dengan sikap berkelompok dan kompak. Bukankah kedua hal ini yang menjadi ruh dari kerja-tim (team work)? Idem ditto dengan keutamaan ABG tampil beda. Ini yang menjadi kernel atau inti dari ekonomi kreatif  (the creative economy) yang juga menjadi buzz-word dalam THC.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline