Lihat ke Halaman Asli

Usman Kusmana

Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Membaca Politik Persepsi di Pilgub Jabar, Dede Yusuf Menang 37%?

Diperbarui: 24 Juni 2015   18:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13611369001152231362

[caption id="attachment_243911" align="aligncenter" width="600" caption="Dede Yusuf (KOMPAS)"][/caption] Saat ini semua kandidat cagub/cawagub Jabar sedang sprint menarik simpaty rakyat, berharap warga jabar tertarik dan menentukan pilihannya pada mereka. Kampanye dengan berbagai cara di lakukan. Tapi secara umum mereka mengambil pola yang sama. Tidak terlalu menonjolkan kampanye terbuka di lapangan dan berorasi. Semua kandidat lebih memilih "blusukan" atau kukurusukan ke titik-titik massa tertentu, terutama pusat-pusat keramaian semisal pasar, terminal, stasiun dan sejenisnya. Dalam bacaan saya, langkah politik mereka yang lebih memilih blusukan, mendatangi rakyat, menyapa mereka memang lebih baik dan lebih effektif daripada mendatangkan rakyat untuk hadir ke lapangan, berkonvoi ria di jalanan. Akan sangat terlihat bagaimana kualitas pendekatan, pola dan gaya komunikasi mereka saat berinteraksi dengan rakyat secara langsung. Yang natural dan polesan sangat kentara. Auranya muncul tanpa bisa di halangi atau di poles-poles sekalipun. Semakin banyak titik massa yang dijadikan sarana blusukan oleh kandidat akan semakin muncul image dan terbangun politik persepsi mereka dimata rakyat. Tak perlu banyak mengeluarkan puluhan hingga ratusan juta masang iklan di koran dan televisi, berfoto narsis segala. Politik persepsi yang terbangun secara natural akan menjadi elan berita yang menyebar secara MLM, menjadi berita dari mulut ke mulut, di pasar, di warung kopi, pos ronda hingga tongkrongan anak muda. Hal itu akan membentuk politik persepsi yang pada akhirnya mempengaruhi sikap pilihan nanti di TPS. Politik persepsi seorang cagub dan cawagub memang sedikit banyak ada kaitannya dengan tampilan fisik, gaya bertutur, cara menyapa warga, track record kepemimpinan serta ketokohannya selama ini, kesan dan pemberitaan yang beredar di media massa selama ini, termasuk apa yang terjadi di kekuatan partainya masing-masing. Jika kita mencoba menelaah, memotret dan menganalisis kelima kandidat yang maju dalam Pilgub Jabar, kita akan sedikit menemukan celah bagaimana politik persepsi mereka dimata publik. Bagaimana publik mencitrakan mereka selama ini. Untuk pasangan Independen Dikdik-Cecep kelihatannya teramat lemah dimata publik. Gerakan dan sosialisasi mereka juga kurang kuat menyerang memoru publik, sehingga kesan yang muncul di masyarakat, pasangan independen ini seolah menjadi pelengkap saja dalam perhelatan pilgub ini. Tak ada sisi-sisi yang menonjol yang bisa dijual ke publik, baik dari segi figur maupun konsep-konsep yang ditawarkannya. Sementara untuk pasangan nomor 2 Yance-Tatang, persepsi publik juga belum menunjukan sisi yang menonjol kuat. Meskipun Yance begitu massif menggunakan berbagai sarana sosialisasi dari jauh hari, baik media out door dalam bentuk baligo, spanduk, banner hingga ke pelosok, termasuk iklan di media massa, tapi politik persepsi mereka di mata publik Jawa Barat seolah-olah stagnan. Publik mencitrakan Yance Tatang ini sebagai orang yang mungkin iya dianggap berhasil memimpin Kabupatennya, tapi memimpin Jawa Barat belum mampu meyakinkan masyarakat, terlebih muncul persepsi akan fenomena terlalu dominannya Cagub (Yance) dalam segala pergerakan politiknya, Cawagub seolah ditempatkan pada tempat yang subordinate. Mungkin dianggap karena Perahu politik yang dipakai hanya Golkar, dan figur Cawagubnya (TFH)  hanya sebagai pelengkap saja untuk menunjang kepercayaan diri Yance dengan Golkarnya. Sementara untuk pasangan cagub-cawagub nomor 3 Dede Yusuf-Lex Laksamana, kelihatannya politik persepsinya menang di figur Dede Yusuf. Persepsi publik yang terbangun tentang sosok DY ini lebih kuat dibandingkan Cawagubnya Lex Laksamana, meskipun Laksamana selama ini 6 tahun menjadi Sekda Provinsi Jawa Barat. Publik menilai bahwa DY lebih populer, lebih menarik, lebih mencerminkan fugur pemimpin yang dekat dan merakyat dengan rakyat. Dan Sebagai figur muda dan berpengalaman sebagai Cawagub, DY juga dipersepsikan bersih dan harum, meskipun Partai Demokratnya selama ini diberitakan banyak kasus. Dalam konteks Jawa Barat DY justru dipersepsikan sosok pemimpin yang minus dari kabar dan berita miring seputar KKN selama dirinya menjadi Wagubnya Ahmad Heryawan. Perpaduan figur DY yang muda, bersih, dan menarik serta berpengalaman sebagai Wagub dengan figur Lek Laksamana yang matang di dunia birokrasi seakan menjadi pilihan ideal untuk memimpin Jawa Barat 5 tahun kedepan. Dalam keduanya muncul kekuatan popularitas, akseptabilitas dan lapabelitas untuk menjadi elektabilitas. Sementara figur Cagub Incumben Ahmad Heryawan-Dedy Mizwar politik persepsi yang selama ini muncul adalah bahwa kekuatan Aher akan sangat dominan. kehadiran Deddy Mizwar hanya sebagai pengerek faktor popularitasnya yang jeblok selama ini. Aher dipersepsikan terlalu lekat nuansa politik PKS nya, sementara kekuatan figur personalnya masih kalah dibandingkan DY misalnya. Selain itu faktor pengalamannya selama menjadi Gubernur lalu menguasai dengan sangat kekuasaannya, dengan meninggalkan wagubnya DY diyakini akan terjadi pula pada diri DM. Nantinya DM hanya akan menjadi ban serep saja. Coba lihat dari panggung-panggung Debat kandidat, DM sangat tidak menguasai tema-tema kepemerintahan, sementara Aher dominan. Faktor kasus Impor Sapi yang melibatkan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishak yang dijadikan tersangka dan di tahan oleh KPK juga sedikit mendowngrade suara Aher. Persepsi publik terhadap Aher dan PKS akan terdowngrade karenanya. Sementara sosok cagub-cawagub nomor 5 Rieke-Teten secara persepsi juga kelihatannya tidak muncul secara dahsyat sebagaimana Jokowi di DKI Jakarta. Persepsi publik kadong mengatakan " moal bisa atuda rek nurutan Jokowi di Jawa Barat mah". Persepsi politik Rieke-Teten meskipun menggunakan simbol=simbol dan penanda sebagaimana Jokowi tapi tak mampu menarik masyarakat Jabar untuk menyukainya sebagaimana menyukai sosok Jokowi. Ditambah lagi figur pemimpin perempuan di Jawa Barat masih kurang bisa di terima oleh para tokoh ulama dan kepemimpinan lokal yang ada di berbagai pelosok jawa barat. " Selama masih ada lelaki, pemimpin perempuan masih terganjal" Jadi menurut bacaan saya, politik persepsi dalam Pilgub Jawa Barat posisinya ada pada figur Dede Yusuf dan Aher. Jadi pertarungan nomor 3 dan nomor 4. Sosok Aher terbantu oleh popularitas Deddy Mizwar, Tapi sosok Dede Yusuf juga terus melonjak dari sisi tingkat kedisukaian masyarakat Jawa Barat. Hanya tinggal apakah pada waktunya akan linear dengan tingkat elektabilitasnya. Prediksi saya, Dede Yusuf akan menang satu putaran di kisaran angka 37-41 %. Atau kalaupun meleset maju dua putaran antara pasangan Dede Yusuf vis a vis Ahmad Heryawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline