Manusia hidup tidaklah selalu datar. Pasti ada situasi naik turun. Dalam hubungan sosial kemasyarakatan utang piutang menjadi bagian dari bumbunya. Semua kita mungkin pernah harus berurusan dengan utang untuk menyelesaikan sesuatu yang mendesak sementara situasi ekonomi kita sedang terpuruk. Entah itu berutang ke personal orang lain atau lembaga-lembaga penyedia utang, apakah itu bank, koperasi, BPR, LPK dan sejenisnya.
Seseorang yang tidak punya utang boleh jadi ada dua kemungkinan padanya. Pertama, dia memang kaya raya, mampu memenuhi semua kebutuhan dan urusannya tanpa mesti berutang, meskipun setahu saya orang-orang kaya juga entah itu pejabat atau pengusaha tetap saja pada punya utang ke Bank untuk menunjang usahanya tersebut. Kedua, Dia memang sudah tidak dipercaya lagi oleh lembaga keuangan atau oleh orang lain. Sehingga mau mengutang ke siapapun tak ada yang mau memberinya.
Dalam hal utang piutang, prinsip utamanya adalah pada niat berutang itu sendiri. Bagi si pengutang, saat dia meminta tolong meminjam uang, niatkanlah dalam hati untuk segera membayarnya kembali. Jangan sekali-kali ada dalam bayangan pikiran kita maksud meminjam uang tapi tak mau membayar kembali atau melambat-lambatkan pembayaran utang tersebut.
Seseorang yang ber utang dan bertekad untuk berupaya sesegera mungkin membayarnya kembali akan dimudahkan pertolongannya oleh Allah SWT. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, artinya: "Barangsiapa mengambil harta orang (berhutang) dan ia ingin membayarnya, niscaya Allah akan menunaikannya dan barangsiapa berhutang dengan niat menghilangkannya (tidak membayar), niscaya Allah membuatnya binasa. " HR. Al-Bukhari. "Siapa yang meminjam dan sengaja untuk tidak membayarnya, niscaya ia menemui Allah dalam keadaan sebagai pencuri." (Shahih Ibnu Majah, No. 1954, 2/52).
Sementara itu bagi si pemberi utang, niatkanlah semata karena menolong orang lain yang memang sedang sangat membutuhkan pertolongannya melalui pemberian utang tersebut, jangan dibarengi dengan pertimbangan ekonomi lainnya seperti menambahkannya bunga yang mencekik leher. Jika kita memberi utang pada orang lain semata karena niat menolong, maka hakikatnya kita akan membebaskan diri kita dari beban kelak di akherat. Rasul bersabda " Barang siapa yang membantu melepaskan beban kesulitan orang lain, Maka Allah akan membebaskan beban kesulitannyanya kelak di akhirat". Jangan malah menjadi rentenir yang justru akan membuat hidup kita celaka kelak.
Aktifitas ber-utang janganlah menjadi kebiasaan atau karakter. Berutanglah karena benar-benar terpaksa dan benar-benar untuk sesuatu yang sangat penting dan mendesak. jangan ber-utang untuk hal-hal yang bersifat acessories, kesenangan semata. Banyak diantara kita yang berhutang untuk bisa merayakan lebaran, menyenangkan orang tua dan keluarga, dan lain sebagainya, termasuk agar bisa menyelenggarakan pesta pernikahan putra putrinya dengan mewah, dan memaksakan diri, agar dapat memiliki gaya hidup modern, misalnya dengan kredit mobil, kredit rumah mewah, kredit perabotan-perabotan mahal dsb.
Janganlah kita membebani pundak kita secara berlebihan, jangan pula utang membuat malam kita terasa panjang, siang kita seperti gelap gulita. Dunia luas rasanya teramat sempit bagi orang yang punya banyak utang. Berutang yang wajar dan dengan niat baik untuk segera membayarnya kembali dalam bingkai ta'awun yang bersih adalah suasana kehidupan sosial yang indah. Dan janganlah lupa, jika kita melakukan akad utang piutang dengan sesama manusia, maka catatlah! atau disertai dengan akad tulis menulis diatas bukti kwitansi atau media adminsitrasi lainnya. Hal itu pun merupakan anjuran dan perintah Agama.
Jadi janganlah hina jika kita masih harus ber utang selama kita mampu membayarnya. Jika anda masih punya utang, itu tandanya anda masih di percaya orang lain, dan tanda bahwa anda harus segera membayarnya....Selamat ber-utang...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H