Sewaktu belajar mondok di Pesantren, Saya selalu diajarkan untuk mengambil hikmah kehidupan darimana dan dari siapapun datangnya. Untuk belajar dari siapapun dan dari apapun. Saya selalu terngiang istilah yang populer dikalangan santri " Undzur Maa Qola walaa tandzur man qola.." Lihatlah pada apa yang dia ucapkan, jangan melihat pada siapa yang mengucapkannya.
Istilah itu mengajarkan kita untuk senantiasa pandai mengambil hikmah dan ilmu, dari ucapan orang. Sekiranya hal itu memang baik dan bermanfaat. Tak peduli ucapan itu datangnya dari orang yang secara usia dibawah kita, secara pendidikan dibawah kita, secara ukuran-ukuran duniawi dibawah kita. Lihat omongannya, jangan lihat siapa yang ngomong..!
Di Kompasiana ini, ada beberapa tulisan yang mengupas seputar fenomena "Dewa Gilang", seorang Kompasianers asal Bandung yang tulisan-tulisannya menarik perhatian saya dan banyak Kompasianers lainnya. Lalu beberapa ada yang terlibat dalam saling adu komment yang mempertanyakan faktor usia Dewa Gilang yang katanya baru menginjak 15 Tahun, dengan melihat dari postingan tulisan dewa Gilang yang dianggapnya berat dan tak sesuai dengan usianya...
Kalau saya sih semenjak awal menikmati saja hidangan tulisannya, kebetulan dia selalu mengakhiri tulisannya dengan kalimat "Selamat menikmati hidangan..". Tak pernah mempertanyakan dan meributkan urusan bagaimana sosok dan usia Dewa Gilang ini. Paling saya hanya bicara sendiri " Luar biasa ini Dewa Gilang, masih muda tapi tulisan-tulisannya mantapp..", sambil sesekali sy memberikan kommen apresiasi atas kesediaannya menyajikan hidangan yang lezat.
Bagi saya, tak penting untuk mempersoalkan masih muda atau sudah dewasa atau tuanya seorang penulis di Kompasiana, saya hanya melihat, apa yang dia share di Kompasiana ini bermanfaat tidak untuk menambah khazanah keilmuan saya, bermanfaat tidak untuk mendewasakan diri dan pikiran saya, bermanfaat tidak untuk mengasah kemampuan menulis saya. Jika dirasa bermanfaat saya baca, jika tidak yaa lewat saja...
Yang pasti, ungkapan Lihat Apa yang dia ucapkan jangan lihat siapa yang mengucapkan saya berlakukan juga di Blog Keroyokan ini. Saya selalu melihat apa yang dituliskan, dan tak pernah melihat siapa yang menulis, apalagi mempermasalahkannya. Mengenal siapa yang menulisnya paling tidak untuk sarana menjalin pertemanan dan persahabatan saja, menjalin silaturrahmi dengan kawan-kawan sesama penulis di Kompasiana, saling berdiskusi, berbagi informasi. Tapi kan tak perlu meributkan sisi-sisi lain yang sebenarnya tak perlu dan tak penting untuk diributkan.
Saya yakin, Jika kita memiliki sikap seperti itu, maka kita akan lebih dewasa dalam menyikapi ruang publik seperti kompasiana ini. Tidak menyerang, mencaci dan memaki, hanya karena kita berbeda secara sikap berfikir. Mungkin ada diantara Kompasianer ini yang berperan ganda, enjadi seorang "agen Propaganda " yang tujuannya menulis semata-mata menyerang sebuah paham, sebuah gerakan, sebuah kelompok atau ormas. Tokh hal itu akan sendirinya terseleksi juga dengan kecerdasan para blogger disini. Siapa yang tulisan-tulisannya memiliki gaya dan karakter seperti itu, kalau beradu komentar juga bergaya sama.
Pada akhirnya seleksi alamiah akan berjalan sendiri. Hikmah yang tersisa didalamnya akan muncul sendiri. Mana tulisan yang didalamnya ada muatan hikmah, mana yang tidak, mana yang mencerahkan mana yang memanaskan. Dan disanalah kita harus pandai-pandai mengambil hikmah itu. "Ambillah Hikmah darimanapun itu datangnya...". So..Undzur maa qola walaa tandzur man qila" Lihat pada apa yang diucapkan, jangan melihat pada siapa yang mengatakan...
Salam Hikmah...!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H