Lihat ke Halaman Asli

Usman Kusmana

Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Dua Macam Buku Menemaniku Jalani Kehidupan

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesimpulan dan nilai paling berharga dari buku bagiku adalah sebagaimana judul diatas " Dua Macam Buku Menemaniku Menaklukan Kehidupan". Saya telah melewati tahapan hidup yang tidak mudah. Sebagai anak kedua dari 9 bersaudara dengan kehidupan ekonomi keluarga yang pas-pas an bahkan boleh dikatakan kurang, saya bersyukur pernah mengenal buku-buku kuning  (kitab kuning) selama 4 tahun di pesantren hingga menamatkan Pendidikan SMA .

Kitab-Kitab kuning di pesantren itu tak beda dahsyatnya dengan buku-buku putih yang kini banyak dicetak secara modern dengan tebal dan berbahasa Indonesia. Kitab kuning itu mengajarkan kita untuk memahami teks dan konteks secara detail, karena bahasa yang dipakai merupakan bahasa Arab tanpa harakat dan sakl, atau umum dikenal dengan "kitab gundul". Sehingga harus dibaca per hurup per kata dan per kalimat secara teliti.

Tema dan isinya juga berbagai persoalan mulai tata bahasa sebagai pintu masuk untuk dapat membaca, menganalisa dan memahami isi kandungan kitab (Jurumiyah, Sharaf, I'rab, Alfiah), persoalan tauhid/kalam untuk memahami persoalan ketuhanan (Tijanud dharury, kifayatul awam dll), Persoalan fiqih untuk memahami berbagai tuntunan syari'at agama/ibadah  sehari-hari (Safinatun Naja, Fathul Qarib, Fathul Wahhab, Fathul Mu'in, Bidayatul Hidayah dll).

Lalu tema tema yang berhubungan dengan Ahlaq Tasawuf  untuk memahami berbagai tuntunan perilaku, etika dalam menjalani kehidupan (Ahlaqul Banin, Minhajul Abidin, Hikam dll), Tafsir dan Hadist untuk memahami tafsir tentang Ayat-ayat Al-Qur'an serta hadist-hadist nabi ( Tafsir Jalalain, Tafsir Al-Maraghy, Bulughul Maram, Riyadlus Shalihin dll),  yang berkaitan dengan Ushul Fiqh (Waraqat), Panduan Rumah Tangga (Uqudulujain) dll.

Kitab-kitab itu dikenal sebagai Al-Kutub Al Qadimiyyah, Kitab-kitab klassik yang dicetak secara sederhana dan menggunakan bahan kertas berkualitas rendah, sementara buku-buku putih saat ini dikenal dengan istilah Al-Kutub Al-Asriyyah, buku-buku modern yang dicetak dengan design, layout modern serta menggunakan kertas yang berkualitas.

Pengalaman ditemani buku-buku klassik tersebut selama 4 tahun, memberi banyak endapan pemahaman tentang pegangan agama dalam menjalani hidup, menjadi panduan dan nilai-nilai yang kuat menempel dalam memory dan pemahaman saya tentang beragama, memandang kebenaran, dan menyikapi kehidupan. Bertemankan buku-buku klassik itu akan memberi postur berfikir dan bersikap yang seimbang, tidak berlebihan dalam menyikapi sesuatu. Makanya akan sangat aneh jika ada pelaku terorisme mengaku-ngaku pernah mondok di pesantren. Kalaupun iya, berarti dia tidak mendapatkan pengajaran yang lengkap tentang Islam.

Sementara itu, semenjak kuliah di Ciputat Jakarta, selain masih ada beberapa kitab klassik yang sudah berwarna putih, saya mulai ditemani buku-buku putih, atau al-kutub Al-Asriyyah tadi. Selain buku wajib dari mata kuliah yang diambil, saya juga mulai menyenangi berbagai kajian keilmuan terutama politik, sastra, Pemikiran Islam. Saya menyukai pemikiran Cak Nur (Nurcholis Majid), Cak Nun (Emha Ainun Najib) Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) termasuk segala buku tentang biografi dan percikan pemikiran-pemikirannya. Mereka adalah pembuka wawasan Keislaman dan Keindonesiaan yang par excellent dimata saya.

Kini buku-buku putih lainnya seputar motivasi, wirausaha mulai menemani, seolah terus mengikuti arah dan perjalanan kehidupan saya selanjutnya. Dan saya semakin memahami dan meyakini bahwa dua model buku (Kitab kuning dan Kitab putih) itu memberikan kemanfaatan utama sbb :


  1. Menjadi fondasi pemahaman keagamaan yang hingga kini mampu menyeimbangkan sebuah sikap hidup yang wajar dan normal. Apapun senantiasa berada dalam bingkai keyakinan ketuhanan, bingkai tujuan hidup dalam kesejatian, hasanah fiddunya hasanah fil akhirat.
  2. Memberi panduan dalam menilai sebuah makna kebenaran dan kesalahan. Selalu tidak memandang kebenaran didunia ini sebagai sesuatu yang mutlak. Karena kebenaran sejati hanya milik Tuhan. Maka dengan itu tak pada tempatnya untuk memiliki sikap memaksakan kebenaran yang diyakini sendiri terhadap orang lain, apalagi mengatas namakan Tuhan.
  3. Memberi Suntikan Energi kekuatan yang selalu ter up date dan di refresh ketika proses hidup sedang berada pada situasi sulit, merasa ditinggalkan, sendiri, lemah dan drop. Dengan membaca buku, kita banyak dibuka view tentang kehidupan, tentang keindahan, tentang sikap sabar dan syukur serta berbagai hal lainnya yang akan mebangkitkan kita dari keterpurukan, yang akan membawa kita dalam sebuah sikap hidup yang selalu enjoy dan tenang.


Ditemani dua macam buku itu, Kita menjalani hidup tanpa ragu. Karena buku memberi sejuta ilmu yang dengannya kita tak layak untuk menggerutu...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline