Lihat ke Halaman Asli

Usman Kusmana

Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Kata Menpan, Hanya 5 Persen PNS yang Memiliki Kompetensi

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar yang menyatakan bahwa hanya 5 persen dari 4,7  juta  PNS yang memiliki kompetensi di bidangnya sungguh memprihatinkan. Bahkan menurut Azwar Abubakar  50 persen dari total PNS tersebut dianggap tidak memiliki kapasitas,  Kapasitas bekerja mereka hanya untuk disuruh-suruh, belum bekerja secara mandiri.

Inilah kenyataan para abdi negara yang tugas utamanya melayani masyarakat. Kesadaran yang dimiliki oleh pemegang kebijakan utama dalam hal pengelolaan kepegawaian negara sebenarnya telah menjadi modal awal yang baik. Paling tidak pemerintah sudah mengidentifikasi kenyataan yang terjadi dalam postur birokrasi hari ini. Kelemahan-kelemahannya dan skema pembenahan kedepannya, menyangkut peningkatan kapasitas, pola rekruitmen dan penempatan formasi jabatannya.

Jika data yang disampaikan oleh Menpan dan Reformasi Birokrasi ini benar, maka hal itu mengkonfirmasi patologi birokrasi yang selama ini betah dalam budaya kerja PNS. Bahwa ada PNS yang memiliki integritas, kapasitas, kinerja, dan produktifitas yang baik, tapi komposisinya ternyata sangatlah jauh. Ada 95 persen yang berkompetensi sebaliknya. Mereka yang berkarakter pesuruh, yang kerjanya hanya di suruh suruh, yang memiliki karakter kinerja 801, masuk jam delapan, nol kinerja dan pulang jam 1.

Mereka yang masih memelihara karakter budaya "Apa yang bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah", "Apa yang bisa di perlambat kenapa harus di percepat", "Apa yang bisa di permahal kenapa harus di permurah". Yang hanya berfikir bahwa apa yang dikerjakannya selalu berurusan dengan uang lebih. Padahal paradigma berfikir PNS seharusnya dibalik sebagaimana pola TQM (total quality management) yang mengutamakan pelayanan prima dalam hal kepastian pola,waktu,dan biaya serta raut wajah dalam hal melayani masyarakat.

Sebuah tampilan PNS yang selalu berfikir memberikan yang terbaik dari kemampuan dirinya untuk masyarakat, selalu ramah dan ikhlas dalam melayani masyarakat, yang selalu berfikir " Apa yang bisa dipermudah kenapa harus dipersulit, Apa yang bisa dipercepat kenapa harus diperlambat, Apa yang bisa dibuat murah kenapa harus dimahalkan", selama prosedur dan mekanisme serta aturannya ditempuh dengan baik, dengan tanpa di penuhi oleh virus serba diukur dengan uang "lebih" nya.

Karena, banyak PNS di tingkat yang bersentuhan langsung dengan masyarakat, seperti yang berurusan dengan Penandatanganan proposal masyarakat, rekomendasi pinjaman ke bank, keterangan miskin atau apapun, dalam benaknya harus disertai dengan uang, untuk mempercepat perlu didorong dengan uang, melewati prosedur bisa diselesaikan dengan uang, dan segalanya selalu berhubungan dan diukur dengan uang. Kadang saya berfikir, lalu dia di gaji tiap bulan oleh negara yang notabene uang rakyat apa kerjaannya?

Adalah penting kiranya untuk secara massif dilakukan pembenahan postur PNS di pusat maupun di daerah, dipusat kaitannya dengan budaya suap dengan angka milyaran, di daerah menyangkut budaya recehan seperti tadi. Diawali dengan pengetatan kuasa politik di daerah dalam hal rekruitmen PNS, disinyalir Kepala Daerah banyak bermain dalam hal ini. Beredar kabar bahwa politik uang dalam pelulusan PNS sudah jadi modus pengumpulan pundi-pundi uang kalangan pejabat politik di daerah. Jangan ada dusta diantara pihak pemerintah daerah dengan pihak ketiga yang memfasilitasi pelaksanaan test CPNS. Jangansekali-kali membuka ruang "permainan" dalam meloloskan CPNS yang dampaknya akan mengakibatkan pada kenyataan sebagaimana diungkapkan oleh Menpan tadi. Tak memiliki kapasitas dan kompetensi di bidangnya.

Kedua penataan dalam hal formasi Jabatan, kekuasaan politik sering lebih dominan dibandingkan potensi yang dimiliki oleh seorang PNS. Sering terjadi PNS yang bagus secara integritas, kompetensi dan kinerja tak diberi posisi baik dalam struktur pemerintahan, karena alasan-alasan politik dalam Pilkada misalnya, sementara yang memiliki moralitas, integritas, kompetensi yang rendah diberikan tempat yang layak disisi penguasa pemerintahannya. Hal tersebut ternyata malah menimbulkan semakin melambatnya upaya reformasi birokrasi, karena budaya kerja, kemandirian dan konsep kinerja menjadi tak berarti apa-apa. Seseorang yang sebenarnya memiliki kompetensi dibidang tertentu, malah tak dipakai, atau disimpan dalam jabatan yang jauh dari dan tak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya.

Ketiga, penataan dalam hal budaya birokrasi. Pemerintah berkewajiban untuk terus menerus, massif, dengan indikator yang  terukur merubah budaya kerja birokrasi terutama di daerah, agar mereka menginternalisasikan sebuah sikap yang selama ini menunjukan tampilan abdi negara dan pelayan masyarakat yang hanya melulu berfikir tentang uang, kepada sikap yang  lebih profesional dan proporsional. Uang memang penting dan pasti semua membutuhkan, tapi uang bukan segala-galanya. PNS bergaji jauh lebih besar dibandingkan  UMK/UMR para buruh dan pekerja lainnya, meskipun dengan pola dan budaya kerja yang jauh lebih ringan dan sedikit dibandingkan mereka. Beberapa tulisan tentang PNS banyak mengungkapkan bagaimana kerja PNS di kantornya, baca koran, main game, keluyuran dst.

Maka jika yang 5 persen itu diberdayakan, didayagunakan sesuai kompetensinya, dengan didorong konsep reformasi birokrasi yang massif dan konsisten dari pusat hingga daerah, semoga saja mampu memperbaiki yang 95 persennya lagi. Atau biarkan seleksi alam akan mengikis angka 95 persen itu hingga pensiun, atau dipensiunkan, lalu direkrut PNS-PNS baru dengan pola rekruitmen yang sehat, sebagaimana dilakukan oleh perusahaan swasta dalam merekruit pegawainya. Melatih mereka, menanamkan nilai dan budaya baru birokrasi yang berkeadaban dan benar-benar mencerminkan pelayan masyarakat, abdi negara dan abdi Tuhan yang amanah, bertanggungjawab dan bersih. Semoga saja, dan Saya tetap optimis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline