Lihat ke Halaman Asli

kusmadi Wonoredjo

Seorang guru

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Tentang Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai - Nilai Kebajikan Sebagai Pemimpin

Diperbarui: 5 November 2024   11:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Oleh : Kusmadi, S.Pd. CGP Angkatan 11 Kabupaten Wonosobo

" Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik "  (Teaching kids to count is fine but teaching them what counts is best) Bob Talbert

Tujuan Pendidikan menurut Undang -- Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3 bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Hakikat tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang seutuhnya mencakup pembentukan karakter individu yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta kemampuan fisik, intelektual, dan sosial yang diperlukan untuk berkontribusi dalam masyarakat. Selaras dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara yang menekankan pentingnya pendidikan yang memerdekakan manusia dalam segala aspek, yang berorientasi pada perkembangan karakter dan budi pekerti luhur yang berbasis pada kehidupan nyata dan selaras dengan nilai budaya.

Kalimat yang diucapkan Bob Talbert "Mengajarkan anak menghitung itu baik, namun mengajarkan mereka apa yang berharga/utama adalah yang terbaik" dapat dimaknai sebagai sebuah tujuan pendidikan yang komprehensif menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Ki Hadjar Dewantara memandang pendidikan harus dilakukan secara holistik, artinya, pendidikan harus mencakup semua aspek kehidupan, yaitu olah cipta (pemikiran), olah rasa (perasaan), olah karsa (pengetahuan), olah raga (tubuh), dan olah jiwa (spiritualitas). Hal yang paling berharga dalam diri manusia adalah hati dan pikiran yang mendasari watak, kepribadian serta budi pekerti yang luhur, untuk itu membangun pondasi moral, akhlak dan budi pekerti yang luhur yang sesuai dengan nilai - nilai luhur Pancasila lebih utama dan harus menjadi prioritas tanpa mengabaikan aspek kecerdasan dan ketrampilannya. Hal ini senada dengan apa yang tertuang dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional yang menyebutkan bahwa guru harus dapat melaksanakan pembelajaran yang mengarahkan peserta didiknya secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan lainnya yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sekolah sebagai sebuah institusi moral  memiliki tugas dan tanggung jawab penting antara lain: membentuk karakter dan moralitas individu, melatih murid - murid menjadi pribadi yang baik dan bertanggung jawab, serta menciptakan lingkungan yang mendukung perilaku positif. Sekolah harus berfungsi tidak hanya sebagai tempat pendidikan akademik, tetapi juga sebagai lembaga yang mendidik murid - murid tentang nilai -- nilai kebajikan, etika, dan norma sosial yang baik. Janet Brodesser seorang guru asal New York mengatakan bahwa jika kita ingin para murid memiliki moral yang baik, maka sekolah sendiri harus menjadi institusi yang bermoral atau moral institusi. Hal ini berarti seluruh elemen sekolah harus memiliki moral yang baik dulu sebelum menjadikan murid yang bermoral. Elemen sekolah yang dimaksud mulai dari kepala sekolah, komite sekolah, guru, tenaga tata usaha, tenaga kebersihan dan keamanan. Hal ini karena selain belajar tentang bagaimana membangun budaya dan nilai, murid juga membutuhkan contoh dalam kehidupannya dan sekolah merupakan miniatur dunia yang berkonstribusi penuh terhadap nilai budaya dan moralitas yang terbangun dalam pribadi tiap murid - muridnya.

Nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang kita anut dalam pengambilan keputusan sangat berpengaruh pada lingkungan kita. Keputusan yang diambil berdasarkan nilai -- nilai kebajikan universal yang diyakini dalam konteks sosial budaya setempat dapat mendorong perilaku yang mendukung keterlibatan dan partisipasi aktif, serta menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan dan inklusif serta berkeadilan dalam menghadapi berbagai tantangan dan persoalan. Sebaliknya, jika keputusan diambil berdasarkan prinsip yang kurang memperhatikan dampak sosial, budaya dan lingkungan, hal ini bisa mengakibatkan kerugian bagi masyarakat atau lingkungan itu sendiri. Setiap pengambilan keputusan akan merefleksikan integritas individu sebagai pemimpin maupun sekolah sebagai institusi, nilai-nilai yang dijunjung tinggi dan keputusan-keputusan yang diambil kelak akan menjadi rujukan atau teladan bagi seluruh warga sekolah dan lingkungan sekitarnya. Jadi guru sebagai seorang pendidik hendaknya senantiasa berupaya untuk menanamkan karakter dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kebajikan universal dan memperhatikan kebutuhan setiap peserta didik. Hal ini sejalan dengan kalimat bijak berikut:

Education is the art of making man ethical (Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi berperilaku etis) ~ George Wilhelm Friedrich Hegel ~

Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, saya dapat berkontribusi pada proses pembelajaran murid dengan mendorong partisipasi mereka dalam setiap kegiatan pembelajaran mulai dari menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman, menciptakan budaya positif, melibatkan murid dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada mereka baik dalam lingkup kelas maupun satuan pendidikan dengan cara mengedepankan nilai -- nilai kebajikan universal sebagai dasar acuannya.  Hal ini tidak hanya dapat meningkatkan motivasi belajar murid, tetapi juga dapat membantu mereka mengembangkan keterampilan sosial emosional, menumbuhkan nilai - nilai pendidikan karakter serta kepribadian yang  baik.

Keterkaitan filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin

Pratap Triloka KI Hajar Dewantara "Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madya Mangun karsa, Tut Wuri handayani" dalam konteks pendidikan memiliki makna bahwa Seorang pemimpin (Guru) harus mampu memberikan suri tauladan yang baik bagi orang -- orang disekitarnya, Seorang pemimpin harus mampu menumbuhkan semangat,  motivasi dan inisiasi bagi orang orang yang dipimpinnya serta seorang pemimpin harus mampu memberikan kekuatan dorongan dari belakang (handayani) untuk kemajuan orang orang yang dipimpinnya. Semboyan ini memiliki makna mendalam yang dapat kita jadikan sebagai landasan filosofis dalam setiap pengambilan keputusan, yaitu keputusan yang selalu berpihak kepada murid agar menjadikan mereka sebagai generasi yang cerdas dan berkarakter sebagaimana tercermin dalam profil pelajar Pancasila.

Pengaruh nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita dalam pengambilan sebuah keputusan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline