Lihat ke Halaman Asli

Padamnya Pasar Kosambi adalah Padamnya Kasih Kami

Diperbarui: 21 Mei 2019   23:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi kebakaran. [Sumber: kompas.com]

Sore sepulang magang, aku baru mendengar kabar bahwa Pasar Kosambi terbakar dan butuh waktu hingga 24 jam lebih untuk memadamkan api. Awalnya aku mengetahui kabar tersebut dari linimasa sosial media Twitter. 

Informasi yang aku dapat adalah seorang pemadam kebakaran yang tengah letih sambil memegang segelas air minum kemasan dengan mata yang lelah. Ditambah lagi dengan informasi yang lewat dari portal media yang aku ikuti, dengan penggambaran para pemadam kebakaran yang saling berkumpul duduk dan saling bersandar karena akhirnya api sudah padam.

Informasi selebihnya aku baca melalui detik.com, yang mengatakan bahwa api menyambar hanya di sekitar basement saja. Tidak sampai ke lantai 1 yang penuh dengan barang-barang mudah terbakar, seperti seragam sekolah dan pakaian lainnya. 

Berbagai portal media serta sosial media sekaligus menyebarkan suasana saat itu. Sesak, penuh kelabu, dan bagian depan dekat tangga yang banyak menjual oleh-oleh tidak terlihat lagi keramaiannya. Semua sudah penuh menjadi abu.

Mengetahui peristiwa ini, aku turut berduka kepada semua pedagang yang terlibat dan harus kehilangan mata pencahariannya sementara. Wacana untuk renovasi tengah dibicarakan, atau sudah digagaskan? Semoga saja jika wacana tersebut benar-benar terimplementasikan oleh pemerintah, para pedagang bisa tersenyum lagi melihat pengunjung yang datang atau hanya sekadar berlalu-lalang. 

Semoga saja jika wacana tersebut benar-benar terimplementasikan, para pengunjung dapat terkenang dengan keramahan para pedagang dengan logat khas Sunda, serta semua yang dijajal secara lengkap dengan harga yang bersahabat.

Kebetulan saat mengetahui peristiwa kebakaran itu, aku merasa sedih. Tempat yang meninggalkan banyak kenangan, mengapa harus ludes terbakar walau tidak memakan korban?

Dan kemudian, aku menjadi rindu saat-saat itu di Pasar Kosambi.

Pertama kali aku singgah ke Pasar Kosambi karena seniorku, Kak Audin, yang beberapa hari kemudian kembali pulang ke tanah asalnya. Budayanya sebelum pulang ke kampung halaman adalah membeli oleh-oleh (kue dan keripik) khas Bandung dengan harga yang murah. 

Oleh-oleh tentunya bisa dibeli secara kiloan. Waktu itu aku ingat, Kak Audin membeli keripik tempe dalam jumlah besar. Ditambah lagi dengan aneka kue kering, sepertinya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline