Lihat ke Halaman Asli

Penari di Kilometer Nol Malioboro

Diperbarui: 20 April 2018   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi: commons.wikimedia.org

Hari telah memasuki malam saat aku turun dari gedung BNI Pusat Yogyakarta yang berada di pusat kota Yogyakarta, tepatnya di titik Nol kota Yogyakarta. 

Aku habis melayani ibadah bulanan bagi para pekarya Bank BNI  yang beragama Kristen dan Katholik. Maka waktu kumanfaatkan untuk duduk duduk bersama istri dan anak berbaur dengan banyak orang yang selalu meramaikan tempat itu. Utamanya para turis domestic atau asing yang berkunjung ke Yogyakarta. Kami duduk di salah satu bangku yang ada sembari makan nasi kotak yang kami dapat setelah pelayanan tadi.

"Yah... gimana kalau kita dilihat jemaat duduk di sini, makan di sini, apa tidak saru?" Tanya istriku

"Kenapa saru? Kan ayah habis pelayanan, lalu sekarang menikmati sore bersama dengan keluarga kan nggak salah? Kalau ada jemaat yang lihat ya malah kita ajak sekalian duduk-duduk di sini." Jawabku.

Tak terasa nasi kotak sudah ludes. Kami masih duduk-duduk, ngobrol dan sesekali memperhatikan orang berlalu lalang, orang berpotret ria di berbagai sudut tempat itu. Tak terasa pula hari kian malam. 

Di antara orang-orang yang datang, berlalu lalang, duduk-duduk, ngobrol, berselfie ria di titik Nol itu ada satu yang menarik. Kira-kira 75  meter dari tempat kami duduk, ada seorang pria yang menari, melenggak lenggokkan tubuhnya. Karena penasaran kami mendekat. 

dokpri

Oh.. Pria itu Pria yang duduk saat kami tadi datang melewati tempat itu. Pria itu usianya mungkin sekitar sekitar 40 tahun. Kulitnya hitam. Raut mukanya selalu tersenyum. Perawakannya kecil. Ia mengenakan kostum penari. Ia menari dengan diringi music  dari tape recordernya yang kecil.

Saat kami mendekat ia menarikan tarian lembut. Sangat gemulai. Lalu beberapa menit setelah selesai tarian itu, ia mengganti music pada tape recordernya. Lalu ia menari dengan gaya gagah, sesuai dengan musiknya. 

Dengan gerakan tari dan langkah-langkah gagah ala seorang prajurit yang sedang menuju medan peperangan. Perawakannya yang kecil hendak digagahkan sedemikian rupa sesuai dengan derap musiknya. 

Tarian itu selesai sekitar 10 menit. Maka segera ia mengganti music di tape recordernya. Kali ia ia menarikan tarian klasik. Gerak tubuhnya sungguh menghayati gerak tarinya. Dengan segenap perasaan dan hati. Arah mata, ekspresi wajah, senyum sungguh-sungguh menyatu dengan tarian itu. 

Lokasi yang terbuka berada di salah satu sudut  km Nol, tepat di sudut Gedung Agung itu menjadi panggungnya. Seakan-akan ia menari dipanggung tari yang ia kuasai dan disaksikan sekian banyak orang yang menontonnya. Tarian itu selesai sekitar 10 menit.  

Ia berhenti. Lalu memberikan penghormatan kepada semua pengunjung. Keringat mengucur deras dari sekujur tubuhnya. Mukanya dengan make-up tebal, yang selalu tersenyum bersimbah keringat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline