Hari itu adalah hari dimana ia harus mendekam dalam dalam jeruji besi oleh sebuah sebab paling tidak masuk akal yang pernah ada di planet ini. Menjual kerupuk. Ya, sebuah kerupuk dan sebab paling tidak masuk akalnya ialah perihal kerupuknya adalah kerupuk yang ilegal.
Di tengah penahanannya itu ia beberapa kali mendapat penyiksaan juga interogasi tambah penyiksaan.
"Dari mana anda mendapatkan dagangan anda ini?" tanya seseorang dari balik bayangan hitam.
"Dari Kang Sobar!" jawabnya polos.
"Siapa itu Kang Sobar" kata orang dibalik bayangan itu sambil mengetikkan kalimat-kalimat beruntun, "Namanya seperti nama seorang ekstrimis"
"Kang Sobar. Juragan kerupuk saya" masih dengan nada polos. Karena memang beginilah ciri penjual kerupuk dikota ini. Terkesan ramah, dan terlatih menjawab jujur.
"Kamu tahu dimana dia sekarang?" tanya orang itu lagi.
"Sudah almarhum dua tahun yang lalu" dan ia lagi-lagi dengan sebuah kepolosan. sepolos ia menjajal kerupuknya.
Sebuah tendangan tertuju ke punggungnya. Ia terjerembab, wajahnya mencium ubin, tak sempat menoleh apalagi menghindar, ia juga nyaris tak bisa bangkit, karena tangannya terikat pada sandaran bangku kayu, persis seperti kursi-kursi yang ada disekolah-sekolah dasar di kota itu. Orang yang berada dibalik bayangan tak bergeming ketika suara gaduh akibat tendangan dan tabrakan beruntun antara wajahnya, ubin dan kayu kursi dengan meja didepannya bergemuruh.
Ia kembali duduk dengan posisi kursi tegak setelah salah satu orang dibelakangnya menarik paksa sandaran bangku yang masih satu dengan kedua lengannya akibat terikat tali.
"Jangan coba-coba bermain api dengan aparat ya!" sergah orang yang berada dibalik bayangan itu.